Ke Sana Perubahan Kita!
Oleh: Sunarwan Asuhadi
(Ketua MASIKA ICMI ORDA Wakatobi)
(Ketua MASIKA ICMI ORDA Wakatobi)
Beberapa hari terakhir ini, ramai orang bicara tentang tema-tema perubahan, seiring Covid-19 ini. Bahkan selevel seismolog dan rektor.
Sebelumnya, ada seismolog observatorium Kerajaan Belgia di Brussel, Thomas Lecoq. Ketika mengomentari perubahan kondisi udara perkotaan yang membaik pasca lockdown atau pembatasan lainnya di masa pandemi Covid-19 ini.
Ia mengatakan: "Ini seolah-olah bumi di 'reset' atau diputar kembali".
Terakhir, sebagaimana dilansir oleh mediaindonesia.com (28/04/2020). Pada kolom opininya, memuat tulisan Rektor Institut Pertanian Bogor (IPB) periode 2017-2022, Prof. Arif Satria.
Artikelnya berjudul: Install Ulang Tata Kehidupan.
Menurutnya, instal yang pertama: instal ulang tata kehidupan ekologis, kedua: instal ulang tata hidup sehat, ketiga: instal ulang tata kehidupan sosial ekonomi, keempat: instal ulang tata kehidupan para pembelajar, dan kelima: instal ulang kehidupan spiritual.
Pada bagian akhir tulisannya, sang Prof., seakan memberikan penegasan:
“Mungkin inilah cara Tuhan meminta kita untuk menginstall ulang tata kehidupan kita, agar kita makin bersyukur atas nikmat alam, nikmat kesehatan, nikmat ilmu, dan nikmat iman.”
Tulisan beliau merupakan hasil refleksi yang mendalam. Bahkan mewakili pencermatan dan solusi berpikir secara kelembagaan, berdasarkan eksistensi dan pengalaman beliau selama menjadi seorang akademisi.
Beliau memberikan kita sudut pandang perubahan –instal ulang tata kehidupan—dengan memasukan unsur-unsur kesadaran akan adanya pencipta. Sebuah sudut pandang –secara implisit-- yang membebaskan dari sekulerisme.
Hanya saja, beliau hanya memberikan formulasi perubahan “di bagian atas”.
Beliau tidak membuka “landasan” perubahan yang diharapkan.
Memangnya, ada apa dengan landasan perubahan?
Oleh karena, tidak mungkin terjadi: instalasi tata kehidupan ekologis, tata hidup sehat, tata kehidupan sosial ekonomi, tata kehidupan para pembelajar, dan tata kehidupan spiritual, tanpa landasan politik.
Oleh karena itu, untuk menerapkan cara pandang beliau memerlukan gagasan “tata ulang kehidupan politik”.
Kenapa?
Kalau ekonomi dikenal sebagai the prince of social science, maka politik adalah the king of social science. Makna “politik” seperti ini, relevan dengan cara pandang Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani.
Beliau memaknai politik sebagai pengaturan urusan umat, baik di dalam ataupun di luar negeri. Pengertiani ini dapat digunakan untuk semua sistem politik. Perbedaannya hanyalah dari sisi penggunaan aturan dan hukum di masing-masing negara, sesuai dengan ideologi yang dianutnya.
Dengan dasar politiklah: ekonomi, sosial, lingkungan, termasuk hukum ditegakkan.
Namun, implementasi landasan politik negara-negara di dunia memerlukan dukungan lingkungan politik global. Ibnu Khaldun telah mengingatkan kita sejak 643 tahun yang lalu (1377) melalui buku Al-Muqaddimah.
Beliau mengatakan: bangsa terjajah selalu mengikuti mode penjajah: baik dalam slogan-slogan, gaya busana, agama dan keyakinan, serta berbagai aktivitas dan perilaku mereka.
Sebagaimana saat ini, walaupun tidak terjajah secara fisik, tapi terjajah secara pemikiran.
Oleh karena itu, mekanisme instalasi tata kelola yang diharapkan oleh Prof. Arif Sarita, akan optimal hanya dengan tersedianya landasan politik yang mendukung.
