Header Ads


Nuansa Bisnis di Balik Mahalnya Pelayanan Kesehatan


Oleh: Nur Hikmah, S.Pd.
(Pemerhati Sosial)

Kebijakan new normal rupanya belum memberikan angin segar bagi kebanyakan orang. Meskipun tidak sedikit pula masyarakat yang menjadikan kebijakan ini sebagai titik terang untuk mengais rezeki. 

Tuntutan kebutuhan yang terus mendesak membuat mereka harus bisa beradaptasi dengan hiruk-pikuk kehidupan di luar rumah. Walaupun hal ini bukan tanpa masalah dan pasti memiliki risiko. 

Berbagai protokol kesehatan pun wajib dipatuhi, termasuk bagi mereka yang bepergian keluar kota baik melalui darat, laut maupun udara wajib menunjukkan surat keterangan telah mengikuti Rapid test dan PCR (Polymerase Chain Reaction) Swab test. Pemeriksaan ini wajib diberlakukan pula bagi ibu hamil sebelum bersalin. Biaya yang dikeluarkan untuk menjalani ke dua tes inipun tak tanggung-tanggung dan beragam. 

Dilansir dari Kompas.com pada Jum’at (19/06/2020) Biaya mulai dari Rp 200.000 hingga Rp 500.000, sedangkan untuk Swab test (alat PCR) antara Rp 1,5 Juta hingga Rp 2,5 Juta belum termasuk biaya yang lain. Dengan biaya yang tentu tak sedikit ini, bahkan lebih mahal dari tiket pesawat mulai banyak dikeluhkan oleh banyak pihak hingga menelan korban. 

Seperti kasus terbaru yang dialami oleh seorang ibu hamil (Ervina Yana) asal Makassar, Sulawesi Selatan dilaporkan kehilangan anak yang dikandungnya. Setelah tidak mampu membayar biaya Swab test sebesar Rp 2,4 Juta. Padahal kondisinya saat itu membutuhkan tindakan cepat untuk dilakukan operasi kehamilan.

 Sungguh sebuah ironi, sudah dalam keadaan darurat pun tindakan operasi tidak dilakukan. Akibat harus menjalani proses pemeriksaan Covid-19 yang terkesan lamban, ribet dan berbelit-belit. Mirisnya, ia sempat ditolak oleh tiga Rumah Sakit, karena terkendala biaya yang mahal, dengan biaya Rapid test dan Swab testnya tidak ada yang menanggung. Sehingga anak dalam kandungannya pun meninggal. 

Tes Corona Mahal? Jurus Ampuh Komersialisasi Para Kapital

Biaya tes corona yang mahal ini mendapat sorotan dari berbagai pihak. Salah satunya adalah pengamat kebijakan publik dari Universitas Trisakti, Trubus Rahadiansyah. Seperti dikutip dari bbcindonesia (18/16/2020) “Ia menyebut saat ini terjadi ‘komersialisasi’ tes virus corona yang dilakukan rumah sakit swasta akibat dari lemahnya peran pemerintah dalam mengatur dan mengawasi uji tes ini. Ia juga menambahkan bahwa banyak RS saat ini yang memanfaatkan seperti aji mumpung dengan memberikan tarif yang mahal dan mencari keuntungan sebesar-besarnya, kata Trubus.” 

Mahalnya biaya tes corona ini agaknya tak lepas dari genggaman kapitalisasi korporasi yang sudah lama merambah di negeri ini. Mulai dari korporasi asuransi kesehatan, rumah sakit, farmasi, alat-alat kedokteran dan lain sebagainya. 

Sehingga sistem kesehatan pun seolah menjadi industri yang hanya digerakkan oleh uang. Maka tak heran, harga layanan seperti alat tes, reagent dan bayar tenaga medis semakin tragis. Lihat saja, bagaimana BPJS kesehatan yang merupakan badan swasta mampu ‘menekan’ pemerintah untuk memaksa rakyatnya membayar premi bulanan selama hayat, untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang seharusnya menjadi tanggung jawab negara. Sungguh ironis memang, ketika semua rakyat, sakit ataupun sehat semakin ditekan untuk tetap membayar iuran tiap bulannya demi kesejahteraan segelintir orang. 

