Header Ads


Gen Z dalam Lingkaran Setan Judol dan Pinjol: Siapa yang Diuntungkan?

Oleh: Rusnawati*) 


IndonesiaNeo, OPINI - Fenomena generasi muda yang terjerat dalam pusaran judi online (judol) dan pinjaman online (pinjol) bukan sekadar persoalan literasi keuangan atau gaya hidup konsumtif. Ini adalah cerminan sistemik dari bagaimana sistem ekonomi kapitalisme telah menciptakan generasi yang rentan, tereksploitasi, dan dikorbankan demi keuntungan segelintir pihak.


Fakta Mengkhawatirkan

Data menunjukkan kenyataan yang memprihatinkan. Algoritma digital telah menyasar pemuda dengan ekonomi terbatas sebagai pasar empuk. Teknologi AI, khususnya algoritma rekomendasi, menganalisis perilaku digital pengguna muda untuk menyajikan iklan pinjol dan judol secara personal. Bank dan perusahaan fintech berlomba memanfaatkan algoritma pemasaran untuk menjangkau konsumen muda dengan sangat personal, mempromosikan pinjol dan paylater sebagai solusi mengatur keuangan (the conversation.com, 2025).

Hasilnya mengejutkan. Survei mencatat 58% Gen Z menggunakan pinjaman online untuk memenuhi gaya hidup dan hiburan, bukan kebutuhan primer (GoodStats, 2025). Sementara mayoritas Milenial (54%) menggunakan pinjol untuk keperluan rumah tangga, Gen Z justru mengalokasikan pinjaman untuk perjalanan, hiburan, dan fashion (Republika, 2024). Data OJK tahun 2023 bahkan menunjukkan 65 persen dari total uang yang disalurkan aplikasi pinjol digunakan bukan untuk memenuhi kebutuhan primer (VOA Indonesia, 2024).

Lebih memprihatinkan lagi, rekening pinjaman usia muda melonjak drastis. OJK mencatat kelompok usia 19-34 tahun menjadi penerima terbesar kredit pinjol sebesar 54,06 persen atau mencapai Rp27,1 triliun (ANTARA, 2025). Bahkan kalangan di bawah 19 tahun yang baru dua tahun mengantongi KTP juga mulai terlibat dalam pinjol (Datanesia, 2024). Data terkini menunjukkan jumlah rekening pinjol aktif kelompok 19-34 tahun mencapai 11,3 juta rekening atau 59,5% dari total rekening pinjaman perorangan (Datanesia, 2024).

Lebih mengkhawatirkan, rekening anak muda di bawah 19 tahun yang gagal bayar melonjak 815% secara tahunan, dari 2.479 akun menjadi 22.679 akun (LBS Urun Dana, 2025). Kredit macet kelompok usia 19-34 tahun mencapai Rp733 miliar per Mei 2024, lebih tinggi dari kelompok usia 35-54 tahun yang Rp524,6 miliar (Tempo.co, 2024).


Akar Masalah: Sistem Kapitalisme

1. Himpitan Ekonomi sebagai Jalan Pintas

Sistem kapitalisme menciptakan kesenjangan ekonomi yang memaksa sebagian generasi muda mencari jalan pintas. OJK mengungkap rendahnya literasi keuangan Gen Z usia 15-17 tahun membuat mereka rentan menjadi korban pinjol dan judol (detikSumut, 2024). Namun akar masalahnya bukan sekadar literasi. Generasi muda menghadapi kondisi ekonomi yang lebih buruk dibanding baby boomer di usia yang sama, dengan gaya hidup kelas menengah yang tidak diimbangi kemampuan finansial (detikEdu, 2024).

Kepala Eksekutif OJK, Friderica Widyasari Dewi, menyebutkan banyak generasi muda terjebak pinjol karena mengambil utang untuk kebutuhan konsumtif dan keperluan yang tidak bijaksana, didorong prinsip hidup YOLO (You Only Live Once) dan FOMO (Fear of Missing Out) (detikEdu, 2024). Namun ini bukan sekadar masalah perilaku individu. Menteri Keuangan Sri Mulyani mengakui Gen Z dihadapkan dengan tantangan gaya hidup konsumtif yang diagungkan di media sosial, membuat mereka kesulitan membedakan kebutuhan dan keinginan (Kompas, 2023).

Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda, menjelaskan perilaku konsumtif generasi muda tidak diiringi peningkatan pendapatan yang signifikan, terutama untuk memenuhi kebutuhan leisure seperti menonton konser dan traveling (VOA Indonesia, 2024). Ketika dana habis dan kecanduan judol terlanjur mengikat, banyak orang beralih ke pinjol ilegal untuk mendapat modal bermain berikutnya (Kementerian PAN-RB, 2025). Ini menciptakan lingkaran setan: judol dan pinjol bagaikan dua sisi mata uang yang sama.


2. Kegagalan Negara Melindungi Generasi

Negara gagal melindungi generasi dari jeratan kapitalisme digital. Nilai-nilai sekuler dan materialis dalam sistem pendidikan membuat generasi rentan pada tindakan spekulatif dan berisiko. Direktur Celios menilai kurikulum pelajaran sekolah kurang terintegrasi dengan literasi keuangan dan perkembangan dunia digital, membuat pelajar gagap ketika lulus (VOA Indonesia, 2024).

OJK mencatat hampir seperempat korban judol berasal dari kaum muda seperti pelajar dan mahasiswa. Meski pemerintah telah memblokir 5,7 juta konten judol hingga Januari 2025, pengguna judol tetap meningkat dengan 8,8 juta orang terlibat dan perputaran uang mencapai Rp283 triliun. Untuk pinjol, pada Januari-Maret 2025 pemerintah memblokir 1.123 pinjol ilegal (theconversation.com, 2025).

Data OJK menunjukkan 35 persen laporan korban pinjol ilegal berasal dari usia di bawah 25 tahun, dengan penyebab utama adalah kebutuhan mendesak, sifat konsumtif, dan kemudahan akses (KabarMakassar, 2024). Namun regulasi masih lemah. Indonesia belum memiliki regulasi tegas dan terperinci untuk mengatur AI dalam konteks judol dan pinjol (theconversation.com, 2025).


3. Platform Digital: Keuntungan di Atas Keselamatan

Ruang digital dikuasai logika kapitalisme yang menjadikan platform fokus pada kebiasaan pengguna, bukan keselamatan mereka. Algoritma rekomendasi menganalisis perilaku digital untuk menyajikan iklan yang telah dipersonalisasi di berbagai platform yang sering dikunjungi pengguna. Pasal 7 regulasi Tiongkok melarang algoritma yang menyebabkan adiksi, dan Pasal 12 melarang manipulasi peringkat yang merugikan pengguna (theconversation.com, 2025).

Namun Indonesia hanya memiliki Surat Edaran Menkominfo Nomor 9 Tahun 2023 tentang panduan etika AI di fintech yang sifatnya "soft regulation" tanpa kekuatan hukum mengikat. Bank dan fintech berlomba menawarkan produk keuangan digital dengan teknologi canggih dan algoritma pemasaran yang sangat personal. Hasilnya, generasi muda menjadi pasar yang tereksploitasi demi keuntungan korporasi.


Solusi dalam Perspektif Islam

Islam menawarkan solusi komprehensif yang menyentuh akar masalah, bukan sekadar tambal sulam seperti yang dilakukan sistem kapitalisme.


1. Sistem Ekonomi Islam: Jaminan Kesejahteraan

Dalam sistem ekonomi Islam, negara (Khilafah) menjamin kesejahteraan seluruh rakyatnya secara individu per individu, termasuk generasi muda. Negara bertanggung jawab memastikan setiap warga negara terpenuhi kebutuhan pokoknya (sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan, keamanan) secara layak.

Rasulullah SAW bersabda, "Seorang pemimpin adalah pengurus rakyatnya dan dia akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang diurusnya" (HR. Bukhari dan Muslim). Ketika kebutuhan pokok terjamin, generasi muda tidak akan terdorong mencari jalan pintas melalui pinjol atau judol.

Islam mengharamkan riba dalam segala bentuknya. Allah SWT berfirman, "Orang-orang yang memakan riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan" (QS. Al-Baqarah: 275). Pinjol dengan bunga tinggi mencapai 12-24 persen per bulan adalah praktik riba yang jelas diharamkan. Dalam sistem Islam, tidak ada tempat bagi pinjol berbunga yang menjerat masyarakat dalam lingkaran utang.


2. Pendidikan Islam: Membentuk Kepribadian

Sistem pendidikan Islam membentuk kepribadian Islam pada generasi sehingga mereka menyandarkan perbuatannya pada halal-haram, bukan manfaat materi semata. Kurikulum pendidikan Islam mengintegrasikan nilai-nilai Islam dalam setiap aspek pembelajaran, membentuk pola pikir dan pola sikap yang berlandaskan akidah Islam.