Maka tak mengherankan –dalam konteks global-- Francis Fukuyama, pernah dengan suka cita mengumumkan demokrasi liberal (baca: ideologi kapitalisme) yang dipraktekkan Amerika Serikat (AS) sebagai akhir sejarah –sebuah klaim atas kemenangan kapitalisme terhadap ideologi lainnya-- setelah runtuhnya komunisme di Uni Sovyet tahun 1991.
Fukuyama sangat optimis dengan kapitalisme yang akan menjadi ruh pembangunan bagi semua negara di dunia.
Namun, hanya berselang 18 tahun, tepatnya pada akhir 2007, terjadi krisis finansial di AS -- Subprime Mortgage. Krisis tersebut memvalidasi kapitalisme. Sekaligus menandai adanya masalah besar pada liberalisme dan kapitalisme.
Pada akhirnya, Francis Fukuyama merevisi pembelaannya terhadap kapitalisme. Ia pun sadar akan kelemahan ekonomi pasar bebas yang dipraktekkan oleh liberalisme dan kapitalisme selama ini. Yang telah menghilangkan peran pemerintah.
Saat ini, berbagai konstraksi terjadi menguji kapitalisme, langsung di jantung kekuasaannya, yakni AS. Termasuk kekuasaan kapitalisme Timur, Cina. Terakhir dan terparah adalah ujian Covid-19 kali ini.
Kondisi ini mengingatkan kita terhadap tesis Fukuyama di atas, bahwa yang benar bukan The End of History, tetapi yang mungkin adalah The End of Capitalism.
Sementara itu, mantan Menteri Luar Negeri AS, Henry Kissinger, dalam sebuah artikel di Wall Street Journal, memberikan pernyataan terkait pandemi Corona akan mengubah sistem global selamanya.
Menurutnya kerusakan yang disebabkan oleh pandemi virus Corona baru mungkin bersifat sementara, akan tetapi kekacauan politik dan ekonomi yang disebabkannya dapat berlanjut selama beberapa generasi.
Kissinger mendesak pemerintah AS untuk: pertama, meningkatkan kemampuan dunia memerangi penyakit menular, melalui pengembangan penelitian ilmiah. Kedua, berupaya tanpa henti mengatasi kerusakan yang disebabkan oleh ekonomi global akibat pandemi, dengan prinsip-prinsip sistem liberal global, hingga karakteristiknya. Ketiga, fokus pada adanya kesadaran akan besarnya penolakan rakyat terhadap sistem kapitalis ini, di mana semua kebijakan penyelamatan ekonomi berakhir dengan yang kaya semakin kaya, dan yang miskin semakin miskin.
Walaupun demikian, Kissinger mengharapkan adanya perbaikan-perbaikan terhadap kapitalisme. Agar tetap eksis sebagai nakhoda dunia.
Inilah ciri kapitalisme. Ketika Marx berhasil menelanjangi kapitalisme klasik, maka negara-negara pengusungnya segera melakukan tambal sulam untuk memberi nyawa kepada kapitalisme.
Kita masih ingatkan dengan tiga teori penting Karl Marx untuk menyerang kapitalisme?
Di sana ada hukum akumulasi capital (the law of capital accumulations), teori nilai lebih tenaga kerja (surplus labor and value theory), dan hukum upah besi (the iron wage’s law).
Atas kritik Karl Marx, kapitalisme klasik dapat melakukan perbaikan atas sejumlah kelemahan yang dimilikinya, hingga lahirlah neokapitalisme. Iapun eksis sampai saat ini.
Tetapi, apakah neokapitalisme bisa lulus dengan ujian pandemi ini?
Para ideolog tentu sudah memiliki jawabannya masing-masing.
Ideolog kapitalisme sedang berjuang menyelamatkan kapitalisme dan memikirkan jalan perbaikannya.
Lalu, bagaimana dengan ideolog sosialisme dan komunisme? Jangan lupa! di sana juga ada Islam ideolog.
Bersambung ke: Ke Sana Perubahan Kita (Bagian 2/habis)(*)
Post a Comment