Header Ads


Impor Menggila, Siapa Menikmati?


Oleh: Ummu Salman (IRT)

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat impor sayur- sayuran sepanjang tahun 2019 meningkat dari tahun 2018, menjadi 770 juta dollar AS atau setara Rp 11,3 triliun (asumsi kurs Rp 14.700 per dollar AS). (money.kompas.com, 25/5/2020)

Jika melihat penyebabnya, lonjakan impor yang terjadi  saat wabah ini, terjadi karena dua hal. Pertama, klaim bahwa produksi lokal turun. Ini seperti yang diungkapkan Direktur Jenderal Hortikultura Kementerian Pertanian ( Kementan) Prihasto Setyanto mengatakan, angka tersebut didominasi oleh komoditas sayur-sayuran yang pasokannya memang masih perlu dibantu oleh impor, seperti bawang putih dan kentang. Lebih lanjut, Prihasto mengakui, pasokan dalam negeri saat ini belum mencukupi kebutuhan masyarakat, karena bawang putih tumbuh optimal di daerah sub tropis seperti China.(money.kompas.com, 25/5/2020)

Penyebab kedua adalah pelonggaran syarat impor. Kementerian Perdagangan telah melakukan relaksasi impor sementara untuk bawang putih dan bawang bombai. Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Indrasari Wisnu Wardhana mencatat, impor bawang putih yang sudah masuk ke tanah air tanpa Persetujuan Impor (PI) mencapai 28 ribu ton. Hal tersebut mencerminkan importasi bawang putih dapat dilakukan dengan mudah. Dengan demikian, siapa pun dapat melakukan impor bawang putih. Wisnu mengatakan, kebijakan tersebut tidak akan merugikan petani lokal. Pasalnya, kemudahan importasi hanya berlangsung hingga 31 Mei 2020. (katadata.co.id, 23/4/2020)

Siapa Diuntungkan?

Ironis memang, ketika negara kita mendapatkan julukan "gemah ripah loh jinawi" sebagai ungkapan yang menggambarkan akan suburnya tanah Indonesia untuk berbagai tanaman termasuk sayuran, justru penguasa malah mengimpor sayuran dari luar negeri khususnya dari Cina. 

Produksi dalam negeri tidak mencukupi lagi-lagi menjadi alasan bagi penguasa untuk mengimpor. Dan atas dasar itu pula, aturan impor pun dilonggarkan. Padahal yang menjadi pertanyaan besar adalah sudahkah para penguasa melaksanakan tugasnya yaitu berupaya semaksimal mungkin untuk menggenjot produksi pertanian dan pangan dalam negeri? Sudahkan kemudahan-kemudahan dan berbagai fasilitas diberikan kepada para petani sebagai upaya menstimulus mereka untuk semangat menghasilkan berbagai kebutuhan pangan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri?

Di satu sisi nasib petani dalam negeri begitu menyedihkan. Tak jarang mereka harus mengelus dada dikarenakan sudah bekerja semaksimal mungkin, dan modal yang  keluarkan pun tak sedikit. Tapi hasil panen harus dijual murah, terkadang modal pun tak kembali.

Kondisi ini menjadikan banyak orang yang akhirnya harus berpikir ulang menjadi petani. Jika memang benar-benar persoalannya adalah produksi dalam negeri tak mencukupi, mengapa banyak petani dalam negeri yang mengeluhkan hasil produknya tak laku karena kalah saing dengan produk impor?

Kementerian Perdagangan dan Pertanian berbeda sikap dalam soal impor di masa wabah. Ini menegaskan bahwa tidak ada kebijakan yang terintegrasi untuk memenuhi kebutuhan pangan rakyat. Karenanya rencana swasembada/kemandirian produksi pangan tidak sejalan dengan peluang cukai yang ingin didapat oleh Kementerian Perdagangan dan kepentingan pebisnis yang mendorong pelonggaran syarat impor.

Situasi wabah saat ini pun akhirnya dijadikan alasan yang mendorong pelonggaran syarat impor. Padahal jelas yang diuntungkan dalam kebijakan impor ini bukanlah rakyat tetapi para pebisnis.

Wallahualam bissawab.(*)v

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.