Header Ads


Krisis Pengangguran Pemuda: Bukti Kegagalan Kapitalisme dan Urgensi Solusi Islam

Oleh: Rusnawati*) 


IndonesiaNeo, OPINI - Laporan terbaru Bank Dunia dalam World Bank East Asia and The Pacific Economic Update Oktober 2025 kembali menyingkap realitas pahit yang dihadapi generasi muda Indonesia. Data mengejutkan menunjukkan bahwa satu dari tujuh anak muda di Indonesia menganggur, sebuah angka yang mencerminkan kegagalan struktural dalam sistem ketenagakerjaan negeri ini. Kondisi ini semakin ironis ketika Indonesia tengah mengalami lonjakan jumlah penduduk muda yang seharusnya menjadi bonus demografi, namun justru berubah menjadi bencana pengangguran massal (http://www.cnnindonesia.com, 8/10/2025).


Fakta yang Mengkhawatirkan

Bank Dunia mencatat beberapa masalah krusial dalam lanskap ketenagakerjaan Indonesia. Pertama, tingginya angka pengangguran di kalangan pemuda meskipun tingkat penyerapan tenaga kerja secara umum terbilang tinggi. Hal ini menunjukkan adanya ketimpangan struktural yang membuat generasi muda sulit mengakses lapangan pekerjaan yang layak.

Kedua, kesenjangan gender dalam partisipasi angkatan kerja masih sangat lebar, mencapai 15 poin persentase antara perempuan dan laki-laki. Ketiga, dominasi sektor informal dan pekerjaan dengan produktivitas rendah semakin mengukuhkan jebakan kemiskinan di tengah masyarakat. Yang lebih memprihatinkan, kelompok masyarakat rentan yang berpotensi jatuh ke dalam kemiskinan kini lebih besar dibandingkan kelas menengah.

Bank Dunia juga menggarisbawahi kegagalan Indonesia melakukan transformasi struktural. Pangsa lapangan kerja manufaktur hampir tidak berubah dalam tiga dekade terakhir, menandakan stagnasi ekonomi yang kronis. Manfaat perdagangan global pun tidak terdistribusi merata, di mana daerah tertinggal, terdepan, dan terluar justru tidak ikut menikmati keuntungan dari integrasi ekonomi. Ditambah lagi, gangguan rantai pasok global telah memukul pekerja berketerampilan rendah dan sektor informal.


Analisis Akar Masalah

Krisis pengangguran pemuda ini bukanlah fenomena yang berdiri sendiri, melainkan buah dari sistem ekonomi kapitalisme yang diadopsi Indonesia. Dalam sistem kapitalisme, orientasi ekonomi berpusat pada akumulasi modal dan maksimalisasi keuntungan korporasi, bukan pada pemenuhan kebutuhan dasar rakyat dan jaminan lapangan kerja. Negara dalam sistem ini hanya berperan sebagai regulator dan fasilitator bagi investasi swasta, bukan sebagai pengatur dan penjamin kesejahteraan rakyat.

Liberalisasi ekonomi yang digencarkan selama puluhan tahun telah membuat negara kehilangan kendali atas sektor-sektor strategis. Privatisasi dan dominasi korporasi asing mengakibatkan kekayaan alam yang melimpah justru tidak memberikan manfaat optimal bagi rakyat, termasuk dalam penciptaan lapangan kerja. Sistem pendidikan yang kapitalistik juga menciptakan ketidaksesuaian antara output pendidikan dengan kebutuhan pasar kerja, di mana orientasi pendidikan lebih pada kepentingan pasar daripada pembangunan sumber daya manusia yang berkualitas dan berakhlak.

Selain itu, sistem ekonomi berbasis riba (bunga) yang menjadi tulang punggung sistem perbankan dan keuangan kapitalis telah menciptakan konsentrasi kekayaan pada segelintir orang, sementara mayoritas rakyat terjebak dalam lingkaran hutang dan kemiskinan. Investasi lebih banyak mengalir ke sektor-sektor yang menguntungkan secara finansial dalam jangka pendek, bukan pada sektor riil yang menyerap banyak tenaga kerja.


Solusi Islam mengatasi Krisis Pengangguran

Islam menawarkan solusi komprehensif melalui penerapan sistem ekonomi Islam dalam naungan Khilafah. Dalam pandangan Islam, persoalan pengangguran adalah tanggung jawab negara yang harus diselesaikan secara sistemik, bukan diserahkan kepada mekanisme pasar bebas.

Pertama, negara dalam Islam memiliki kewajiban menjamin lapangan pekerjaan bagi setiap warga negara. Rasulullah SAW bersabda: "Imam (khalifah) adalah pemelihara dan pengatur urusan rakyat, dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas urusan rakyatnya" (HR. Bukhari dan Muslim). Negara harus aktif menciptakan lapangan kerja melalui proyek-proyek infrastruktur, industrialisasi, dan pengembangan sektor riil.

Kedua, pengelolaan sumber daya alam dikembalikan kepada negara untuk dikelola bagi kepentingan rakyat. Dalam sistem Khilafah, kepemilikan umum seperti minyak, gas, tambang, dan hutan dikelola negara dan hasilnya didistribusikan untuk kesejahteraan rakyat, termasuk menciptakan lapangan kerja yang masif. Hal ini berdasarkan hadits Nabi SAW: "Kaum muslim berserikat dalam tiga hal: air, padang rumput, dan api" (HR. Abu Dawud).

Ketiga, sistem ekonomi Islam melarang riba yang menjadi sumber eksploitasi dan ketimpangan. Dengan menghapus sistem bunga, aliran modal akan lebih produktif dan berkeadilan. Investasi diarahkan pada sektor riil yang menciptakan nilai tambah dan menyerap tenaga kerja, bukan pada spekulasi finansial yang hanya menguntungkan segelintir pihak.

Keempat, sistem pendidikan Islam dirancang untuk menghasilkan sumber daya manusia yang berkualitas, berakhlak mulia, dan memiliki keterampilan yang sesuai dengan kebutuhan pembangunan. Pendidikan tidak hanya berorientasi pada kepentingan pasar, tetapi pada pembentukan kepribadian Islam dan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Kelima, Khilafah akan menerapkan kebijakan industrialisasi yang mandiri dengan memanfaatkan kekayaan alam dan SDM lokal. Ini akan menciptakan nilai tambah tinggi dan lapangan kerja yang luas. Transformasi struktural dari ekonomi agraris dan ekstraktif menuju ekonomi industri akan dilakukan secara terencana dan komprehensif.

Krisis pengangguran pemuda di Indonesia adalah bukti nyata kegagalan sistem kapitalisme dalam menjamin kesejahteraan rakyat. Solusi tambal sulur yang ditawarkan pemerintah tidak akan mampu menyelesaikan akar masalah yang bersifat sistemik. Hanya dengan menerapkan sistem Islam secara kaffah dalam institusi Khilafah, persoalan pengangguran dan kemiskinan dapat diselesaikan secara tuntas. Islam tidak hanya menawarkan solusi ekonomi, tetapi juga sistem politik, sosial, dan pendidikan yang terintegrasi untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera, adil, dan berkeadaban. Wallahu a'lam bisshawab.[]


*) Pegiat Literasi

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.