Header Ads


PIKIR[AN] YANG DISESATKAN



Oleh: Andi Oldi 
(Aktivis Gema Pembebasan Daerah Kolaka)

"Adakah korelasi antara keberjasaan dengan mengemban Pancasila"

Sebagian warga negara kerap juga diuji ketika mereka merasakan hidup di luar wilayah Indonesia. Dibeberapa negara barat, walaupun disana kering syiar dan nilai ketuhanan, pemerintahnya berjalan lebih transparan dan bersih. Demokrasi berjalan tanpa ekses negatif yang cenderung mengarah pada bad governance.

Walaupun harus membayar pajak yang sangat besar namun warganya memiliki perasaan bernegara yang tinggi. Tagihan-tagihan tersebut bermetamorfosis menjadi pelayaanan yang membuat iri masyarakat di negara berkembang. Negara nordik, negara yang cenderung memuncaki klasemen dalam kebersihan pemerintah dan indeks kebahagiaan, memang bukan negara Pancasila namun disana dapat ditemukan "Pancasila".

Yang repot adalah ketika kita mengetahui bahwa setiap rezim bangsa ini semua mengaku Pancasila namun sebenarnya jauh pangang dari api. Orde lama dimana komunisme dapat hidup itu mengaku diri sebagai Pancasila.

Pun juga orde baru dimana penjajahan ekonomi asing yang jor-joran menggerogoti sumber daya alam kita itu juga mengaku Pancasilais.

Menariknya lagi, zesim orde baru mencap paham komunisme yang berkeliaran bebas dimasa orde lama itu sebagai paham yang bertentangan dengan pancasila lewat ketetapan MPR tahun 1966.

Hari ini masyarakat terbelah. Ada pihak yang merasa diri Pancasilais dan ada pihak yang tertuduh "anti Pancasila". Ada semacam stigma bahwa pengkritik pemerintah baik rezim dan sistemnya pasti orangnya "anti Pancasila". Padahal dari pengalaman, justru kelompok penudulah yang belum menunjukan "ahlak Pancasila". Dalam kesempatan aksi-aksi mereka misalnya, keberaihan dan ketertiban kelompok tersebut masih kalah jauh dari yang tertuduh.

Presiden telah membentuk unit kerja presiden pembinaan ideologi pancasila (UKP-PIP) yang tahun ini berganti menjadi Badan Pembina Ideologi Pancasila (BPIP) pejabatnya menerima bayaran melebihi gaji kepala negara. Harapannya badan tersebut dapat mengokohkan kembali jati diri bangsa supaya makin Pancasila.

Namun sebenarnya, hal yang lebih penting adalah keteladanan Pancasila. Tanpa keteladanan, ajaran apapun akan sulit di terima. Apalagi jika para elit hanya mempertontonkan kezaliman terhadap kaum alit dan konflik horizontal antara "saya Pancasila" dengan yang "anti Pancasila" terus berlanjut, wajar saja Pancasila terus dipertanyakan.

Sebagian masyarakat akhirnya terbasa pada angapan bahwa tuduhan "anti Pancasila" sebenarnya tidak berarti banyak. Justru kita curiga jangan jangan tuduhan tersebut sejatinya hanyalah jargon kosong yang ditujukan untuk mencitra burukkan kelompok warga tertentu, sambil menutupi ketidak pancasilaan diri sendiri.

Pancasila terus diuji dan rakyat terus menilai. Penilaiyan rakyatlah yang menentukan masa depannya, karena bagaimana pun kekusaan sejatinya ada di tangan rakyat.

Beberapa hari yang lalu pancasila kembali diuji dengan adanya RUU HIP adalah satu hal yang tidak penting dan jelas tujuannya. Konon, hal ini bertujuan membentuk peraturan perundang undangan sebagai landasan hukum yang mengatur haluan ideologi Pancasila untuk menjadi pedoman kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Kalau memang benar demikian, bukankah artinya selama ini perjalanan Pancasila tak ada landasanya? Kenapa dari tujuh kepemimpinan presiden yang berbeda, hal fundamental ini baru akan direalisasikan?

Isu ini kembali santer paska-peristiwa blackout yang mengelapkan sebagian besar pulau jawa dan Bali. Mulai muncul mosi tidak percaya dan berharap PLN tidak menjadi penjual listrik tunggal.

Dalam kapitalime justru ini yang diinginkan. Prinsipnya adalah pasar bebas mencegah monopoli harga. Padahal, PLN adalah sektor tragis milik negara.

Jika ditarik mundur kebelakang, sebenarnya Indonesia didorong oleh IMF melalui letter of intent untuk menghilangkan subsidi dan meriberalisasi sektor sektor strategis. Seperti BBM dan listrik tujuan akhirnya menyerahkan semuanya kepada mekanisme pasar, agar perusahaan asing dapat ikut serta.

Lucunya lagi, barang barang tambang kita sebenarnya justru lebih banyak terbang keluar dengan harga murah. Sedikit skali (sekitar 30%) yang dioptimalkan didalam negri (misalnya dimanfaatkan di sektor industri, dll).

Berbagai fakta diasat sebenarnya menunjukan bahwa sektor industri Indonesia selama ini dapat berjalan tanpa membutuhkan tambang yang melimpah. Perlu digaris bawahi, bahwa tambang terbatas dan butuh waktu yang sangat panjang untuk tersedia lagi (bahkan hinga jutaan tahun). Tidak seperti air yang sangat melimpah dan tidak terbatas. Alangkah baiknya bahan-bahan seperti ini ditahan dulu dan tak perlu  dihamburkan. Urgensitas kita saat ini masih sedikit dan baru akan sangat butuh ketika industri kita sudah sangat berkembang.(***)

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.