Header Ads


Umat dalam Cengkeraman Geopolitik: Saatnya Kembali pada Manhaj Nubuwwah

Oleh: Syahril Abu Khalid*)


IndonesiaNeo, OPINI - Di tengah kabut tebal konflik dan propaganda yang menyelimuti kawasan Timur Tengah, umat Islam kembali menjadi saksi betapa kerasnya pertarungan geopolitik yang dimainkan oleh kekuatan besar dunia.

Iran, Israel, dan Amerika Serikat terus memutar roda konfrontasi dan diplomasi, seolah-olah mereka adalah poros utama dalam menentukan arah masa depan wilayah yang seharusnya menjadi pusat peradaban Islam. Namun kenyataannya, mereka bukan membawa keadilan, melainkan mempertahankan dominasi, memperluas pengaruh, dan merawat luka-luka lama yang belum pernah sembuh.

Iran tampil di panggung dunia dengan wajah perlawanan terhadap Israel dan Amerika. Namun di balik simbol bendera hitam dan jargon “anti-Zionis”, Iran memainkan peran sektarian yang tak kalah destruktif. Dukungan mereka terhadap rezim Bashar Assad yang membantai ratusan ribu kaum Muslimin di Suriah, serta keterlibatan dalam konflik di Irak dan Yaman, menunjukkan bahwa mereka bukan pembela umat, melainkan bagian dari proyek pecah belah yang justru memperparah penderitaan.

Sementara itu, Israel terus melancarkan agresi terhadap Gaza dan Tepi Barat, memperluas permukiman, dan mencabik-cabik harapan rakyat Palestina di bawah perlindungan Amerika. Di saat yang sama, Amerika Serikat terus memosisikan diri sebagai polisi dunia, yang seolah menjaga stabilitas kawasan, padahal sejatinya merawat kekacauan agar hegemoni dan kepentingan ekonomi-politiknya tetap terjaga.

Dalam kondisi seperti ini, umat Islam harus membuka mata dan menilai setiap peristiwa bukan dengan emosi sesaat, tetapi dengan bashirah iman dan pandangan syar'i.

Tidak semua yang berteriak melawan Israel adalah pejuang Islam. Tidak semua yang berbicara atas nama perlawanan adalah orang yang ikhlas membela umat. Karena sesungguhnya, perlawanan sejati adalah yang berangkat dari tauhid, berpijak pada syariat, dan tidak menumpahkan darah kaum Muslimin demi ambisi kekuasaan.

Ulama telah mengingatkan bahwa kekacauan dunia ini bukan karena musuh terlalu kuat, tetapi karena umat kehilangan pemimpin yang menyatukan mereka di atas kalimat yang satu.

Imam Al-Juwaini رحمه الله berkata:

النظام في الدين والدنيا لا يستقيم إلا بإمام مطاع

“Tatanan dalam agama dan dunia tidak akan tegak kecuali dengan adanya seorang imam yang ditaati.” (Ghiyaats al-Umam, hlm. 12)

Umat Islam tidak cukup hanya bersuara, tetapi harus kembali kepada manhaj nubuwwah. Kembalinya Khilafah Islamiyah bukan sekadar romantisme sejarah, tetapi kebutuhan strategis dan syar'i agar umat tidak terus dijadikan pion dalam permainan kekuatan global. Inilah yang dipahami para ulama terdahulu ketika mereka berbicara tentang kewajiban adanya pemimpin yang menyatukan kekuatan umat, menolak dominasi kuffar, dan menjaga darah serta kehormatan kaum Muslimin.

Imam Ibn Taymiyyah رحمه الله menegaskan:

يجب أن يُعرف أن ولاية أمر الناس من أعظم واجبات الدين، بل لا قيام للدين ولا للدنيا إلا بها

“Wajib diketahui bahwa memimpin urusan umat adalah salah satu kewajiban terbesar dalam agama, bahkan agama dan dunia tidak akan tegak kecuali dengannya.” (As-Siyasah Asy-Syar’iyyah, hlm. 168)

Karena itu, sikap umat Islam hari ini bukan dengan berpihak pada satu negara penjajah untuk melawan penjajah lainnya, bukan dengan mengharap kepada konferensi, diplomasi, atau jet tempur musuh, melainkan dengan membangun kembali kesadaran politik Islam yang berakar dari wahyu. Kesadaran bahwa hanya dengan kepemimpinan Islam yang independen, berdasarkan Al-Qur’an dan Sunnah, umat ini bisa lepas dari jeratan konflik buatan, penindasan ekonomi, dan penghinaan berkepanjangan.

Saatnya umat berhenti menjadi objek dari permainan global, dan kembali menjadi subjek yang mengatur urusannya sendiri dengan ridha Allah sebagai tujuan utama. Dan itu hanya mungkin jika umat ini bersatu, bukan atas dasar nasionalisme, mazhab, atau kepentingan politik sempit, tetapi di bawah panji tauhid yang memuliakan umat dan menebar rahmat ke seluruh alam.

Wallahu a‘lam bish-shawab.[]


*) Muballigh & Pemerhati Kebijakan Publik

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.