Header Ads


Ironis, Pengurangan Bansos di Saat Kehidupan Semakin Sulit



Oleh: Ummu Salman (Pegiat literasi)

 

Pemerintah mengurangi sasaran penerima Bansos beras. Pengurangan tersebut dilakukan setelah evaluasi penyaluran bantuan pangan atau bansos beras oleh Badan Pangan Nasional (Bapanas) bersama Ombudsman RI, Perum Bulog, ID Food, Satgas Pangan Polri, dan 7 Dinas Provinsi yakni Sumatra Utara, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, NTT, dan Sulawesi Barat.

Dari hasil evaluasi oleh Direktur Distribusi dan Cadangan Pangan Bapanas, Rachmi Widiriani, mengatakan didapati tiga aspek yang perlu perbaikan dan penguatan yakni pemutakhiran data penerima bansos, kualitas bansos, dan mekanisme penggantian. Terkait hasil pemutakhiran data, terjadi pengurangan jumlah keluarga penerima manfaat (KPM) dari 21,35 juta menjadi 20,66 juta. Dijelaskan oleh Rachmi bahwa pengurangan data penerima itu berdasarkan validasi dari Kementerian Sosial yang mencatat adanya perubahan data karena penerima meninggal dunia, pindah lokasi, dan dianggap telah mampu. (ekonomi.bisnis.com, 29/10/2023)

Alasan ini layak dipertanyakan. Kalaupun pindah, mereka pindah masih dalam wilayah Indonesia tentunya.Sementarajika alasannya mereka telah menjadi mampu,rasanyakecil kemungkinannya apalagi dalam masa ekonomi saat ini yang melambatpaska Covid , ditambah lagi  mahalnya bahan pangan, tentu hal ini akan menambah beban kehidupan.

Angka pengangguran dan kriminalitas yang tinggi juga sebenarnya merupakan penanda kuat, betapa banyak masyarakat yang hidup dalam kemiskinan dan membutuhkan bantuan sosial. Sesungguhnya penyaluran bansos di negeri ini sudah menuai banyak persoalan. Mulai dari keluarga miskin yang tak semua mendapatkan bantuan,  penerima bantuan yang tidak tepat sasaran, penyunatan dana bantuan, korupsi bansos hingga politisasi bansos dan masalah lainnya. Kondisi  inilah yang menjadikan dugaan manipulasi data tak bisa disingkirkan.

Adanya berbagai persoalan  bansos di negeri ini menjadi gambaran  akan abainya negara dalam memberikan jaminan pemenuhan kebutuhan pokok warga negaranya. Merupakan sebuah perkara mutlak dalam sistem  demokrasi kapitalisme, negara berlepas diri dari tanggung jawabnya dalam mengurusi urusan rakyatnya.

Sebab penguasa dalam sistem ini terpilih melalui proses demokrasi yang mahal dan secara pasti mengandalkan pemilik modal. Maka tak mengherankan ketika mereka berkuasa, kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan sarat dengan keberpihakan pada kepentingan korporasi atau pemilik modal. Apalagi dalam sistem demokrasi, prinsip kepemimpinan adalah meraih keuntungan sebesar-besarnya dengan meraih kekuasaan setinggi-tingginya. Kepemimpinan seperti ini tentu hanya akan menyengsarakan rakyat.

Keberadaan bansos diduga kuat hanya untuk  membuat rakyat tetap bisa bertahan hidup agar tetap berdaya secara ekonomi. Lagi-lagi semuanya dilakukan untuk memenuhi keserakahan para pemilik modal.

Sejatinya sistem politik demokrasi dan sistem ekonomi kapitalisme  merupakan  sistem yang batil yang berasaskan sekularisme atau pemisahan agama dari kehidupan sehingga aturan Allah pun diabaikan dalam mengatur kehidupan.

Sistem inipun telah meletakkan makna kebahagiaan sebagai kesenangan dan kenikmatan materi sebesar-besarnya. Oleh karenanya  dalam sistem  demokrasi kapitalisme,  siapapun yang menjadi pemimpin maka dipastikan kebijakan yang dikeluarkannya akan abai terhadap pemenuhan kebutuhan pokok  rakyatnya.  Dalam sistem ini kelaparan dan kemiskinan  terus ada. Begitu  pula kesejahteraan hanya akan menjadi mimpi  bagi kebanyakan masyarakat.

Kondisi  ini berbeda dengan  sistem  Islam yang diterapkan dalam bingkai Khilafah Islamiyah. Negara bertanggung jawab penuh dalam menjamin terpenuhinya kebutuhan pokok berupa pangan,  papan dan sandang. Demikian  pula pelayanan kebutuhan pokok masyarakat berupa kesehatan,  pendidikan dan keamanan. Sebagaimana sabda Rasulullah saw "Imam (khalifah) adalah pengurus  (ra'in) dan dialah yang bertanggung jawab terhadap urusan rakyatnya" (HR Imam Bukhari)

Olehnya itu dalam Islam, negara diwajibkan peduli terhadap nasib  rakyatnya hingga berusaha dengan berbagai mekanisme untuk menjamin kesejahteraan rakyatnya individu per individu. Bahkan negara memberikan jaminan dengan kuantitas memadai dan  kualitas terbaik. Syariat Islam telah menetapkan mekanisme ini.

Bekerja adalah salah satu sebab yang bisa menjamin untuk menyambung hidup. Karenanya Khilafah  wajib membuka lapangan pekerjaan yang luas bagi para pencari nafkah. Khilafah mampu menyediakan hal tersebut melalui penerapan sistem ekonomi Islam. Salah satunya adalah pengaturan kepemilikan umum / publik memastikan sumber daya alam yang tak bisa dimanfaatkan secara langsung oleh rakyat, dikelola negara. Nantinya negara akan memiliki  industri dalam jumlah yang besar dan akan dibutuhkan tenaga ahli dan terampil dalam jumlah yang besar juga.

Namun apabila seseorang tak mampu bekerja, atau tidak kuasa bekerja karena  kondisinya tidak memungkinkannya untuk bekerja baik itu karena sakit atau terlampau tua, maka hidupnya wajib ditanggung oleh orang yang diwajibkan syara' untuk menanggung nafkahnya. Apabila orang yang wajib menanggung nafkahnya tersebut tidak ada atau ada namun tidak mampu untuk menanggung nafkahnya, maka nafkah orang tersebut wajib ditanggung oleh baitul maal atau negara.

Bantuan yang diberikan oleh negara adalah bantuan yang layak dan mencukupi serta diberikan negara hingga ia mampu menanggung sendiri nafkahnya atau hingga akhir hayatnya. Disamping itu ia juga mempunyai hak lain di Baitul Maal, yaitu zakat. Demikianlah mekanisme Khilafah  dalam memenuhi kebutuhan rakyatnya. Wallahu 'alam bishowwab (*)

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.