Header Ads


Upaya Penurunan Stunting di Sultra, Hanya Akan Tuntas dengan Islam

 


Wa Ode Rahmawati (Pemerhati Sosial)

 

Kasus stunting masih menjadi masalah serius yang dihadapi Indonesia, bahkan menjadi problem di setiap wilayah termasuk Sulawesi Tenggara (Sultra). Berdasarkan hasil Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) 2021, Sulawesi Tenggara merupakan salah satu wilayah yang memiliki angka kasus stunting yang tinggi mencapai 30,02 persen. Melansir antaranews.com (24/5/2022), Kepala BKKBN Sultra Asmar menyebutkan, angka ini masih berada di atas rata-rata angka nasional, yakni 24,4 persen.

 

Tingginya angka kasus stunting yang tak kunjung turun, bahkan dalam kurun beberapa tahun terakhir membuat pemerintah berkomitmen untuk menurunkan angka stunting dengan upaya mengendalikan penduduk melalui program keluarga berencana dan berbagai sosialisasi lainnya, mulai program advokasi keluarga hingga pemberian penghargaan bagi keluarga pelopor KB dan akseptor KB.

 

Sebagaimana Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Provinsi Sulawesi Tenggara menggelar sosialisasi pembinaan panduan verifikasi keluarga berisiko stunting dan New Siga. Kegiatan yang dilakukan melalui tim Bidang Advokasi, Penggerakan dan Informasi (ADPIN) tersebut berkoordinasi dengan Dinas Pengendalian Penduduk dan KB Kabupaten Kolaka itu, untuk mendorong penurunan risiko angka stunting. Koordinator bidang APDIN, Agus Salim bersama Sub Koordinator data dan informasi BKKBN Sulawesi Tenggara memberikan panduan kepada peserta yang diikuti oleh Penyuluh Keluarga Berencana (PKB) dan para operator kecamatan se-Kabupaten Kolaka. (http://telisik.id, 30/5/2022)

 

Kegiatan sosialisasi ini, menurut Kepala Dinas Kesehatan Sultra, dr Putu Agustin Kusumawati harus dilakukan secara masif karena tingginya stunting disebabkan oleh kurangnya pengetahuan dan wawasan mengenai bahaya stunting. Pasalnya dengan masyarakat mengetahui bahaya stunting, maka percepatan penurunan stunting di Sultra dapat terjadi. (tribunnews.com, 19/4/2022).

Stunting sendiri merupakan kondisi gagal tumbuh pada anak balita (bayi di bawah lima tahun) akibat dari kekurangan gizi kronis sehingga tinggi badan berkurang dari usianya. Biasanya kondisi ini nampak setelah bayi berusia 2 tahun. Pada umumnya kondisi ini disebabkan asupan gizi pada anak dalam dalam waktu yang panjang tidak sesuai dengan kebutuhannya, yakni 1000 HPK (Hari Pertama Kehidupan) sejak janin hingga anak berusia 2 tahun. Di sisi lain, kurangnya informasi pada masyarakat tentang pentingnya kebersihan diri pada ibu hamil, makanan sehat selama masa pertumbuhan anak dan sebagainya, turut menjadi pemicu stunting tersebut.

 

Secara obyektif, faktor terjadinya stunting tersebut sejatinya beragam, mulai dari pendidikan, terutama ekonomi. Masih banyak masyarakat yang minim pemahaman akan sumber gizi sang buah hati dengan mempercayai banyak mitos yang biasanya melarang ibu hamil dan menyusui untuk mengomsumsi makanan tertentu. Kemungkinan besar makanan tersebut sangat diperlukan ibu dan buah hati. Lebih dari itu, ketidakmampuan keluarga dalam memenuhi kebutuhan pangannya karena perekonomian yang sulit, sehingga alih-alih dapat memenuhi asupan nutrisi yang baik bagi anak-anak, dengan kemiskinan yang melanda makan seadanya harus diterima dengan lapang oleh keluarga di rumah.

 

Maka dalam situasi ini, negara berperan penting untuk memberikan solusi menuntaskan stunting yang terus membayangi anak-anak. Sejauh ini solusi pemerintah hanya berkutat pada sosialisasi dan penyuluhan kesehatan, kemudian menyalurkan bantuan sosial di masyarakat. Itupun tidak merata. Belum lagi akar masalahnya tidak tersentuh negara, yakni pemenuhan kebutuhan pokok bagi rakyat secara menyeluruh, tanpa terkecuali. Sebab pemimpin telah diberikan amanah yang demikian.

 

Namun lagi-lagi tabiat sistem bernegara saat ini, yakini kapitalisme negara berlepas tangan terhadap kebutuhan dasar rakyat. Negara justru mengamini para pemilik modal untuk menguasai hamparan kekayaan dalam negeri untuk menguasainya, sementara rakyat pribumi dibiarkan luntang-lantung hidup miskin tanpa kepastian hidup. Maka wajar jika dalam kondisi kekayaan alam yang melimpah, angka stunting pun tak kalah melimpah, karena pihak yang diharapkan menjadi penjamin seluruh kebutuhan hidup per individu rakyat sekadar bekerja untuk pemodal, bukan rakyat.

 

Sudah seharusnya rakyat mencampakkan sistem yang telah menjanjikan kesengsaraan ini, kemudian mengambil solusi yang dapat menuntaskan masalah stunting yaitu kembali pada Islam. Dalam Islam, segala persoalan diselesaikan secara komprehensif, pemenuhan kebutuhan pokok menjadi tugas utama negara selaku penanggungjawab kehidupan rakyatnya.

 

Negara menyediakan lapangan pekerjaan seluas-luasnya untuk para pencari nafkah agar setiap keluarga memiliki pendapatan yang baik, kemudian dapat memenuhi kebutuhan gizi keluarga, utamanya anak-anaknya. Tidak hanya itu, untuk merealisasikan jaminan pemenuhan terbaik dari negara, maka mengelola hasil sumber daya alam yang merupakan kepemilikan umum untuk mencapai kesejahteraan bagi rakyat. Dengan begitu seluruh kebutuhan rakyat di bawah naungan aturan Islam yang sempurna akan menuntaskan stunting sebagai buah dari persoalan yang lahir dari kapitalisme. Bagaimana saat ini? Andai saja negara mau dikelola oleh Islam, persoalan stunting mestinya dapat teratasi. Wallahu a’lam bi showwab.

 

 

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.