Header Ads


System Thinking

Oleh: Sunarwan Asuhadi
(Penulis Buku: Islam dan Negara Kolaboratokrasi)

Terhitung empat hari, sejak 16 s.d. 19 April yang lalu, saya mengikuti Online Course. Menariknya Online Course kali ini diselenggarakan oleh System Dinamics Center (SDC). Sebuah lembaga nasional berjejaring internasional untuk peningkatan kapasitas pemahaman system dinamics.

Lembaga ini digawangi oleh rekan seangkatan saya, pada Program Magister Ilmu Pengelolaan SDA dan Lingkungan (PSL) Institut Pertanian Bogor (IPB), Dr Irman Firmansyah.

Beliau mengambil Program Doktoralnya pada Program Studi yang sama di IPB. Beliau mendalami system dinamics. Dengan ilmu ini, beliau banyak digunakan jasanya di berbagai kementerian, termasuk Bappenas.

Beliau sekarang  adalah Kepala SDC Indonesia.

Tentu saja, sebuah kebanggaan dapat berguru langsung kepada kawan sendiri. Rupanya masa Work From Home (WFH) di masa pandemi Covid-19 ini, menjadi wasilah tersendiri untuk belajar ilmu penting ini.

Sebenarnya bagi alumni program pasca sarjana PSL IPB, ilmu ini bukanlah sesuatu yang asing, karena ada mata kuliah wajib yang terkait dengan system dinamics, yakni Analisis Sistem.

Hanya saja, secara teknis tidak sedemikian mendalam, misalnya: bagaimana mengoperasionalkan causal loop, stock flow diagram, fungsi-fungsi dalam model ke dalam powersim, dlsb.

Tentu saya tidak dalam rangka membicarakan tentang pemahaman teknis selama pelatihan tersebut, walaupun atas dasar pemahaman teknis inilah, Dr Irman Firmansyah mampu melakukan riset tentang proyeksi dinamis Covid-19 di Indonesia.

Hasil riset tersebut, beliau telah publikasikan secara luas hingga kanal-kanal internasional melalui jejaring SDC. Tulisannya tersebut bisa dengan mudah diakses, baik yang versi Inggris maupun Indonesia.

Secara singkat, saya berani mengatakan bahwa ilmu system dynamics harusnya menjadi ilmu wajib bagi para pengambil kebijakan: Kepala Organisasi Perangkat Daerah (OPD), bupati, gubernur, menteri, apalagi presiden, bahkan kepala desa/lurah sekalipun.

Pemahaman dasar system dynamics mengajarkan pentingnya berpikir kausalitas. Sebuah pemahaman pokok untuk perencanaan dan penyelesaian permasalahan yang dihadapi manusia dan lingkungan.

Pemahaman kausalitas bahkan menjadi pembahasan tersendiri dalam khazanah pemikiran Islam, yang disebut dengan kaidah as sababiyyah.

Kaidah as sababiyyah menyoal tentang variabel-variabel kausalitas yang terkontrol (as-sababiyyah mujarradah), serta variabel-variabel yang tidak terkontrol (as-sababiyyah muqayyadah).

Bahkan Rasul SAW mengajarkan kita untuk memperhatikan aspek-aspek kausalitas ini. Dalam prakteknya, doa melebur dalam ikhtiar manusia. Rasul SAW mengajarkan ikhtiar dimulai dengan doa serta menutupnya dengan doa. Tawakal adalah kesiapan memetik apapun hasil dari ikhtiar.

Adapun kritik dari pemahaman tentang system dinamics ini, ternyata selama ini, kita seringkali menggunakan cara berpikir yang tidak tuntas (simple thinking), bahkan untuk kasus-kasus yang sifatnya kompleks.

Tetapi itu tidak berarti bahwa berpikir kompleks itu sulit, oleh karena berpikir kompleks hanya mempersyaratkan minimal ada satu lingkaran sebab akibat (causal loop) dalam cara berpikir.

Dalam konteks pandemi saat ini, kita sama sekali tidak memerlukan kebijakan yang lahir dari simple thinking. Suatu cara berpikir yang mengabaikan sebab akibat. Simple thinking itu tidak layak bahkan untuk level seorang individu, apalagi negara.

Menghadapi pandemi Covid-19, negara ini memerlukan skenario optimis. Suatu skenario yang bisa menghentikan persebaran Covid-19 dalam waktu cepat, dengan jumlah korban sedikit.

Inilah pentingnya ilmu system dynamics. Karena dilahirkan dari cara berpikir system thinking. Suatu cara berpikir yang memperhatikan keterkaitan satu aspek (baca sub sistem) dengan aspek lainnya, serta mempertimbangkan kondisi masa depan berdasarkan berbagai skenario. Skenario yang berbasis fakta.

Keselamatan bumi ini ke depan, memerlukan aktor, bahkan negara yang menerapkan system thinking. Kapitalisme tidak layak untuk menjadi harapan keselamatan bumi.

Kenapa?

Kapitalisme tidak menerapkan system thinking, tetapi egoism thinking, bahkan lebih rendah dari simple thinking. Bumi ini ke depan memerlukan Islam. Islam akan menjadi sistem yang menyediakan individu, masyarakat, dan negara yang menerapkan system thinking.

Apa jaminannya?

Islam mempersyaratkan individu terbaik adalah yang bermanfaat kepada sesamanya. Islam menumbuhkan sikap ta’awun (kolaborasi) manusia dengan sesamanya. Islam sebagai negara dituntut untuk menjadi rahmatan lil ‘alamiyn (rahmat bagi seru sekalian alam). Serta Islam mengajarkan untuk kita membuat skenario terbaik dengan amalan-amalan kita untuk mendapatkan ganjaran terbaik di sisi Allah SWT.(*)

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.