Selain itu, faktor lain yang disinyalir menjadi alasan di balik mahalnya tes corona adalah karena pemerintah belum menetapkan secara pasti harga eceran tertinggi (HET) atas tes yang dilakukan di luar rumah sakit rujukan. Karena, tidak menutup kemungkinan hal ini tentu akan membuka peluang para oknum ataupun lembaga tertentu untuk menjadikan konsumen sebagai obyek pemerasan dan kerakusan mereka.

Sudah menjadi rahasia umum dalam sistem kapitalis, ada kecenderungan bagi negara untuk berlepas diri dalam mengurus kebutuhan rakyat seperti kesehatan. Padahal, sejatinya layanan kesehatan merupakan kebutuhan dasar (primer) bagi seluruh rakyatnya tanpa memandang dia dari kalangan berada atau tidak. 

Namun kini, kesehatan telah menjadi ladang meraup sebanyak-banyaknya keuntungan. Krisis pelayanan kesehatan senantiasa menjadi momok yang memilukan dan belum teratasi hingga saat ini. Asuransi kesehatan wajib yang selalu getol dijagokan akan mengatasi semua itu telah terbukti gagal. Akses masyarakat pun semakin sulit sementara diskriminasi menjadi aspek yang begitu menonjol dirasakan. Pelayanan kesehatan gratis dari negara bagi kaum miskin meski dengan pelayanan ala kadarnya dipandang sebagai kebaikan pemerintah yang patut disyukuri.

Islam Menjamin Kesehatan

Krisis pelayanan kesehatan yang berlarut-larut dalam peradaban sekuler ini telah menjadi bukti nyata kegagalan model negara-negara sekuler dalam pemenuhan hak-hak publik. Negara yang seharusnya bertanggung jawab penuh terhadap pelayanan kesehatan justru bertindak sebaliknya. Kasus kematian bayi dalam kandungan ataupun hilangnya nyawa seseorang bukanlah perkara yang remeh, terlebih lagi karena alasan lambatnya penanganan pada saat mendapatkan pelayanan kesehatan. 

Ada banyak ancaman yang Allah SWT sebutkan, baik di dalam Al-Qur’an maupun di dalam hadis nabi-Nya, terhadap siapa saja yang melenyapkan nyawa kaum muslimin tanpa ada alasan yang dibenarkan dalam syariat. Karena di sisi Allah, nyawa kaum muslimin memiliki nilai yang cukup tinggi. Hal ini tentu tidak akan kita jumpai jika Islam diterapkan di tengah-tengah lini kehidupan. Karena Islam sangat memperhatikan dan sigap dalam menyelesaikan segala macam persoalan apapun itu. 

Didalam Islam jaminan kesehatan menjadi tanggung jawab negara yang wajib diberikan secara gratis dan cuma-cuma kepada seluruh rakyatnya tanpa memandang strata sosialnya. Pelayanan kesehatan berkualitas hanya bisa direalisasikan jika didukung dengan sarana dan prasarana kesehatan yang memadai serta sumber daya manusia yang mumpuni dalam bidangnya sebagai pelaksana sistem kesehatan yang meliputi dokter, perawat dan tenaga medis lainnya. 

Lantas, masihkah kita ragu dengan sistem Islam? Sebuah sistem yang telah sangat jelas mengatur dan bertanggung jawab dalam menjamin kesehatan dan memperhatikan kesejahteraan rakyatnya secara menyeluruh, jaminan kesehatan yang terpenuhi secara gratis serta pengelolaan sumber daya alam yang tepat.

 Wallahualam bisshawab.(*)

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.