MENGANCAM KONSTITUSI DAN MEMBAHAYAKAN NEGARA, RUU HIP HARUS DITOLAK TAK SEKEDAR DITUNDA
(Catatan ILF edisi-21, Juni 2020)
Oleh: Wahyudi al Maroky
(Dewan Pembina LBH Pelita Umat)
Pada Medio Juni ini, LBH Pelita Umat menggelar diskusi ILF (Islamic Lawyers Forum) edisi ke-21. Ini Merupakan ILF edisi ke-3 yang dilaksanakan secara on line karena masih ditengah wabah Corona. Tema yang dibahas kali ini, “RUU HIP: Mengubah Pancasila dan Menggusur Konstitusi?”
Hadir sebagai Pakar dan pemantik diskusi kali ini, DR. Abdul Chair Ramadan (ahli Pidana), Dr. Miko Kamal, SH, LL.M. (Dewan Nasional BHP KSHUMI), Dr. M. Taufik, SH, MH. (Lawyer & Lecture), Drs. H. Abdullah al-Katiri, SH. (Ketua Umum IKAMI), Drs.Wahyudi al Maroky, MSi. (Pembina LBH Pelita Umat), Chandra Purna Irawan, SH, MH. (Ketua DPN LBH PELITA UMAT). Diskusi ILF kali ini di nakhodai oleh Bang Panca Kurniawan, SH, MH.
Sejak Indonesia Merdeka, sudah terjadi pasang surut penerapan ideologi dan konstitusi negara. Saat diproklamiskan 17 Agustus 19545 Indonesia menggunakan Konstitusi UUD 45. Ini hanya bertahan sampai Desember 1949. Selanjutnya Indonesia berubah dengan menggunakan Konstitusi RIS. Ini pun tak bertahan lama, pada tanggal 17 Agustus 1950, Indonesia menggunakan UUDS 50. Kemudian terjadi perubahan lagi dengan dekrit 5 juli 1959, kembali ke UUD 45. Ini cukup bertahan lama hingga datangnya reformasi.
Kemudian ada angin perubahan berhembus di negeri ini tahun 1999 dan kembali mengubah Konstitusi UUD 45. Dalam kurun waktu 1999 sampai 2002 terjadi empat kali perubahan. Perubahan I pada 21 Oktober 1999. Perubahan ke-2 pada 18 Agustus 2000. Perubahan ke-3 pada tanggal 9 Nopember 2001 dan perubahan ke-4 pada tanggal 11 Agustus 2002.
Nasib konstitusi dan ideologi negera kembali terusik di tengah musibah wabah corona kini. Publik dibuat kaget dengan munculnya RUU HIP (haluan Ideologi Pancasila). Banyak pihak yang resah karena RUU ini disinyalir akan memeras Pancasila menjadi TRISILA dan EKASILA. Bahkan tak sekedar memeras, diduga kuat akan mengganti Pancasila, (Pasal 7) dan sekaligus mengubah Konstitusi negeri ini (pasal 4). Ini sekaligus meruntuhkan mitos para penganut paham NKRI HARGA MATI.
Dari dinamika tersebut dapat kita pahami 3 hal penting. Ada upaya mengubah Konstitusi dan mendegradasi ideologi negara. Selain itu ada upaya rezim membuat payung hukum memaksakan kehendak dan membungkam suara publik demi mempertahankan kekuasaannya. Dan yang amat berbahaya adalah membuat negeri ini semakin sekuler bahkan anti agama.
Dari diskusi yang berkembang dapat kita berikan 5(lima) catatan sebagai berikut:
PERTAMA; RUU ini diduga “Mengubah” Konstitusi Negara. Ia mengubah haluan negara dan mengancam NKRI.
