Header Ads


Permasalahan dan Solusi Pelaksanaan Ibadah Haji: Berkaca dari 2023

Ilustrasi jamaah haji


Pelaksanaan Ibadah Haji pada tahun 2023 di Indonesia telah diwarnai oleh beberapa insiden dan masalah yang dihadapi oleh para jemaah haji. Kementerian Agama (Kemenag) telah memprioritaskan penyelesaian dari berbagai permasalahan ini.

Pada tahun 2023, Kemenag mengumumkan bahwa Indonesia mendapatkan tambahan kuota haji sebanyak 8.000. Dengan tambahan tersebut, total kuota haji untuk Indonesia menjadi 221.000, terdiri dari 203.320 kuota jemaah haji reguler dan 17.680 kuota jemaah haji khusus.

Pada saat puncak pelaksanaan haji di Arafah, anggota Tim Pengawas Haji DPR, Hasnah Syam, melaporkan bahwa sejumlah jemaah haji tidak mendapatkan makanan dan minuman selama ibadah wukuf. Beberapa jemaah haji mengaku tidak mendapatkan tenda dan tempat tidur, sehingga mereka terpaksa menghabiskan waktu tanpa perlindungan di Padang Arafah.

Direktur Jenderal Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah (PHU) Kemenag, Hilman, mengkonfirmasi laporan tersebut. Menurutnya, masalah ini terjadi karena kapasitas yang terlalu penuh. Suhu panas yang mencapai 46 derajat Celsius saat pelaksanaan wukuf menyebabkan beberapa jemaah haji pingsan karena kondisi yang tidak nyaman. Beberapa jemaah juga melaporkan kesulitan dalam menemukan jalan pulang. Namun, Hasnah mengkritik lambatnya mekanisme evakuasi yang dilakukan oleh petugas.

Selain itu, jemaah haji juga mengeluhkan masalah toilet yang tersumbat, tenda yang penuh sesak, dan distribusi makanan yang tidak merata. Menanggapi masalah ini, Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas, menyatakan bahwa pihaknya akan mengajukan protes kepada perusahaan penyedia layanan haji di Mina.

Penyelenggaraan haji memerlukan perencanaan yang matang, termasuk dalam mendeteksi masalah yang mungkin timbul selama pelaksanaan. Kondisi ini membutuhkan koordinasi yang kompleks, terutama karena haji melibatkan komunikasi lintas negara. Bagi umat Muslim, ini merupakan masalah penting dan mendasar.

Dalam menghadapi masalah ini, Juanmartin sebagaimana dimuat di muslimahnews, mengatakan bahwa penyelenggaraan haji harus didasarkan pada prinsip pelayanan yang cepat, sederhana, dan profesional. Penyelenggaraan haji oleh negara seharusnya merupakan bagian dari pelayanan negara kepada rakyat. Ibadah haji adalah salah satu pilar dalam agama Islam, dan negara harus memberikan pelayanan yang optimal kepada jemaah.

Penting bagi penyelenggaraan haji untuk mengantisipasi semua kemungkinan yang mungkin terjadi. Evaluasi kekurangan pada tahun sebelumnya juga merupakan hal penting untuk dilakukan. Negara harus berkomunikasi dengan otoritas Arab Saudi untuk memastikan jumlah jemaah yang sesuai dengan fasilitas yang disediakan. Selain memastikan kenyamanan dalam menjalankan ibadah haji, negara juga harus memenuhi semua kebutuhan dasar jemaah dengan pasti dan menyeluruh sebagai bagian dari pelayanan negara kepada rakyat.

Salah satu masalah yang muncul tahun ini adalah karena penambahan kuota. Alasan kapasitas penuh seharusnya telah diantisipasi sejak awal. Dengan antisipasi yang tepat, seharusnya tidak ada masalah seperti tenda yang terlalu penuh, antrian panjang di toilet, atau jemaah yang terlantar di tengah cuaca panas yang ekstrem. Semua masalah ini seharusnya telah dihitung dengan baik sejak awal.

Pelayanan haji dalam Islam perlu dipertimbangkan. Islam memiliki konsep kenegaraan yang khas, di mana penguasa bertanggung jawab sebagai pengurus dan pelindung rakyat. Paradigma dalam sistem Islam adalah memastikan pemenuhan kebutuhan rakyat secara menyeluruh. Negara juga harus melindungi rakyat sebagai perisai pertama. Secara taktis, negara harus menyelenggarakan pelayanan haji secara cepat dan sederhana dengan bantuan tenaga profesional dalam semua aspek penyelenggaraan.

Departemen khusus yang mengurus haji dibentuk dari tingkat pusat hingga daerah. Departemen ini bekerja sama dengan departemen lain, seperti Departemen Kesehatan dalam mengurus kesehatan jemaah, Departemen Perhubungan dalam masalah transportasi, dan tenaga yang dibutuhkan jemaah di lapangan. Semua departemen bekerja sama dalam penyelenggaraan haji.

Permasalahan utama saat ini adalah persatuan wilayah umat Islam. Setelah runtuhnya Kekhalifahan Islam pada tahun 1924, umat Islam terbagi menjadi berbagai negara yang berbeda. Konsep negara-bangsa yang berlaku saat ini membuat penyelenggaraan haji semakin rumit dengan masalah administrasi.

Dalam sistem Islam, Khalifah memiliki otoritas untuk mengatur dan mengkoordinasikan penyelenggaraan haji dari pusat ke daerah. Semua jemaah haji dari seluruh dunia Islam bebas masuk dan keluar Makkah-Madinah tanpa visa. Mereka hanya perlu menunjukkan kartu identitas, seperti KTP atau paspor. Visa hanya berlaku untuk kaum muslim yang bukan warga negara Islam, baik kafir harbi hukman maupun fi'lan. Khalifah juga bertanggung jawab menetapkan kuota jemaah haji bagi umat Islam di seluruh dunia.

Untuk memastikan pemenuhan kebutuhan jemaah saat penyelenggaraan haji, khalifah memastikan tersedianya fasilitas dan infrastruktur yang dibutuhkan jemaah. Tanggung jawab khalifah termasuk menghindari jemaah terlantar. Khalifah bekerja untuk umat dan memastikan pelaksanaan haji berjalan maksimal.

Masalah yang sering muncul dalam penyelenggaraan haji perlu diantisipasi dengan baik. Ibadah haji adalah representasi pengurusan umat Islam di seluruh dunia. Mengatasi masalah yang sering muncul dalam penyelenggaraan haji memerlukan evaluasi tidak hanya secara taktis, tetapi juga dengan paradigma sistem yang sesuai dengan Islam. Penyelenggaraan haji seharusnya dilakukan dengan paradigma Islam yang mewakili persatuan kaum Muslim secara global di bawah kepemimpinan seorang khalifah. [IDN]

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.