Malapetaka Tambang Nikel di Kabaena, Keniscayaan Sistem Kapitalisme
Di tengah intensifnya ekspor nikel untuk industri baterai, ada sebuah pulau kecil yang indah menjadi korban akibat tercemarnya limbah tambang nikel.
Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sulawesi Tenggara Andi Rahman, menilai kekayaan sumber daya alam terutama nikel justru menjadi kutukan bagi masyarakat di pulau Kabaena, Kabupaten Bombana, Sulawesi Tenggara. Hutannya dibabat, sungai tercemar dan kawasan pesisir tempat nelayan mencari ikan mulai rusak akibat limbah dan sedimentasi. Tercatat 75 persen wilayah tersebut telah menjadi wilayah izin usaha pertambangan nikel (Kendariinfo.com, 05/07/2025).
Negeri yang katanya demokrasi nyatanya hanyalah ilusi. Lebih dari sepuluh tahun banyaknya perusahaan tambang nikel yang di beroperasi di Kabaena, banyak warga yang awalnya menolak adanya penambangan di wilayah mereka, namun pemerintah tetap saja memberi izin penambangan di pulau itu. Akibatnya berdampak pada kerusakan alam. Terganggu mata pencaharian sehari-hari bagi kehidupan mereka, bahkan kesehatan mereka pun ikut terancam.
Akibat sistem kapitalisme
Persetujuan pemerintah terhadap penambangan ini menunjukkan kuatnya pengaruh oligarki pada kewenangan negara. Inilah realitas sistem demokrasi kapitalisme yang diterapkan di negeri ini. Sistem ekonomi kapitalisme meniscayakan pengelolaan SDA berbasis investasi dengan pengelolaan penuh oleh para pemilik modal (kapital). Negara hanya bertindak sebagai regulator yang memuluskan pengendalian SDA tersebut. Tanpa memikirkan dampak yang akan terjadi kedepannya. Ketika pengelolaan SDA diberikan pada swasta atau korporasi, maka tentu pertimbangannya adalah profit bukan kemaslahatan masyarakat sekitar. Maka dari sinilah akan muncul tata kelola yang berlebihan dan berjalan tanpa kendali, sehingga alam pun dirusak tidak dipersoalkan.
Harapan hanya pada sistem Islam
Dalam aturan Islam, yakni negara khilafah yang aturannya berasal dari Allah SWT (Al-Khaliq) kekayaan alam adalah bagian dari kepemilikan umum, sehingga, ini tidak bisa dikelola oleh individu atau swasta, apalagi pihak asing. Namun, kepemilikan umum ini wajib dikelola oleh negara sesuai syariat islam, dan hasilnya digunakan untuk kesejahteraan rakyat. Pengelolaannya pun tanpa merusak lingkungan serta tanpa merugikan masyarakat. Karena dalam Islam, kebijakan negara harus memprioritaskan keselamatan dan kemaslahatan rakyat. Islam telah menempatkan khalifah (pemimpin) sebagai pengurus seluruh urusan umat, bukan pelayan para kapital dan korporasi sebagaimana dalam sistem kapitalisme yang berlaku hari ini. Oleh karena itu, kembalilah pada hukum Allah secara kaffah (menyeluruh) karena hanya dengan ini akan tercipta keadilan, perlindungan dan kesejahteraan bagi kehidupan seluruh alam.
Wallahu'alam
Post a Comment