Header Ads


Sang Pembebas Konstatinopel Itu Lahir Dari Didikan Dua Ulama Rabbani



Oleh : @dhafin21 • Kontributor Gen Saladin | @gen.saladin | t.me/gensaladin

Siapa yang tak kenal Muhammad II atau yang lebih dikenal dengan gelar Al Fatih? Seorang Sultan Utsmani ke-7 dalam silsilah keluarga Utsman. Anak muda berumur 20 tahun yang saat itu dengan kehebatannya mampu membebaskan Konstatinopel. Berita kejatuhan Konstatinopel tersebut sangat mengguncang dunia. Bagaimana mungkin tembok pertahanan yang kokoh tersebut setelah berkali-kali banyak negara berupaya untuk menaklukkannya namun selalu tidak berhasil, akhirnya ditaklukan oleh seorang pemuda.

Nubuwah Nabi tentang bebasnya Konstatinopel akhirnya menjadi nyata di bawah kepemimpinan Muhammad II, setelah 800 tahun lamanya Umat Islam menanti siapa pemimpin yang mampu membebaskannya.


Dibalik kesuksesan dalam merealisasikan Nubuwah Nabi tersebut, tentu ada orang-orang hebat yang mendidik Al Fatih. Dibalik orang yang hebat selalu ada guru yang hebat. Mungkin itulah istilah yang cocok untuk menggambarkan dua tokoh sekaligus guru Muhammad Al Fatih. Berkat ilmu dan keihklasan beliau berdualah Al Fatih mampu merealisasikan nubuwah tersebut. mereka adalah Syaikh Aaq Syamsudin dan Syaikh Ahmad bin Ismail Al Kurani.


Siapa sangka masa kecil sang pembebas tersebut bisa dikatakan sangat bandel dalam hal belajar. Banyak guru yang menyerah mengajar Al Fatih kecil karena kebandelannya dan ketidaktaatan terhadap guru-gurunya. Bahkan dikatakan bahwa Al Fatih saking bandelnya susah untuk mengkhatamkan Al Quran.
.
Melihat anaknya tersebut, ayahnya, Sultan Murad II, mencari cara bagaimana agar Al Fatih mau rajin dan taat belajar kepada gurunya. Sultan Murad II meminta para asistennya untuk mencari informasi kiranya siapa guru yang memiliki sifat tegas dan karismatik. Akhirnya para punggawa Sultan Murad II menemukan kriteria guru yang diinginkan Sultan Murad II. Beliau adalah Syaikh Ahmad bin Ismail Al Kurani.

Sebagaimana perangai biasanya, Al Fatih masih bersikap bandel kepada Syaikh Ahmad Al Kurani. Sebelum menemui Al Fatih, Sultan Murad sudah menitipkan sebuah tongkat kepada Syaikh Ahmad untuk dipakai, kalau anaknya tidak menaati sang guru. Mendapati sang Sultan memberinya tongkat, Syaikh Ahmad kini tidak khawatir dia akan mendapatkan hukuman karena bersikap tegas kepada Pangeran Utsmani itu.
.
Melihat perangai bandel Al Fatih, Syaikh Ahmad memperlihatkan tongkat dan menyampaikan pesan ayahnya, “Ayahmu menyuruhku datang untuk mengajarimu. Jika kamu tidak menuruti apa yang aku katakan, maka kamu ada mendapat pukulan.”
.
Sontak Al Fatih tertawa mendengar ucapan gurunya itu. Dia mengira mana mungkin sang guru berani memukul pangeran Utsmani. Bisa-bisa sang guru dihukum Sultan. Namum belum lama tawa itu selesai, kayu yang dibawa Syaikh Ahmad itu sudah mendarat di tubuh Al Fatih. Bagai tersengat aliran listrik, seketika Al Fatih pun menghentikan tawanya. Ternyata yang gurunya ucapkan tidak main-main.
.
Ia pun takut dan jera terhadap gurunya yang satu ini. Sejak kejadian itu, perangai bandelnya hilang dan berganti menjadi sikap takdzim terhadap guru. Berkat didikan Syaikh Ahmad, Al Fatih mampu mengkhatamkan dan menghafal Al Quran di usia 8 tahun.


.
Syaikh Ahmad juga mengajarkan akhlak kepada Al Fatih bagaimana seharusnya seseorang apapun jabatannya, untuk selalu menghormati orang yang berilmu terutama kepada guru. Hal itu Syaikh Ahmad perlihatkan dalam sikapnya yang tidak pernah menundukkan kepala di hadapan Al Fatih yang saat itu di usianya yang masih kecil, sudah menjadi penguasa di wilayah Manisa. Ketika memanggil Al Fatih, Syaikh Ahmad selalu memanggil dengan nama asli dan tidak pernah mencium tangannya; bahkan Al Fatih lah yang mencium tangan gurunya.
.

