DPR dan Tunjangan Mengagumkan, Bagaimana Bisa?
Oleh: Yeni, S.Pd., M.Pd.*)
IndonesiaNeo, OPINI - Kata "DPR" telah menjadi sebuah istilah yang populer bagi masyarakat Indonesia. Istilah ini sangat akrab di telinga publik, terutama saat membahas persoalan politik, tentang pemerintahan, bahkan isu-isu nasional yang menyangkut kebijakan publik. DPR yang katanya merupakan lembaga legislatif di tingkat nasional dengan tugas utama untuk mewakili rakyat dalam menyusun undang-undang, mengawasi jalannya pemerintahan, dan menyetujui anggaran negara, kenyataanya menyimpan sejuta masalah pada jarak antara istilah dan kenyataan. Walaupun dikenal sebagai "wakil rakyat", dalam praktiknya banyak rakyat merasa tidak diwakili. Walaupun DPR hadir di media, tetapi tidak selalu hadir di hati masyarakat. Inilah yang membuat kata "DPR" bisa terasa akrab, namun juga menyisakan luka kepercayaan dihati Masyarakat.
Pasalnya, kala rakyat berjibaku menghadapi lonjakan harga, biaya pendidikan yang makin memberatkan, gaji dan penghasilan yang tak cukup menutup kebutuhan dasar, banyaknya pengangguran yang masih menunggu panggilan kerja, PHK Dimana mana, lapangan kerja yang tidak mudah, para anggota DPR tampaknya hidup di dunia yang berbeda, nyaman dan tak tergoyahkan bahkan mendapatkan insentif yang fantastis. Bagaimana tidak, di balik gaji pokok masyarakat yang masih relatif rendah, para anggota DPR justru menerima tunjangan atau tambahan penghasilan di luar gaji pokok mulai dari tunjangan perumahan, tunjangan komunikasi, tunjangan kehormatan, biaya perjalanan dinas, hingga dana reses. Jika dijumlahkan, total pendapatan resmi mereka bisa melampaui Rp100 juta setiap bulan.
Serangkaian laporan menyatakan bahwa anggota DPR mendapat tunjangan rumah sebesar Rp50 juta per bulan, sehingga pendapatan resmi mereka lebih dari Rp100 juta tiap bulan. Para pengamat menilai hal ini "tidak layak di tengah sulitnya ekonomi masyarakat" dan "tidak sepadan dengan kinerja DPR yang tak memuaskan".
"Warga mendapatkan kesulitan dalam hal hal-hal mendasar, seperti kebutuhan pokok sehari-hari dan ada pajak yang dinaikkan, keputusan soal perumahan ini bukan keputusan yang patut," ujar peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Egi Primayogha kepada BBC News Indonesia, Senin (18/08).
Besaran penghasilan ini terungkap ketika anggota Komisi I DPR TB Hasanuddin menanggapi pertanyaan mengenai sulitnya mencari uang yang halal di parlemen Hasanuddin kemudian membuka penghasilan resmi yang diterimanya melalui gaji pokok, tunjangan rumah, dan tunjangan lainnya yang melebihi Rp100 juta. Meski menampik adanya kenaikan, angka penerimaan ini lebih besar dua kali lipat dibandingkan gaji dan tunjangan anggota DPR periode 2019-2024.
Sekretaris Jenderal DPR, Indra Iskandar menyatakan perbedaan penerimaan para anggota DPR periode lalu dengan saat ini karena adanya tunjangan rumah sebesar Rp50 juta per bulan sebagai pengganti fasilitas rumah dinas.
Sebagai pendukung informasi, tunjangan pihak DPR juga dilaporkan dalam sebuah berita bahwa anggota DPR mendapat tunjangan bensin Rp 7 Juta dan tunjangan beras Rp 12 Juta. Wakil Ketua DPR Adies Kadir menegaskan gaji pokok anggota parlemen periode 2024-2029 tidak naik. Adapun yang mengalami kenaikan adalah komponen tunjangan.
Menurut politikus Partai Golkar ini, selain menerima tunjangan perumahan senilai lebih kurang Rp 50 juta per bulan, mereka juga menerima tunjangan bensin dan beras. “Gaji tidak ada naik, kami tetap terima gaji kurang lebih Rp 6,5 juta, hampir Rp 7 juta,” ucap Adies seusai rapat paripurna, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, pada Selasa, 19 Agustus 2025.
Dia lantas menambahkan, tunjangan yang mereka dapat setiap bulan di antaranya tunjangan beras senilai Rp 12 juta. Angka itu mengalami kenaikan dari Rp 10 juta. Lalu, tunjangan bensin juga naik dari Rp 4-5 juta sebulan menjadi Rp 7 juta. “Walaupun mobilitas daripada kawan-kawan dewan lebih dari itu setiap bulannya, kemudian ada pula tunjangan makan yang disesuaikan dengan indeks saat ini,” kata Adies.
