Header Ads


Pulau Diobral, Negara Gagal Menjaga Aset Publik

Oleh: Teti Ummu Alif (Pemerhati Masalah Sosial)


Sebuah pulau kecil di pelosok Buton, Sulawesi Tenggara kini tengah viral di jagat maya. Pasalnya, Pulau Pendek yang secara administratif masuk kawasan Desa Boneatiro, Kecamatan Kapontori, Kabupaten Buton dijual dalam situs jual beli online dengan harga murah. Dalam situs jual beli online itu, pulau pendek tersebut dijual dengan harga Rp 36.500 per meter persegi (Kompas.com 30/8). 


Sontak saja, penjualan pulau pendek dengan luas sekitar 242,07 hektare itu menghebohkan warga desa. La Hasa, seorang warga yang tinggal seorang diri dalam pulau tersebut mengaku kaget dengan adanya penjualan pulau pendek itu. Hal senada juga diungkapkan Kepala Desa Boneatiro, Ilyas. Beliau yang merupakan keturunan dari penduduk Pulau Pendek mengatakan semua anak cucu keturunan dari penduduk Pulau Pendek kaget dengan berita tersebut. Rencananya mereka akan membuat laporan ke polisi. 


Direktur Jenderal Bina Administrasi Kewilayahan (Bina Adwil) Safrizal ZA merespon terkait dugaan jual beli pulau tersebut dengan menurunkan tim investigasi untuk mengusut hal itu. Safrizal menegaskan bahwa seluruh pulau yang berada di wilayah Indonesia dilarang untuk diperjualbelikan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku (CNN Indonesia.com 31/08). 


Sementara itu, Menteri Kelautan dan Perikanan (KKP) Edhy Prabowo menyatakan warga boleh menjual Pulau Pendek di Buton, untuk kepentingan investasi. Ia mengatakan bahwa seluruh pulau yang berada di wilayah Indonesia memang dilarang dijual berdasarkan undang-undang. Namun selama hal itu mendatangkan investasi untuk memajukan daerah, maka hal itu  dipersilakan. Asal dijual pada investor dalam negeri bukan investor asing. Warga boleh memberdayakan pulau asal menguntungkan. Misalnya demi pengembangan pariwisata (31/08). Pulau Pendek memang digadang-gadang menjadi salah satu destinasi wisata di Kabupaten Buton. Pulau tersebut memiliki garis pantai putih dan terdapat danau berwarna kehijauan serta terumbu karang dengan ikan yang melimpah. 


Kasus jual beli pulau, bukan baru kali ini terjadi di Indonesia. Pada Juni 2020 lalu, warga digegerkan dengan kabar jual beli Pulau Malamber di Mamuju Sulawesi Barat. Pulau itu dipatok harga untuk dijual seharga 2 miliar rupiah. Pulau Ayam di Kepulauan Riau pun pernah terpampang di situs jual beli pulau Private Island Inc. situs itu juga menampilkan Pulau Tojo Una-una di Sulawesi; Pulau Panjang di Nusa Tenggara Barat; dan Pulau Kembung serta Pulau Yudan di Kepulauan Anambas, Laut Natuna (16/01/2018).


Banyak media yang memuat berita tentang pulau yang diperjualbelikan di antara warga lokal maupun dengan warga Negara asing. Ini cermin dari rapuhnya hukum di negeri kita yang mengatur tentang masalah kepemilikan pulau. Seolah-olah pulau seperti komoditas pasar yang begitu mudahnya diperjualbelikan. Sengketa Sipadan dan Ligitan dimasa lalu merupakan cerminan rapuhnya hukum kita karena begitu mudahnya negara lain mengklaim kepemilikan pulau yang ada dalam wilayah kedaulatan Republik Indonesia. Kenyataan ini menunjukkan kalau negara telah gagal sebagai penjaga sekaligus pengelola harta milik umum untuk kemakmuran rakyat.


