Header Ads


JANGAN BAJAK SOSOK MULIA UMAR BIN KHATAB R.A. UNTUK MELEGITIMASI PENCITRAAN MURAHAN DI MUSIM PANDEMI



Oleh : Ahmad Khozinudin, SH
Advokat, Aktivis Pergerakan Islam

Umar bin Khattab R.A. adalah Khalifah kedua yang berkuasa pada tahun 634 sampai 644. Beliau juga digolongkan sebagai salah satu Khulafaur Rasyidin. Beliau juga digelari Amirul Mukminin.
Ketaatan Umar RA kepada Syariat Islam tidak dapat diragukan lagi. Bahkan, karena ketegasannya membela yang hak, menampakan yang bathil, membedakan antara keduanya (Al Hak Dan Al Bathil), beliu digelar Al Farouq.
Umar merupakan salah satu sahabat utama Nabi Muhammad dan juga merupakan ayah dari Hafshah, istri Nabi Muhammad.
Umar R.A. menjadi Khalifah, pemimpin kaum muslimin, Kepala Negara Islam (Khilafah) menggantikan Abu Bakar R.A., Sejak 23 Agustus 634 — 3 November 644
(10 tahun, 72 hari).
Pada masa kepemimpinannya, kekhalifahan menjadi salah satu kekuatan besar baru di wilayah Timur Tengah.
Selain menaklukan Kekaisaran Sasaniyah yang sudah melemah hanya dalam kurun waktu dua tahun (642–644), 'Umar berhasil mengambil alih kepemimpinan dua pertiga wilayah Kekaisaran Romawi Timur.
Perluasan wilayah ini juga diikuti berbagai pembaharuan. Dalam bidang pemerintahan dan politik, departemen khusus dibentuk sebagai tempat masyarakat dapat mengadu mengenai para pejabat dan negara.
Pembentukan Baitul Mal menjadi salah satu pembaharuan 'Umar dalam bidang ekonomi. Segala capaiannya menjadikan 'Umar sebagai salah satu khalifah paling berpengaruh sepanjang sejarah.
Umar R.A. adalah sosok pemimpin yang dekat dan dicintai rakyatnya. Dikabarkan, Umar suatu Ketika bersama Aslam berkeliling Madinah dan menemukan seorang ibu dan kedua anaknya dalam keadaan lapar.
Umar kemudian mengambil sejumlah gandum dan daging di Baitul Mal, memanggulnya sendiri dan menolak bantuan Aslam, asistennya yang ingin menggantikan memanggulkan gandum untuknya.
"Apakah engkau, wahai Aslam mau menggantikan Tanggung Jawab ku kelak dihadapan Allah SWT ? Sungguh, aku Amirul Mukminin, maka akulah yang bertanggung jawab atas keadaan kaum muslimin". Tegas Umar.
Terlepas perbedaan pandangan tentang kesahihan riwayat tersebut, Namun ditengah kaum muslimin telah Ijma' bagaimana Waro' dan sangat cintanya Umar RA kepada rakyatnya.
Dikisahkan pula, pada periode Umar pula bersama Gubernur Amr bin Ash telah sukses menangani masalah pandemi, dengan menerapkan kebijakan Lockdown yang memang diajarkan Nabi SAW.
Amr bin Ash yang telah mendapat mandat penuh dari Khalifah Umar bin Khattab segera menerapkan kebijakan Lockdown, mengisolasi rakyat yang terdampak wabah, mencegah terjadinya kerumunan massa, mengelola dan memenuhi kebutuhan rakyat, melakukan sejumlah relokasi warga ke tempat yang lebih tinggi dengan mempersiapkan infrastruktur dan kebutuhan dasar untuk memenuhi hajat rakyat.
Tidak menunggu waktu terlalu lama, masa Pandemi akibat mewabahnya Tha'un dapat diatasi secara gemilang oleh Pemerintah kekhalifahan Umar Bin Khatab R.A.
Anehnya, hari ini seorang pemimpin yang tidak mentaati Allah SWT dan Rasul-Nya, tidak menerapkan syariat Islam secara kaffah, tidak memperhatikan kebutuhan rakyat, tidak pernah dekat dan tidak pula dicintai rakyat, digambarkan sebagai sosok layaknya Umar bin Khattab RA.
Aksi Presiden Joko Widodo blusukan malam hari di perkampungan di Sempur, Bogor, untuk memberikan bantuan langsung sembako kepada warga pada Minggu (26/4), menjadi pemicu banyaknya kritikan publik, ditengah Kebijakan PSBB dan Physical Distancing.
Jokowi dinilai pencitraan karena urusan bagi sembako harusnya tak perlu presiden turun langsung. Lagi pula aksi itu bisa memicu kerumunan warga di tengah wabah corona.
Namun, anehnya politikus PDIP, Arteria Dahlan, menilai, dalam aksi blusukan Jokowi ada gaya khas kepemimpinan yang sudah lama melekat.
Arteria lalu membandingkan Jokowi dengan kisah sahabat Nabi Muhammad, Umar bin Khattab.
"Kalau dalam perspektif keislaman, kita punya gaya kepemimpinan egaliter sebagaimana telah dicontohkan oleh Khalifah Umar bin Khattab. Tidak bermaksud menyamakan, tapi ada kemiripan-kemiripan dalam hal kepemimpinan mereka," ucap Arteria Dahlan, Jumat (1/5).
