Kapal Asing Melenggang; Inkonsisten Kebijakan Penanganan Corona?
Oleh: Lina Revolt (Aktivis Muslimah Baubau)
Ditengah gencarnya upaya dalam memtutus penyebaran covid 19. Media di Sultra merilis pemberitaan tentang masuknya Kapal Asing yang memuat aspal diteluk pasarwajo, Kabupaten Buton. Diketahui kapal tersebut milik singapura dan berisi 20 ABK berasal China.
Bupati Buton La Bakry sudah mengklarifikasi terkait kapal asing tersbut. Ia mengungkapkan jika kapal asing tersebut sudah mendapat izin dari sejumlah pihak terkait. Rencananya kapal tersebut akan memuat aspal buton. La Bakry menagatakan bahwa meski diizinkan muat akan tetapi tetap dalam pemantauan gugus tugas covid 19. Para ABK dilarang turun dari kapal. Ia menambahkan bahwa kapal tersebut tidak perlu ditolak karena berkaitanan dengan perputaran ekonomi di Buton,tangkasnya. (Publiksatu.com,20/4/20)
Mengurai Masalah
Hadirnya kapal asing ini, tentu menuai tanda tanya di masyarakat. Apalagi Gugus Tugas Percepatan Penanganan (GTPP) Covid-19 Sulawesi Tenggara (Sultra) telah mengkategorikan 6 kabupaten serta 2 kota di Sultra masuk zona merah. Mereka adalah Kota Kendari, Kota Baubau, Kabupaten Muna, Konawe, Konawe Selatan (Konsel), Kolaka, Kolaka Utara serta Kolaka Timur, sebagaimana dilansir dari beritakotakendari.com( 29/4/20).
Bukannya seharusnya pemerintah lebih mengutamakan keselamatan masyarakat? Lalu mengapa pemerintah seolah tidak mampu menolak hadirnya kapal asing tersebut?
Jika ditelisik, mengapa pemerintah masih memberi izin masuk kapal asing ditengah masa pendemi? Seolah kebijakan saling tumpang tindih Di satu sisi ingin memutus rantai penyebaran wabah, di sisi lain memberikan ruang bagi keluar masuknya kapal asing di perairan Sultra. Pemberian izin ini, jadi nampak inkosisten dengan kebijakan pencegahan wabah.
Maka, tidak berlebihan jika ini berkaitan dengan adanya intervensi asing atas kebijakan negeri anoa ini. Mengingat Asing banyak menguasai SDA Sultra termasuk Aspal buton. Sehingga, pemerintah sulit menghalangi saat para investor ingin mengangkut hasil tambang tersebut, meski dalam kondisi pandemi. Hal ini wajar, mengingat Sulawesi tenggara adalah salah satu daerah basis tambang yang menjadi primadona bagi para investor asing untuk berinvestasi.
Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Sulawesi Tenggara (Sultra), menyebutkan bahwa nilai investasi di Sultra, sepanjang 2019 mencapai Rp17,1 triliun. Sungguh jumlah yang fantastis. Termasuk didalaminya, investasi dalam pengelolaan aspal buton. Meski atas nama BUMN PT Wijaya Karya Bitumen, namun sebagian besar pemilik sahamnya adalah asing.
Tidak ada makan siang gratis dalam investasi. Investasi Cina misalnya diberikan dengan berbagai syarat yang harus dipenuhi. Begitu juga dengan investasi yang didapat dari negara lainnya, seperti Singapura.
Akhirnya, Pemerintahpun terjebak dilema, ujung-jungnya keselamatan rakyat yang dikorbankan. Investasi asing menjadikan ketergantungan ekonomi pada negara lain. Seolah jika diberi izin mengangkut aspal, maka akan membuat ekonomi menjadi sulit.
Sejatinya investasi hanyalah alat bagi negara-negara kaya untuk menguasai kekayaan negara lain dan mneyetir sesuai keinginanan mereka.
Abdurrahman al-Maliki dalam Politik Ekonomi Islam mengemukakan, sesungguhnya pendanaan proyek-proyek dengan mengundang investasi asing adalah cara yang paling berbahaya terhadap eksistensi negeri-negeri lain.
Makin besar dana yang dikeluarkan para investor maka makin kuat cengkramana mereka terhadap wilayah tersebut.