Berdasarkan dua laporan diatas, tentang fakta bahwa anggota DPR menerima berbagai tunjangan dengan total pendapatan lebih dari Rp100 juta per bulan tentu menimbulkan pertanyaan kritis. Bagaimana bisa fasilitas sebesar itu terus mengalir, disaat kondisi rakyat justru dihimpit kebutuhan hidup yang kian berat? dan apakah fasilitas mengagumkan yang mereka peroleh sepadan dengan hasil kinerja mereka?”
Di tengah kondisi ekonomi yang sulit dengan harga kebutuhan pokok yang terus naik, kasus meningkatnya pengangguran yang belum tertangani, dan kualitas layanan publik yang masih jauh dari kata ideal, tentu fasilitas mewah tersebut dinilai sangat tidak sepadan dengan kinerja DPR yang selama ini kerap dipertanyakan. Produktivitas legislasi rendah, banyak undang-undang penting tak kunjung rampung, dan absensi dalam sidang masih menjadi masalah kronis. Belum lagi sejumlah kasus pelanggaran etik hingga dugaan korupsi yang menambah catatan merah lembaga legislatif ini. DPR adalah lembaga yang mewakili rakyat. Namun, gaya hidup dan fasilitas yang mereka nikmati justru semakin menjauhkan mereka dari rakyat yang diwakilinya.
Tugas dan Peran Wakil Rakyat dalam Sistem Demokrasi dan Islam
Salah satu perbedaan yang paling fundamental antara sistem demokrasi dan sistem Islam terletak pada asas yang mendasari aturan dan tugas para wakil rakyat. Dalam sistem kapitalisme yang berlandaskan demokrasi, asas yang digunakan adalah kedaulatan rakyat dengan arti bahwa suara mayoritas menjadi sumber hukum tertinggi, dan peran wakil rakyat adalah menjalankan kehendak rakyat melalui perumusan undang-undang, pengawasan, dan anggaran. Akal manusia dalam bentuk pemikiran mayoritas menjadi penentu arah kebijakan.
Berbeda halnya dalam sistem Islam, yang dibangun di atas akidah Islam sebagai asas utamanya. Semua bentuk kekuasaan dan keputusan wajib tunduk kepada syariat Allah, bukan kehendak manusia semata. Wakil umat dalam sistem Islam tidak sekadar menjalankan kemauan masyarakat, melainkan memastikan bahwa setiap aspirasi dan keputusan tetap berada dalam bingkai hukum Allah. Mereka bukan sekadar perpanjangan suara mayoritas, melainkan penjaga kemurnian syariat dalam kebijakan publik.
Ditinjau dari sisi peran, wakil rakyat dalam demokrasi memegang kekuasaan untuk menyusun hukum, bahkan jika hukum tersebut bertentangan dengan nilai-nilai agama atau moralitas dasar. Proses legislasi sering didasarkan pada kompromi politik, bukan prinsip kebenaran. Adapun dalam sistem Islam, hukum tidak berasal dari produk buah pikiran manusia, melainkan bersumber dari wahyu ilahi. Karena itu, wakil umat—seperti yang duduk dalam majelis syura atau ahlul halli wal ‘aqd bertugas memberi nasihat kepada pemimpin, mengawasi jalannya pemerintahan, dan memastikan syariat ditegakkan sebagaimana mestinya. Mereka tidak menciptakan hukum baru, melainkan menjaga agar seluruh kebijakan tetap sejalan dengan wahyu.
Dalam hal tugas, wakil rakyat dalam demokrasi menjalankan fungsi legislatif yang bebas menetapkan hukum, sedangkan dalam sistem Islam hukum bukanlah produk manusia, melainkan wahyu. Maka, tugas wakil rakyat dalam sistem Islam adalah menasihati penguasa, memberikan masukan, serta memastikan penerapan syariat secara ideal.
Sungguh, dalam islam menjadi pemimpin atau wakil umat adalah amanah besar yang akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah. Tidak ada ruang untuk mencari keuntungan pribadi, karena fokus utamanya adalah mengabdi dan menegakkan kebenaran. sejatinya pada setiap islam memahami bahwa Setiap jabatan akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah, termasuk amanah sebagai anggota Majelis umat, Jabatan tidak akan dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi atau memperkaya diri sendiri. Keimanan akan menjadi penjaga untuk selalu terikat pada aturan syariat.
Oleh karena itu, setiap muslim, termasuk mereka yang mengemban amanah sebagai anggota Majelis Umat, wajib memiliki kepribadian Islam yang kokoh terikat pada syariat dalam setiap ucapan dan tindakan mereka. Dengan semangat fastabiqul khairat, mereka akan menjalankan tugas sebagai wakil umat bukan demi kepentingan duniawi, tetapi demi menegakkan kebenaran dalam bingkai Islam. Dan peran mulia ini hanya akan menemukan bentuk sejatinya dalam naungan sistem pemerintahan Islam melalui institusi Daulah Khilafah.
Wallahu a’lam bishshawab.[]
*) Pemerhati Kebijakan Publik
Post a Comment