Pamit Jadi Aktivis dan Titik Tolak Perubahan (Starting New Normal-2)
Oleh: JusminJuan
(KASTRA Gema Pembebasan Kolaka)
"Seorang bisa belajar dan mempersiapkan revolusi, dengan membuat revolusi dan bukan dengan mendiskusikan revolusi" (Ali Syariati)
Ya...memang legit disaksikan para pejuang dakwah, hampir-hampir lemah bila sudah sampai dipangkal perubahan. Sejatinya revolusi dibangun, dibenahi tidak dengan dibuatkan sepucuk surat yang tidak berarti.
Setiap aktivis merasakan hal yang sama ketika berinteraksi dengan masyarakat, lebih sukar berbicara lembut di depan intelektual yang paham istilah dibanding masyarakat awam terbelakang. Saat kami membangun revolusi, bantahan demi bantahan berkucur. Revolusi tidak didiskusikan panjang, sebaliknya suguhan itu mengajak merawat investasi menuju revolusi.
Penulis tahu betapa sulitnya dakwah perubahan. Sekiranya perlu terngiang dalam pikir kita, hidup dan suasana kehidupan ditempuh hanya dua jalan persimpangan. Iman dan kufur. Sedangkan kekuatan ide dakwahnya, haq dan batil. Serta perintah dakwah adalah amar makruf nahi munkar.
Namun, penulis dikejutkan para aktivis yang di-diskriminasi oleh rezim, Habib Rizieq Shihab, Ust. Felix Siauw, Habib Bahar bin Smith, Bang Ali Baharsyah, Ust. Ahmad Khozinudin, Ust. Abdul Shomad. Kriminalisasi dititik awal periode baru dipemerintahan 2020-2024, sangat jelas dan terang-terangan di muka publik. Benar-benar vulghar, masif dan terencana.
Masih melekat ingatan kaum muslim, diwaktu-waktu pembakaran liwa dan rayah (2018). Dua kalimat syahadat itu dihanguskan dengan yel-yel dan nyanyian semangat. Mendidih darah kaum muslim diperbuatnya.
Jelas bahwa "Rezim tak jalankan Fungsi Hirasatud Din (penjaga agama). Pemimpin tertinggi negeri ini tidak menjalankan fungsi yang semestinya dilakukan. Ketika terjadi penistaan agama, alih-alih dia bertindak tegas, yang dilakukan justru mendukung orang yang menista agama itu." ( Wawancara Jubir HTI - Media ummat edisi 230 - 1440 H )
Padahal, pemimpin yang rusak dan menyesatkan itulah yang menghancurkan kehidupan masyarakat.
Rasulullah Saw bersabda:
"Sesungguhnya yang aku takutkan atas umatku adalah (berkuasanya) para pemimpin yang menyesatkan." (HR. Abu Dawud, al-Tirmidzi, Ahmad dan ad-Darimi)
Catat saja Rezim Anti-Kritik...
Dan mereka berkata, "Ya Tuhan kami, sesungguhnya kami telah menaati pemimpin-pemimpin dan pembesar-pembesar kami, lalu mereka menyesatkan kami dari jalan (yang benar)." (QS. al-Ahzab [33] : 67)
Di sisi lain, meningkatnya keberislaman umat yang semestinya disyukuri, sekarang justru dicurigai. Cap radikal dengan mudah dilekatkan pada siapa saja yang tampak kokoh memegang prinsip Islam. Sebagian tokoh umat lalu dikriminalisasi dengan aneka tudingan. Ormasnya didiskriminasi bahkan dibubarkan. Haruskah kita pesimis melihat itu semua? (Catatan Jubir • al-Wa'ie)
Penistaan agama, pembakaran kalimat Tauhid, kriminalisasi ulama, kriminalisasi aktivis dakwah, pemboikotan ormas, cap radikal, diskriminasi, semrawut covid-19, PSBB, RUU MINERBA, RUU HIP! New Normal? Haruskah kita pesimis melihat ini semua?
Bila itu yang ada dibenak aktivis dakwah, Saya yang pertama kali ingin berkesan: "Saya Pamit Jadi Aktivis Dakwah"....
Tapi tidak untuk aktivis tangguh, muslim ideologis, telah purna mabda dalam dirinya. Bahwa segalanya telah terealisasikan oleh akal mereka, terbentengi oleh tsaqofah, didasari dengan pondasi yang kuat akan perjumpaannya dengan al-Khaliq, Allah azza wa jalla...karena berpulang bukan dengan tangan kosong tapi bersama dengan beban manath taklif di pundaknya.