Ulama rabbani yang mendidik Al Fatih selain Syaikh Ahmad adalah Syaikh Aaq Syamsudin. Nama lengkap beliau adalah Muhammad bin Hamzah Ad-Dimasyqi Ar-Rumi. Nasabnya bersambung dengan Khalifah Abu Bakar RA, lahir di Damaskus pada tahun 792 H (1389 M) dan wafat tahun 1459 M. Beliau mengajarkan Al Fatih berbagai macam ilmu dasar seperti Al Quran, Hadits, fi

kih ,beberapa bahasa (Arab, Persia dan Turki), matematika, astronomi, sejarah dan seni berperang. Selain menjadi guru ilmu-ilmu dasar yang sudah disebut di atas, beliau juga sekaligus menjadi guru spiritual bagi Al Fatih.
.
Syaikh Aaq Syamsudin adalah orang yang berjasa menanamkan kepada Al Fatih agar bermimpi menaklukan Konstatinopel. Sejak kecil Al Fatih sudah dimotivasi dan diyakinkan oleh Syaikh Aaq Syamsudin bahwa yang dimaksud dalam nubuwah nabi itu adalah dirinya. Sebagai penyemangat juga, Syaikh Aaq Syamsudin menceritakan kisah para sahabat dan kepahlawanan para penakluk awal seperti Umar bin Khaththab, Khalid bin Walid, Abu Ubaidah bin Al-Ayubbi, Utsman I. Hingga dia menjadi sultan Ustmani, Syaikh Aaq Syamsudin terus mengingatkannya agar meningkatkan semangat jihad pasukan Utsmani dan mewujudkan nubuwah tersebut.
.

Syaikh Aaq Syamsudin sangat istimewa bagi Al Fatih. Beliau selain menjadi guru, sekaligus menjadi penasehat Al Fatih dalam proses pembebasan Konstatinopel kala itu. Pernah Syaikh Aaq Syamsudin menasehati Al Fatih agar pasukannya itu berpuasa, shalat qiyamul lail, berzikir dan memohon ampun atas segala dosa agar Allah bukakan pintu kemenangan. Nasihat itu ditujukan agar kemenangan agung itu diraih dengan jiwa yang suci dan hati yang selalu terpaut kepada Allah. Hingga akhirnya kemenangan itu menjadi nyata pada tanggal 29 Mei 1453.
.
Ada satu nasihat dari Syaikh Aaq Syamsudin yang kiranya berlaku tidak hanya kepada Al Fatih, tapi kepada semua yang merasa sebagai pemimpin di dunia ini. Berawal ketika Al Fatih pernah dipukul oleh Syaikh Aaq Syamsudin tanpa sebab yang jelas. Karena sikap takzim kepada gurunya yang tinggi, Al Fatih tidak berani bertanya apa sebab dia dipukul. Hingga pada suatu ketika rasa penasaran itu sudah tidak lagi bisa ditahan, pertanyaan itu dilontarkan Al Fatih, “Guru, aku mau bertanya. Masih ingatkah suatu hari guru menyabetku, padahal aku tidak bersalah waktu itu. Sekarang aku mau bertanya, atas dasar apa guru melakukannya?”
.
Maka Syaikh Aaq Syamsudin menjawab, “Aku sudah lama menunggu datangnya hari ini. Di mana kamu bertanya tentang pukulan itu. Sekarang kamu tahu nak, bahwa pukulan kezaliman itu membuatmu tak bisa melupakannya begitu saja. Ia terus mengganggumu. Maka ini pelajaran untukmu di hari ketika kamu menjadi pemimpin seperti sekarang. Jangan pernah sekalipun mendzalimi masyarakatmu. Karena mereka tak pernah bisa tidur dan tak pernah lupa pahitnya kedzaliman.”


.
Sumber:
1. Ash-Shallabi, A. M. (2011). Bangkit dan Runtuhnya Khilafah Utsmaniyah. Pustaka Al-Kautsar.
2. Ridwan, M., & Bakhtiar, N. (2020). Nilai-Nilai Pendidikan dan Dakwah Muhammad al-Fatih Sebagai Penakluk Konstantinopel. Wardah, 21(1), 50-65.
3.https://www.islampos.com/muhammad-al-fatih-setelah-dipukul-sang-guru-47215


Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.