Kisruh Program MBG, Cermin Kegagalan Sistem Kapitalis
Oleh: Tyas Ummu Amira*)
IndonesiaNeo, OPINI - Program Makan Bergizi Gratis (MBG) telah berjalan sejak Bapak Prabowo Subianto dilantik menjadi Presiden RI pada Senin, 6 Januari 2025. Program ini merupakan upaya pemerintah untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui penguatan gizi bagi anak sekolah. Selain itu, program ini juga bertujuan untuk memberdayakan UMKM dan ekonomi kerakyatan serta mendorong pertumbuhan ekonomi.
Presiden Prabowo Subianto menegaskan komitmennya dalam mengatasi masalah stunting di Indonesia. Memberi makan bergizi secara gratis untuk seluruh anak-anak Indonesia, termasuk yang masih dalam kandungan ibu dan selama masa sekolah, dinilai sebagai jawaban untuk segera menuntaskan masalah stunting. Sejak menjabat, Presiden Prabowo langsung memprioritaskan penerapan program makan bergizi gratis untuk anak-anak Indonesia (Setneg.go.id, 16/12/25).
Di tengah perjalanannya, program MBG ini ternyata menimbulkan sejumlah masalah, salah satunya maraknya kasus keracunan. Realisasi program MBG di lapangan justru mengancam kesehatan pelajar. Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) mencatat korban keracunan hingga 19 Oktober 2025 sebanyak 13.168 anak (Tempo.co, 20/10/25).
Permasalahan tersebut merupakan cermin kegagalan sistem selain Islam, yakni sistem kapitalis yang diterapkan saat ini. Sistem ini berasas sekuler yang memisahkan agama dari kehidupan. Akibatnya, norma agama tidak dijadikan patokan dalam menjalankan aktivitas kehidupan, termasuk dalam pelaksanaan program MBG. Padahal, penyediaan makanan seharusnya menjadi kewajiban dasar negara bagi seluruh warga negara, tidak terbatas hanya pada pelajar.
Program MBG ini tampak sarat berbagai kepentingan dan dijadikan program yang dielu-elukan untuk menampilkan citra baik di mata masyarakat. Namun, jika melihat fakta di lapangan, banyak kisruh yang terjadi, mulai dari kualitas makanan, pengadaan makanan yang sempat terhenti, hingga banyaknya siswa yang mengalami keracunan. Hal tersebut wajar terjadi karena dalam sistem kapitalis, keuntunganlah yang menjadi prioritas utama, meskipun harus mempertaruhkan keselamatan jiwa. Dana yang digelontorkan pun berpotensi menjadi lahan basah bagi praktik KKN.
Transparency International Indonesia (TII) merilis laporan terbaru bertajuk “Risiko Korupsi di Balik Hidangan Makan Bergizi Gratis” yang menyoroti tingginya kerentanan korupsi dalam pelaksanaan program MBG melalui pendekatan Corruption Risk Assessment (CRA). Kajian ini menunjukkan bahwa MBG tidak hanya berisiko gagal dalam implementasi, tetapi juga membuka ruang terjadinya korupsi sistemik akibat lemahnya tata kelola, berkelindannya konflik kepentingan, serta praktik pengadaan barang dan jasa yang tidak akuntabel (ti.or.id, 30/06/25).
Dalam sistem ini, pemilik modal memiliki kendali yang kuat terhadap berbagai kebijakan. Alhasil, berbagai polemik pun muncul sebagai dampak dari sistem yang rusak ini. Dari sini, dibutuhkan perubahan sistem yang benar-benar mampu menyejahterakan rakyat ketika diterapkan. Sistem tersebut adalah sistem Islam, di mana negara-negara Muslim akan bersatu di bawah satu kepemimpinan untuk menerapkan aturan Islam secara menyeluruh, yakni Khilafah.
Khilafah merupakan sistem pemerintahan yang menerapkan hukum-hukum syariat Islam di seluruh lini kehidupan, dengan dipimpin oleh seorang Khalifah. Dalam sistem ini, Khalifah memikul beban tanggung jawab yang luar biasa dan menjalankannya dengan penuh keimanan serta ketakwaan.
Rasulullah saw. bersabda:
“Imam adalah pengurus rakyat dan ia akan dimintai pertanggungjawaban atas rakyat yang diurusnya.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Dalam kitab Asy-Syakhshiyah al-Islamiyah Juz II halaman 158, Syekh Taqiyuddin an-Nabhani menjelaskan bahwa tanggung jawab penguasa terkait hal-hal yang wajib dipenuhi dalam dirinya sebagai penguasa tampak jelas dalam hadis-hadis yang disampaikan Rasul saw. mengenai sifat-sifat penguasa. Di antaranya yang paling menonjol adalah kekuatan, ketakwaan, kelemahlembutan terhadap rakyat, serta tidak menimbulkan antipati.
Pada masa kenabian, Nabi ﷺ dan para sahabat sering memberi makan para ahlus shuffah, yaitu kelompok fakir miskin yang tinggal di selasar Masjid Nabawi. Kebiasaan mulia ini terus berlanjut pada masa sahabat hingga Kekhalifahan Utsmaniyah.
Dalam kitab Tarikh Khalifah Umar bin Abdul Aziz, Ibnu Abdil Hakam menyebutkan bahwa Khalifah mendirikan dapur umum untuk memastikan tidak ada satu pun rakyat yang kelaparan di bawah pemerintahannya. Pada masa Kekhalifahan Utsmaniyah, layanan makan bergizi gratis telah diterapkan melalui pendirian imaret (dapur umum) berbasis wakaf yang dibangun sejak abad ke-14 hingga abad ke-19.
Imaret pertama kali didirikan di Iznik Mekece oleh Sultan Orhan. Seluruh imaret diwajibkan menyiapkan makanan untuk didistribusikan secara gratis kepada masyarakat dari berbagai latar belakang, seperti pengurus masjid, guru, murid, pelancong, serta penduduk lokal yang membutuhkan.
Demikianlah gambaran penyediaan pangan dalam sistem yang sahih dan menyejahterakan rakyatnya.
Wallahu a‘lam bish-shawab.[]
*) Pemerhati Anak dan Remaja


Post a Comment