Banyak faktor yang ditengarai sebagai pemicu maraknya bisnis jual beli pulau di negeri ini. Diantaranya adalah faktor ekonomi dan gaya hidup mewah. Dari segi ekonomi Indonesia merupakan salah satu destinasi wisata favorit di dunia. Salah satu alasan mengapa wisatawan tertarik mengunjungi negara kita adalah karena keanekaragaman yang kita miliki yang tersebar dibanyak pulau. Setiap pulau yang dihuni memiliki manusia dan budaya pendukungnya yang khas. Karena itu setiap pulau adalah destinasi wisata yang dapat mendatangkan dolar atau keuntungan ekonomi. Terlebih lagi kekayaan alam yang terkandung dalam perut bumi setiap pulau yang bisa dieksplorasi untuk mendatangkan keuntungan. Inilah yang kemudian menguatkan motivasi negara lain, korporasi atau individu tertentu untuk memiliki sebuah pulau. 


Selain itu, di zaman sekarang ada individu tertentu karena kekayaannya yang berlimpah ingin menikmati privasi dengan memiliki private island. Di pulau pribadi ini mereka bisa membangun kerajaannya sendiri dengan segala kemewahannya serta leluasa melakukan apa saja tanpa diganggu orang lain. Ungkapan "orang kaya mah bebas" benar adanya. 


Hal di atas semakin menegaskan bahwa Indonesia saat ini berada di bawah cengkeraman korporasi. Para investor baik lokal maupun asing senantiasa berlomba meraup keuntungan pribadi untuk memperkaya diri sendiri. Hendaknya, kita merasa bangga memiliki sumber daya alam yang melimpah. Pulau yang berbaris indah dari Sabang sampai Merauke jangan sampai jatuh ketangan investor apalagi dikuasai asing. Sebab liberalisasi pariwisata tak bisa dihindari. Jelas akan berdampak buruk bagi pariwisata dan budaya bangsa kita.


Pemerintah seyogianya, menindak tegas dan memberikan sanksi hukum kepada setiap oknum atau korporasi yang terlibat dalam praktek jual beli pulau. Sebab berdasarkan Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 62 Tahun 2010 tentang Pemanfaatan Pulau-Pulau Kecil Terluar dan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 tentang Pemanfaatan Pulau-Pulau Kecil dan Perairan di Sekitarnya bahwa pulau hanya bisa dikelola namun tidak bisa dimiliki. Dan dipertegas dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria mengatakan bahwa pulau di Indonesia tidak dapat diperjualbelikan untuk menjadi hak milik baik bagi asing maupun bagi warga negara Indonesia. 


Ya, bukan kapitalisme namanya jika tak melanggar aturan demi mengejar keuntungan yang besar. Faktanya rambu-rambu dibuat untuk dilanggar. Terlebih, dalam dunia kapitalis tak ada batasan antara harta milik individu, milik umum dan milik negara. Sehingga semua aset bebas dimiliki oleh siapapun yang memiliki kekayaan dan uang. 


Padahal dalam Islam sangat jelas bahwa kaum muslim berserikat dalam tiga perkara yaitu padang rumput, air dan api (HR. Abu Dawud dan Ahmad). Artinya berserikatnya manusia itu karena posisi air, padang rumput dan api sebagai fasilitas umum yang dibutuhkan secara bersama oleh suatu komunitas atau masyarakat.  Jadi, segala sesuatu yang termasuk dalam ketiga hal tersebut tidak boleh dimiliki atau dikuasai oleh individu, maupun kelompok, bahkan negara sekalipun. 


Jika ditelisik lebih dalam, pulau termasuk dalam kategori padang rumput. Sesuai hadis di atas maka haram hukumnya menjual pulau walau hanya sejengkal, sebab itu adalah milik umum. Sudah saatnya menyelamatkan pulau-pulau yang ada di Indonesia dengan aturan Islam. Negaralah yang wajib mengelola dengan sebaik-baiknya harta yang menjadi milik umum. Hasilnya hanya diperuntukan bagi kesejahteraan setiap warga negara. Pun, negara bertanggung jawab mengatur agar harta milik umum dapat diakses dan dirasakan hasilnya secara adil tanpa negara mengambil keuntungan sedikit pun atasnya. Wallahualam bissawab.(*)

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.