Generasi Muslim dididik untuk memahami bahwa tujuan hidup adalah meraih ridha Allah, bukan mengejar kesenangan duniawi tanpa batas. Allah SWT berfirman, "Dan kehidupan dunia tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu" (QS. Ali Imran: 185). Dengan pendidikan seperti ini, generasi muda tidak akan mudah tergiur FOMO atau YOLO yang mendorong perilaku konsumtif berlebihan.

Praktik penerapannya mencakup: (a) Integrasi nilai halal-haram dalam setiap mata pelajaran, bukan hanya pelajaran agama; (b) Pembentukan karakter qana'ah (merasa cukup) dan zuhud (tidak terikat dunia); (c) Penguatan pemahaman tentang bahaya riba, judi, dan transaksi haram; (d) Pendidikan literasi keuangan syariah sejak dini yang mengajarkan cara mengelola harta sesuai syariat.


3. Infrastruktur Digital: Melindungi dari Konten Merusak

Infrastruktur digital dalam Khilafah dibangun di atas paradigma Islam yang mampu melindungi generasi dari konten merusak, normalisasi maksiat, dan kriminalitas. Negara memiliki kewenangan penuh mengatur ruang digital berdasarkan syariat Islam.

Dalam praktiknya: (a) Platform digital wajib tunduk pada aturan syariat, tidak boleh mempromosikan hal-hal haram seperti judol dan pinjol riba; (b) Algoritma dirancang untuk melindungi pengguna, bukan mengeksploitasi kelemahan mereka; (c) Konten yang bertentangan dengan syariat diblokir secara permanen dengan sistem yang efektif; (d) Perusahaan teknologi yang melanggar akan mendapat sanksi tegas hingga pencabutan izin operasi.

Rasulullah SAW bersabda, "Barangsiapa yang melihat kemungkaran, hendaklah ia mengubahnya dengan tangannya (kekuasaan). Jika tidak mampu, maka dengan lisannya. Dan jika tidak mampu, maka dengan hatinya" (HR. Muslim). Negara memiliki kekuasaan untuk mengubah kemungkaran di ruang digital, tidak hanya mengandalkan pemblokiran yang mudah disiasati.


4. Pembinaan Generasi Muslim

Generasi Muslim harus memahami identitasnya sebagai Muslim dan sebagai pembangun peradaban melalui pembinaan Islam dan aktivitas dakwah bersama kelompok dakwah Islam ideologis. Pembinaan ini dilakukan melalui halaqah, daurah, dan aktivitas dakwah yang intensif.

Dalam praktiknya: (a) Generasi Muslim dibina untuk memahami Islam secara kaffah (menyeluruh), bukan hanya ritual ibadah; (b) Mereka dididik untuk menjadi agent of change yang mengubah masyarakat sesuai nilai Islam; (c) Dakwah Islam ideologis mengajak umat kembali pada sistem Islam (Khilafah) sebagai solusi hakiki; (d) Generasi Muslim dilatih untuk kritis terhadap sistem kapitalisme dan segala turunannya.

Allah SWT berfirman, "Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang makruf dan mencegah dari yang munkar" (QS. Ali Imran: 104). Generasi Muslim yang terbina dengan baik akan menjadi benteng pertahanan dari infiltrasi nilai-nilai kapitalisme yang merusak.


Penutup

Fenomena generasi muda yang terjerat judol dan pinjol adalah bukti nyata kegagalan sistem kapitalisme dalam melindungi generasi. Algoritma digital menyasar mereka yang ekonominya terbatas, 58% Gen Z menggunakan pinjol untuk gaya hidup dan hiburan, dan rekening pinjaman usia muda melonjak drastis. Semua ini adalah hasil dari sistem yang mengutamakan profit di atas kemanusiaan.

Islam menawarkan solusi komprehensif: sistem ekonomi yang menjamin kesejahteraan, pendidikan yang membentuk kepribadian Islam, infrastruktur digital yang melindungi dari konten merusak, dan pembinaan generasi Muslim yang kuat. Hanya dengan kembali pada sistem Islam (Khilafah) yang diterapkan secara kaffah, generasi muda akan terselamatkan dari jerat judol, pinjol, dan segala bentuk eksploitasi kapitalisme.

Wallahu a'lam bis-shawab.[]


*) Pemerhati Masalah Umat

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.