Header Ads


Ancaman Kelaparan di Depan Mata


Persoalan pandemi Covid-19 semakin melebar. Pandemi virus ini dengan berbagai kebijakan pemerintah seperti PSBB dan lainnya serta jatuhnya kegiatan ekonomi membuat semakin banyak buruh yang dirumahkan. Mereka terkena pemutusan hubungan kerja (PHK).

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memperkirakan dengan skenario paling buruk akan ada 5,2 juta orang pengangguran baru di Indonesia (detikfinance.com, 18/4).

Sedangkan angka kemiskinan diprediksi akan bertambah hingga hingga 3,78 juta orang (kompas.com, 14/4). Tahun sebelumnya, berdasarkan data Badan Pusat Statistik, secara total, penduduk miskin di Indonesia mencapai 24,7 juta jiwa per September 2019.

Dampak lebih lanjut dari masalah di atas adalah ancaman kesulitan bahan pokok alias kelaparan. Beberapa media menurunkan berita soal kelaparan ini.

Di Cijeruk seorang warga terpaksa mencuri tabung gas demi bisa mengisi perut keluarganya (radarbogor.id, 23/4).  Di Riau seorang warga tidak makan nasi dua hari bertahan dengan makan ubi (beritariau.com, 26/4).

Di Muara Enim, Sumatera Selatan kakak beradik ditemukan kelaparan oleh apparat TNI dan Polri. Dua kakak beradik ini dalam kondisi sangat kurus. Satu terbaring di atas tempat tidur dengan tubuh yang sudah kurus kering (Suara.com, 22/4).

Demikianlah keadaan masyarakat. Sebagian tidak terekspos oleh media. Sebagian lagi, nampaknya, tinggal menunggu waktu satu demi satu beritanya muncul ke permukaan. Data tidak terungkap karena sebagian warga sudah berpindah meninggalkan kota-kota besar seiring adanya larangan mudik.

Memang dibutuhkan solidaritas sesama warga masyarakat untuk menghindari terjadinya kelaparan di tengah-tengah masyarakat tetapi bagaimanapun tanggung jawab kebutuhan dasar ini adalah tanggung jawab pemerintah.

Ada persoalan minimnya anggaran bencana (ditutup dengan utang), ¬refocusing anggaran yang ternyata sangat tidak tepat, di tengah wabah dan kesulitan ekonomi anggaran malah sebagian besar dialokasikan untuk kartu pra-kerja. Bentuknya pelatihan-pelatihan.

Ada pula persoalan teknis berupa ketidak-sinkronan data warga tidak mampu antara pusat dan daerah sehingga terjadi karut-marut bantuan. Ini terjadi di Jakarta dan berbagai daerah.

Indonesia sejatinya adalah negara yang kaya dengan sumber daya alamnya. Pada tahun 1984, Indonesia berhasil swasembada beras dengan angka produksi sebanyak 25,8 ton. Kesuksesan ini mendapatkan penghargaan dari FAO (Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia) pada 1985.

Persoalan kelaparan, santunan (bansos), dan kas negara tentu tidak menjadi persoalan jika sumber daya alam dikelola dengan cara yang benar. Kekayaan alam yang dimiliki mestinya cukup untuk memenuhi kebutuhan warga negara.

Ambillah contoh persoalan harga BBM yang tidak kunjung turun di tengah jatuhnya harga minyak dunia. Hal ini menunjukkan adanya ketidakberesan pengelolaan sumber daya alam.

Indonesia membutuhkan orang-orang yang amanah dan juga sistem yang terbaik. Bencana pandemi Covid-19 ini mestinya membuka mata kita betapa karut-marutnya penanganan bencana, minimnya anggaran negara untuk bencana, dan lemahnya penguasa di negeri ini dalam mengayomi warganya. Wallahua’lam.[] By. Pujo Nugroho

Sumber:
https://assalim.id/blog/ancaman-kelaparan-di-depan-mata/

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.