Menurut Dr. Miko Kamal, SH, LL.M. (Dewan Nasional KSHUMI), ini “crazy idea”. Pada Pasal 4 itu dapat juga dinilai ‘setara’ dengan UUD (konstitusi), karena terdapat frasa ‘PEDOMAN’ bagi bidang politik, hukum, ekonomi, sosial, budaya, hankam, dll. sebagaimana termuat dalam draft Pasal 4 huruf b :
_"pedoman bagi Penyelenggara Negara dalam menyusun dan menetapkan perencanaan, pelaksanaan, serta evaluasi terhadap kebijakan pembangunan nasional di bidang politik, hukum, ekonomi, sosial, budaya, mental, spiritual, pendidikan, pertahanan dan keamanan yang berlandaskan pada ilmu pengetahuan dan teknologi guna mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang berketuhanan;"_
KEDUA; pada pasal 6, menunjukkan adanya upaya untuk mengganti Pancasila. Jika kita perhatikan, ada perbedaan konsep yang semula sesuai kesepakatan para pendiri bangsa pada sidang PPKI tgl 18/8/1945 akan diubah dan diganti dengan konsep Pancasila yang diajukan Bung Karno dalam pidato sidang BPUPKI 1/6/1945.
Menurut DR. Abdul Chair Ramadan, ada indikasi mengganti konsep pancasila hasil sidang PPKI yang sah pada tanggal 18 Agustus dan termuat dalam pemukaan UUD45. Hal ini nampak pada Keppres 24/2016 tentang hari lahir Pancasila. Dijadikannya tanggal 1 juni sebagai hari lahirnya Pancasila. Padahal konsep pancasila 1 juni 1945 itu sangat berbeda dengan konsep ketika berdirinya negara dalam pembukaan konstitusi 1945.
Senada dengan Chair Ramadan, DR. M. Taufik juga mengungkapkan adanya upaya mengganti pancasila pada RUU HIP. Hal ini nampak dengan menjadikan SENDI POKOK Pancasila adalah KEADILAN SOSIAL. Padahal sebelumnya yang menjadi dasarnya adalah Ketuhanan bukan keadilan sosial. Konstitusi kita menegaskan hal ini pada Pasal 29 ayat (1) _Negara berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa.
KETIGA; Pada pasal 7 nampak ada indikasi memeras dan mengubah Pancasila menjadi Ekasila.
Menurut Ketua Umum IKAMI Abdullah al-Katiri, SH, ada upaya memeras pancasila menjadi ekasila. Hal ini nampak pada Pasal 7 draft RUU ini, yaitu: ¬_pada ayat (3) Trisila sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terkristalisasi dalam EKASILA yaitu GOTONG ROYONG). Jadi intinya adalah gotong royong. Ini dapat dimaknai mengubah Pancasila menjadi ekasila. Tentu RUU semacam ini tak layak, harus di tolak dan harus diungkap siapa dibalik RUU ini.
KEEMPAT; ada upaya mengalihkan isu dengan menuding dan memfitnah pihak lain sebagai yang mau mengganti Pancasila. Mereka berupaya menggantinya sebagaimana nampak pada pasal 4, 6 dan 7, penjelasan di atas. Namun mereka memfitnah umat islam sebagai radikal, teroris, intoleran, anti Pancasila, dll.
KELIMA; sulit menghindari dugaan publik, RUU ini terpapar “virus Komunis”. Semestinya dalam membahas Pancasila, TAP MPRS yang melarang PKI dan ajaran komunis, harusnya dimasukan dalam konsideran. Karena sejarah mencatat beberapa kali PKI yang berpaham komunis telah berkhianat dan memberontak di negeri ini. Namun dalam konsideran itu justru tidak memuatnya.
Walhasil, patut diduga keras RUU ini memuat agenda berbahaya yang bisa menghancurkan Negara. Mengobrak-abrik hukum dan tatanan negara serta mengancam Konstitusi. Oleh karenanya harus di Tolak. Bukan sekedar ditunda pembahasannya, namun harus dibatalkan total.
Selanjutnya harus diungkap aktor dibalik RUU yang membahayakan negeri ini. Semoga Allah menjaga negeri ini dari tangan-tangan jahat yang akan menghancurkannya. Aamiin.
NB; Penulis pernah belajar pemerintahan di STPDN angkatan ke-04 dan IIP Jakarta angkatan ke-29 serta MIP-IIP Jakarta angkatan ke-08.
Post a Comment