Pernyataan ini tentu selain tidak sesuai dengan realita, juga merendahkan sosok Umar bin Khattab RA.
Bagaimanapun mungkin Presiden Joko Widodo mau dipersamakan dengan Khalifah Umar bin Khattab RA ?
Dalam hal Penanganan pandemi Covid-19, Jokowi juga tak mengambil kebijakan sebagaimana diambil Umar Bin Khatab.
Umar bin Khattab menerapkan Lockdown dan menanggung kebutuhan dasar rakyat, bahkan jaminan kebutuhan hidup dasar rakyat ini tidak diberikan Umar bin Khattab RA hanya saat Pandemi.
Sebab, dalam sistem pemerintahan Islam yakni Khilafah, Khalifah berkewajiban menanggung kebutuhan dasar hidup rakyat individu per individu, disetiap masa tidak hanya pada situasi pandemi, berupa jaminan atas ketercukupan kebutuhan sandang, pangan dan papan.
Jokowi dalam mengatasi Covid-19 justru menghindari Lockdown dan hanya menerapkan PSBB, karena tak mau menanggung kebutuhan hidup dasar orang dan hewan ternak, sebagaimana diatur dalam UU jika mengambil opsi Kebijakan Lockdown.
Dalam Kebijakan PSBB, faktanya Jokowi juga menerapkan "semi Lockdown", karena rakyat diminta dirumah, tidak keluar rumah, tidak boleh keluar mencari nafkah, sementara kebutuhan hidup sehari-hari tidak dijamin Pemerintah.
Kebijakan Presiden Jokowi juga carut marut, kepada rakyat diminta tetap dirumah, rakyat tidak boleh mudik, tetapi TKA China, penerbangan luar negeri, masih terus dibebaskan.
Dalam konteks bagi-bagi sembako yang dilakukan Jokowi, juga jauh berbeda dengan apa yang dilakukan oleh Khalifah Umar bin Khattab RA, baik ditilik dari motif, tujuan, serta tata cara pelaksanaannya.
Umar bin Khattab melakukan kunjungan inspeksi mendakak pada malam hari, karena dorongan iman, rasa tanggung jawab pemimpin, kekhawatiran adanya pelayanan yang luput dari pemerintahan yang dipimpinnya.
Umar bin Khattab RA melakukan itu bukan karena tak percaya kinerja aparat birokrasi dan para pejabat bawahannya. Dibawah kepemimpinan Umar RA, banyak sahabat-sahabat Senior yang menjadi pejabat dan juga ikut mengontrol jalannya roda Kekuasaan.
Meskipun sistem pemerintahan telah berjalan, semua laporan telah masuk kepada khalifah, tetapi Umar RA menyadari bahwa yang menjadi Khalifah, Amirul Mukminin, itu dirinya, bukan pejabat bawahannya.
Diakhirat kelak, Umar lah yang akan dimintai pertanggungjawaban sebagai Khalifah, Amirul mukminin, bukan pejabat bawahannya.
Karena dorongan iman dan rasa tanggung jawab yang tinggi itulah, Umar RA berusaha mengerahkan seluruh waktunya, untuk mengecek ulang semua sistem yang berjalan, sampai dirinya merasa kewalahan tak lagi mampu melakukan apapun, pada batas ikhtiar yang maksimal.
Umar RA juga melakukan inspeksi (blusukan) karena rasa ikhlas dan hahya untuk tujuan meraih ridlo Allah SWT.
Umar tak didampingi pengawal lengkap, hanya didampingi seorang Aslam. Umar juga tak membawa kamera untuk mengabadikan aksinya untuk dipamerkan kepada rakyat.
Kisah-kisah keteladanan Umar RA baru kita ketahui dari sejumlah periwayatan, bukan dikabarkan sebagai aksi pencitraan pada saat aksi itu dilakukan.
Adapun aksi Jokowi ? Apa yang dilakukannya hanya murni pencitraan. Jika tujuannya ingin mencukupi hajat rakyat, semestinya Kebijakan itu diberlakukan secara umum, bukan seperti gaya sinterklas, rakyat yang mendapatkan juga karena faktor kebetulan dan keberuntungan saja.
Rakyat yang tak dikunjungi, yang jelas miskin bahkan sangat terdampak akibat Covid-19, tidak dipedulikan.
Kehadiran Jokowi blusukan bersama sejumlah pengawal, diabadikan kamera, dikabarkan kepada seluruh rakyat, lebih mengkonfirmasi sifat riya' (pamer dalam amal), ketimbang sifat mulia seorang pemimpin yang tulus mengunjungi rakyat karena dekat dan mencintai rakyatnya.
Sekali lagi, silahkan Jokowi melakukan pencitraan dengan cara apapun. Tapi maaf, kami umat Islam tidak ridlo sosok Khalifah Umar bin Khattab RA dibajak sebagai padanannya.
Disituasi Pandemi ini, yang dibutuhkan rakyat adalah kebijakan nyata bukan pencitraan. Saya ingatkan kepada pak Jokowi, anda adalah Presiden Republik Indonesia, bukan Capres yang sedang berkontestasi.
Bersikaplah sebagai Presiden, bukan sebagai Capres. [].

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.