Kekayaan Alam negeri ini jika dikelola dengan baik, sangat memungkinkan bangsa ini memiliki kemandirian ekonomi, bahkan bisa melampaui negara- negara lain. Kekayaan alam melimpah ruah, bahkan negeri ini mendapat julukan Zamrud Khatulistiwa. Namun, hal itu sulit diwujudkan selama bangsa ini masih mengadobsi sistem kapitalisme demokrasi. Karena sejatinya sistem inilah yang menyebabkan negeri ini terjajah secara ekonomi dan politik.
Memutuskan Wabah Tanpa Dilema
Bukan Aturan Allah namanya, jika tidak punya solusi. Bagaimana Islam mampu memutuskan wabah tanpa khawatir berdampak pada perekonomian?
Islam sebagai Agama yang rahmat, tidak hanya mengatur urusan ibadah saja. Namun mampu menyelesaikan seluruh masalah manusia.
Dalam penananganan wabah, Khalifah sebagai pemimpin umat Islam tidak akan membiarkan wabah berlangsung lama melanda. Karena Khalifah adalah Raa'in (Penggembala) Sekaligus sebagai junnah (Perisai) bagi rakyatnya.
Rasulullah Saw bersabda:
"Pemimpin masyarakat adalah pemelihara dan dia bertanggung jawab atas urusan rakyatnya" (HR. Al - Bukhari)
Khalifah akan menetapkan kebijakan yang tak terbayangkan oleh negara manapun saat ini. Dalam Islam semua rakyat akan diminta melakukan pemeriksaan, baik terindikasi atau tidak, baik yang sehat maupun yang sakit. Hal ini akan memudahkan untuk mengetahui berapa jumlah yangnl terinfeksi dan berapa jumlah yang sehat. Lalu mereka akan dipisahkan yang sakit akan dikarantina di suatu tempat dan dilarang keluar,sementara yang diluar dilarang masuk.
Selama karantina negara akan memenuhi semua kebutuhan mereka. Jadi, tidak khawatir mati kelaparan. Sementara yang sehat dibiarkan tetap produktif seperti hari-hari biasa tanpa kahwatir akan tertular.
Islam juga akan melarang masuknya asing, apalagi jika negara tersebut terdampar wabah. Negara juga tidak perlu khawatir terdampak ekonomi karena Islam memiliki kemandirian dalam perekonomian. Negara islam tidak akan menyerahkan pengelolaan kekayaan negara kepada asing. Negara akan mengelola. sendiri sumber daya alam yang ada demi kesejahteraan rakyat.
Sehingga saat wabah melanda, negara tidak bergantung pada negara lain. Untuk anggaran penanganan wabah dalam negara Islam, dikutip dari Kitab Sistem Keuangan karya syaikh Abdul Qadim Zallum, pada Bab Belanja Negara, dijelaskan bahwa didalam negara khilafah sudah ada seksi khusus yang menangani bencana, termasuk wabah, yang disebut dengan Seksi Gawat Darurat (Ath-Thawaari). Seksi ini bertugas mengatur anggaran penanganan wabah dan memberikan bantuan kepada rakyat atas setiap kondisi darurat/mendadak seperti bencana alam dan wabah. Pos anggaran diambil dari baitul mal dari pos fai dan kharaj, dan harta kepemilikan umum.
Jika pos ini kosong maka negara akan meminta kerelaan dari para aghnia (orang-orang kaya dari kaum muslimin) untuk memberikan infaq terbaiknya. jika benar-benar terjadi kekosongan baitul mal. Barulah negara memungut pajak dari orang -orang kaya saja untuk memenuhi pos ini.
Disaat pandemi Covid-19 melanda ini, sudah seharusnya pemerintah bercermin pada Islam. memaksimalkan Sumber daya alam yang melimpah sebagai sumber dana penanggulangan wabah. Sudah seharusnya kebijakan pemerintah lebih mengutamakan keselamatan masyarakat daripada kepentingan asing. Sudah saatnya pemerintah mengakaji ulang. kebijakan investasi asing pada sektor pengelolaan SDA negeri ini. Bukannya menjadikan ekonomi bangkit, malah membuka jalan terjadinya intervensi asing dalam setiap kebijakan, termasuk dalam kondisi pamdemi sekalipun. Wallahualam bishawab.(*)
Post a Comment