Karenanya, persiapan generasi memang ruwet, kadang bahasa sendiri bingung untuk dibahas. Makanya mengapa coretan "Pamit Jadi Aktivis" ini saya tulis, sedekar sedikit hangat jempol dan plus memberi attention khusus bagi sahabat aktivis kita yang pernah sebaris digerakan. Mungkin sebagian mereka ada yang sudah jadi artis, youtuber, jurnalis, tukang ojol, atau bahkan bisnisman.
Setiap orang masing-masing berkontribusi pada bidang yang dikuasainya. Sikap hidup seseorang terhadap hidupnya, itu ada beberapa tingkatan.
Tingkatan yang paling rendah adalah apatis. Dia tidak berbuat apa-apa. Dia pasrah saja kemana "air mengalir".
Tingkatan berikutnya adalah positif. Dia berbuat sesuatu. Dia tidak membiarkan dirinya rusak, membusuk sendiri oleh keadaan. Namun, perbuatannya masih menunggu stimulasi. Dia kadang masih bersifat reaktif.
Tingkatan yang lebih tinggi lagi adalah produktif. Dia menghasilkan sesuatu. Dia berpartisipasi pada meningkatnya harkat hidup diri dan lingkungannya.
Tingkatan yang paling tinggi adalah kontributif. Dia menghasilkan sesuatu untuk mengantisipasi keadaan. (Fahmi Amhar, 30 JURUS Mengubah Nasib).
Sedangkan, diantara amanah yang agung dari Allah SWT adalah dakwah.
يَا أَيُّهَا الْمُدَّثِّرُ ( ١ ) قُمْ فَأَنْذِرْ ( ٢ )
"Wahai orang yang berkemul (berselimut)! Bangunlah lalu berilah peringatan!.(QS. al-Muddatstsir[74] : 1-2)
Allah Swt melengkapi pula tata caranya,
ٱدْعُ إِلَىٰ سَبِيلِ رَبِّكَ بِٱلْحِكْمَةِ وَٱلْمَوْعِظَةِ ٱلْحَسَنَةِ ۖ وَجَٰدِلْهُم بِٱلَّتِى هِىَ أَحْسَنُ ۚ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَن ضَلَّ عَن سَبِيلِهِۦ ۖ وَهُوَ أَعْلَمُ بِٱلْمُهْتَدِينَ ( ١٢٥ )
Serulah (manusia) ke jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik, Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.(QS. an-Nahl[16] : 125)
Maka yang baik, dakwah bukan sebuah profesi. Ini harus dicatat bahwa dakwah adalah kewajiban setiap muslim.
Aktivis ataupun bukan aktivis, dakwah tetap dakwah. Wajib akan tetap wajib.
Kewajiban yang agung adalah mengembalikan iffah ummat dengan jalan menegakkan syariat Allah dimuka bumi dengan institusi Khilafah Rasyidah.
Daulah Khilafah ala minhaj an-Nubuwah...
Hanya saja, kondisi yang katanya membaik ini. New Normal, justru Covid-19 menelan Rakyat mentah-mentah. Memberikan kebebasan dan ruang luas bagi penularan covid. Kita dipaksa untuk bersahabat.
"Maka New Normal sejatinya hanya penyesuaian, yang sudah pernah kita lakukan, dan akan terus kita lakukan, bedanya karena Covid-19 ini lebih ekstrim, lebih memaksa". (Ust. Felix Siauw)
"Sesungguhnya manusia itu sangat kanud kepada Tuhannya" (QS. al-Adiyat : 6)
"Kanud adalah orang yang suka menghitung-hitung musibah dan melupakan nikmat-nikmat Allah Swt kepadanya. Semoga kita dijadikan sebagai hamba-hamba-Nya yang pandai bersyukur terhadap nikmat-nikmat-Nya" agar tetap berdakwah dijalannya (Ust. Yuana Ryan Tresna - Ulama pakar Hadits)
Sehingga Sunnatullah harus menyertai aktivis dakwah, setidaknya ada 3 karakteristik responsi Dakwah ditengah ummat :
1). Setuju
2). Tidak Setuju
3). Bodoh amat
إِنَّ ٱللَّهَ مَعَ ٱلَّذِينَ ٱتَّقَوا۟ وَّٱلَّذِينَ هُم مُّحْسِنُونَ ( ١٢٨ )
"Sungguh Allah beserta orang-orang yang bertakwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan. (QS an-Nahl[16] : 128)
Wallahualam bisshawab.(***)
Post a Comment