Header Ads


Merdeka Belajar, Merdeka Mandulkan Potensi Pemuda

 

Oleh : Nisa Revolter


Bersuara dihempas, tak bersuara kedzoliman terus meluas. Begitulah kiranya perumpamaan bagi generasi muda negeri kita tercinta. Bukan sekali dua kali, pemuda kini masih eksis diperbincangkan. Baik peran maupun ragam ulahnya. 


Baru-baru ini, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mengeluarkan surat edaran yang mengimbau agar mahasiswa tidak ikut demonstrasi. Surat edaran Ditjen Pendidikan Tinggi (Dikti) Kemendikbud Nomor 1035/E/KM/2020 ini perihal Imbauan Pembelajaran secara Daring dan Sosialisasi UU Cipta Kerja diteken oleh Dirjen Dikti Kemendikbud Nizam pada jum'at (9/10/20).


Kemendikbud meminta dosen mendorong mahasiswa melakukan kegiatan intelektual guna mengkritisi UU Ciptaker. Serta berharap tidak ada dosen yang memprovokasi agar mahasiswa melakukan aksi unjuk rasa menolak omnibus law UU Ciptaker (detiknews.com, 10/10/20).


Dengan dalih unjuk rasa/demonstrasi dapat membahayakan keselamatan dan kesehatan para mahasiswa, sehingga kemendikbud melarang hal itu terjadi. Terlebih lagi pandemi covid-19 belum juga mereda, sehingga kerumunan massa demonstrasi dikhawatirkan dapat menjadi klaster baru penyebaran covid-19. 


Upaya kritis mahasiswa pun dibungkam lewat dalih keselamatan dan kesehatan. Ditambah lagi para dosen dilarang keras untuk mengakomodir mahasiswanya untuk merespon atau melakukan aksi intelektual mengkritisi isi UU Ciptaker. Sejatinya mahasiswa kritis sebab ada yang tidak beres terhadap konten UU Ciptaker. 


Mahasiswa yang semestinya di pundaknyalah arah kebangkitan bangsa dan penerus perubahan. Gelar "agent of change" yang tersematkan bukanlah tanpa alasan. Pada mahasiswalah yang menjadi penyambung lisan rakyat, pengumpul aspirasi rakyat. Kala rakyat menderita, mahasiswa pun merasakan hal yang sama. Maka pantaslah jika ketuk palu omnibus law UU Ciptaker terdengar, dengan sigap mahasiswa ikut bicara sebagai respon sinyal peduli akan urusan rakyat.


Nyatanya, potensi kritis mahasiswa kini dimandulkan bahkan diberangus hingga tak terdeteksi dan hanya bisa berpartisipasi dalam kepentingan bisnis saja. Bahkan sebelum dikeluarkan edaran pelarangan unjuk rasa oleh kemendikbud, jauh dari itu Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (mendikbud), Nadiem Makarim telah mencanangkan program "Merdeka Belajar" untuk keterlibatan aktif mahasiswa dalam dunia bisnis. 


"Kemerdekaan dari mahasiswa untuk bisa menentukan pendidikan, yang terpenting bukan di dalam kampus tapi di dalam industri, di dalam mengerjakan proyek wirausahaa, dalam mengajar di desa, dan membangun proyek di desa dalam penelitian" begitu yang disampaikan Menteri Nadiem Makarim dalam rapat kerja dengan komisi X di DPR RI (Kompas.com, 27/8/20). 


Jika "agent of change" mahasiswa hanya diperuntukkan bagi pengusaha dan mega proyek penguasa, lalu siapa lagi pembela dan penyerap aspirasi rakyat? Jika potensi kritis mahasiswa itu dikubur, lalu siapa lagi yang bakal mengontrol kebijakan bila nantinya tak berpihak pada rakyat? Jika memang mahasiswa itu adalah bagian dari rakyat, bukankah sudah sepantasnya bila mahasiswa merespon kebijakan UU omnibus law yang nyata-nyata tak mementingkan rakyat?


Semakin nyata arah pendidikan hanya dijadikan ladang komersil. Menjadikan sumber daya manusianya berdaya saing di dunia bisnis belaka. Output pendidikan mengarah kepada anak muda yang hanya siap kerja. Memfasilitasi mahasiswa dengan bejibun program kerja penelitian, mengiming-imingi mahasiswa dengan pekerjaan yang layak nantinya, sebagai upaya mengkerdilkan sikap kritis mahasiswa. Kemerdekaan belajar yang diusung, tuntas membebaskan pengeksploran potensi generasi muda kepada kepentingan kapitalis (pemilik modal), menodai hakikat pendidikan yang sesungguhnya.  


Padahal pemuda adalah tonggak penerus kepemimpinan bangsa. Apalagi pemuda muslim, yang telah terinstal islam di dalam dirinya, telah paham betul urgensi perannya yang harus sesuai dengan tuntunan yang telah diyakininya.


Dalam islam, urgensi peran pemuda adalah sebagai penggerak dan penyuara kebenaran. Melakukan amar ma'ruf nahi mungkar. Begitulah pesan dari Sang Pencipta, Allah Subhana wa Ta'ala. Islam yang telah tertancap dalam dirinya menyadarkan akan dirinya hanya sebagai pengabdi pada Sang khaliq, pengurus dan penebar manfaat bagi orang banyak. 


Sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman : 


يُؤْمِنُوْنَ بِاللّٰهِ وَالْيَوْمِ الْاٰخِرِ وَيَأْمُرُوْنَ بِالْمَعْرُوْفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَيُسَارِعُوْنَ فِى الْخَيْرٰتِۗ وَاُولٰۤىِٕكَ مِنَ الصّٰلِحِيْنَ 


"Mereka beriman kepada Allah dan hari akhir, menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar dan bersegera (mengerjakan) berbagai kebajikan. Mereka termasuk orang-orang saleh." (QS. Ali 'Imran : 114)


Apa yang telah diamanatkan Allah kepada pundak pemuda, sejatinya itulah aktivitas politik, mengurus kepentingan rakyat. Pemuda tak boleh alergi politik bahkan apatis hingga pragmatis. Generasi muda yang ditempa dengan islam adalah intelektual handal dengan potensi kritis membawa pada solusi utuh dan berintegritas.


Namun, mengharap perubahan pemuda yang sempurna di dalam sistem yang sempurna memandulkan potensi kritis pemuda, bak ilusi, layaknya mengharap oase di tengah gurun. Hanya hayalan yang takkan bisa jadi nyata. Sebab, sesungguhnya peran dan potensi pemuda akan tumbuh jika didukung dengan sistem yang paripurna, yaitu dalam sistem yang menerapkan islam secara sempurna. Sistem islam akan mencetak pribadi muslim yang kompeten, menguasai ilmu pengetahuan dan pandai berpolitik guna menjaga dan melindungi umat, serta mengontrol penguasa. 


Olehnya itu, pemuda semestinya diarahkan untuk memperjuangkan kembalinya kehidupan islam yang terwujud dalam institusi khilafah. Sistem yang mampu mengayomi pemuda khususnya dan rakyat umumnya. Insan yang beriman dan bertakwa kepada Penciptanya tentu menjadikan negaranya akan berlimpah berkah dan kenikmatan tiada tara.


"Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan." (QS. Al-A'raf:96).


Wallahu a'lam bishshowab (***)

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.