Jaminan Perlindungan dibalik Perda Miras
Oleh : Fadhillah Humairah ( Aktivis Remaja Baubau )
Setelah melakukan pembahasan lebih
lanjut, akhirnya Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) pengendalian dan
pengawasan miras akan berubah status menjadi Perda. Sebagaimana yang
disampaikan oleh anggota komisi II DPRD Muna, La Ode Dyrun. Pemerintah Kabupaten (Pemkab) bersama dengan DPRD yang telah
menyelesaikan pembahas Raperda
pengendalian dan pengawasan Miras. Dia mengatakan bahwa dokumen Raperda telah dibawa pada Biro
Pemprov Sultra untuk disposisikan yang kemudian akan dikembalikan pada Pemkab
dan DPRD untuk disahkan. Adapun isi dari Raperda tersebut adalah mengatur
lokasi penjualan miras dan penjualan terhadap anak umur 18 tahun ( telisik.id,
15/12/20 ).
Pengesahan Perda miras ini
dikarenakan telah banyak para generasi muda yang rusak dan salah satu tingginya
kriminalitas juga dipicu oleh miras. Tindakan yang diperbuat karena cairan yang
memabukan tersebut terkadang membuat masyarakat resah. Sehingga peraturan ini
dibuat dengan harapan bisa melindungi masyarakat.
Mengonsumsi miras akan menyebabkan seseorang
merasa mabuk dengan diikuti sakit kepala mual dan muntah. Jika dikonsumsi
dengan jangka panjang maka akan menyebabkan penyakit yang cukup parah, seperti
liver, jantung, kanker masalah mulut pencernaan bahkan sampai memicu pada
kematian. Tak hanya itu jika miras dikonsumsi secara kontinyu, akan menyebabkan
saraf otak, kecanduan dan sering kehilangan akal. Apa lagi jika cairan
memabukkan ini di konsumsi oleh para pemuda maka akan menyebabkan dampak
negatif yang sangat berbahaya. akibat yang didapat dari mengkonsumsi miras
inilah yang kerap menjadi pemicu tindakan kriminal terjadi seperti pembunuhan,
pemerkosaan, penganiyaan bahkan kecelakaan lalu lintas.
Dari sini dapat dilihat bahwa miras
dapat menimbulkan bahaya baik dari sisi kesehatan maupun keamanan masyarakat,
dan dapat mengakibatkan kerusakan tanpa mengenal usia. Akan tetapi peraturan
yang dibuat justru hanya mengatur sebagian saja bukan keseluruhan. Dimana
pemerintah hanya mengatur lokasi penjualan miras dan larangan pemberian pada
usia 18 tahun. Artinya miras masih bisa beredar dengan adanya izin.
Hal ini menunjukan bahwa dampak
negatif miras masih bisa masuk di tengah- tengah masyarakat, karena miras
mempunyai izin untuk beredar. Larangan juga hanya diberikan pada umur 18 tahun
kebawah bukan pada keseluruhan. Artinya tidak ada jaminan bahwa anak umur 18
tahun kebawah tidak mengonsumsi miras, sebab pembelian bisa dilakukan pada
orang dewasa dan menikmatinya bersama. Padahal bahaya yang ditimbulkan miras
tidak mengenal usia, lantas mengapa tidak sekalian dilarang?
Semua ini dikarenakan sistem yang
dipakai oleh negeri ini adalah Kapitalis. Dimana dalam sistem ini
perekonomiannya masih berlandaskan materi atau keuntungan, jadi apa pun yang
dianggap menguntungkan akan senatiasa dibukakan peluang besar dan dilindungi
tanpa melihat halal haram. Inilah yang menyebabkan miras masih saja diberi izin
untuk beredar. Padahal mudarat yang diberikan pada masyarakat cukup besar. Jika
dilihat miras memanglah menguntungkan bagi daerah, maka tak heran jika sampai
saat ini miras hanya diawasi bukan dilarang.
Dalam islam miras sama saja dengan
khamr yang keharamannya telah mutlak. Artinya miras tidak boleh dikonsumsi baik
sedikit maupun banyak, berapapun kadar alkoholnya. Ketika telah diharamkan,
maka diharamkan pula menjual dan memproduksinya.
Dalam Quran Surah Al Miadah telah
jelas bahwa Allah Subhanu Wataalah telah mengharamkan miras atau khamr, karena hal itu adalah pebuatan syetan.
Jangankan untuk mengkonsumsi bahkan mendekatinya pun Allah melarang. Allah
berfirman yang artinya :
“Hai
orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban
untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan.
Maka jauhilah perbuatan- perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.” (Qs
Al Maidah : 90)
Hilangnya akal akibat meminum khamar
ini merupakan salah satu dampak negatif bagi pengonsumsi dan penyebab munculnya
tindakan kriminal. Hal ini telah dijelaskan oleh Nabi Shalallahua'laihi
Wassalam bahwa :
“Hendaklah
kalian menjauhi minuman keras karena ia adalah induk segala kejahatan,
barangsiapa yang tidak mau menjauhinya,
sungguh ia telah durhaka kepada Allah dan Rasul-Nya dan azab layak menimpa yang
durhaka kepada Allah dan RasulNya.”(HR. Thabrani).
Islam juga tegas dalam memberikan
sanksi bagi para peminum serta pembuat maupun pengedar miras. Bagi para peminum
miras, Ali bin Abi Thalib ra.
menuturkan:
“Rasulullah
saw. pernah mencambuk (peminum khamar) 40 kali, Abu Bakar mencambuk 40 kali,
Umar mencambuk 80 kali. Masing-masing adalah sunnah. Ini adalah yang lebih aku
sukai”.(HR Muslim). Dan bagi para pelaku selain meminum akan dikenai sanksi
yang diserahakn pada kholifah sesuai dengan ketentuan syariah.
Selain dari sanksi negara yakni Khilafah juga dibangun berlandaskan Takwallah bukan manfaat. Sehingga seluruh masyarakat yang ada didalamnya akan senantiasa menyesuaikan perbuatannya dengan hukum syara karena dorongan iman. Dengan semua ini, maka segala yang telah diharamkan oleh Allah akan ditinggalkan. Dengan ditinggalkannya keharaman maka masyarakat akan hidup dengan tentram dan aman tanpa kekawatiran kejahatan. Oleh karena itulah, saat ini kita membutuhkan islam untuk mengatur kehidupan dan Khilafah yang untuk mewujudkannya. Wallahua'lam Bishawab(***)
Post a Comment