PPKM Darurat Diterapkan, Benarkah Nyawa Rakyat Diprioritaskan?
Kasus sebaran Covid-19 kian mengkhawatirkan. Berbagai upaya telah dilakukan. Namun sayang, semuanya tak kunjung menunjukkan hasil yang maksimal. Sebab, pemerintah hanya gonta ganti kebijakan yang justru membingungkan.
Sebagaimana kali ini pemerintah resmi memberlakukan kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Darurat yang diterapkan mulai 3 Juli hingga 20 Juli mendatang, yang sebelumnya PPKM Mikro. Konon, kebijakan ini ditempuh guna menekan laju covid-19 yang tak terhelakkan. Dalam kebijakan PPKM Darurat, sektor non -esensial sepenuhnya akan melakukan work from home (WFH). Sementara, sektor esensial dan kritikal diperbolehkan bekerja 100% dari kantor ( BBC.Com, 1/7/2021).
Tak dipungkiri jika Covid-19 telah berdampak ke berbagai sektor, termaksud membuat ekonomi lesu. Hal ini membuat pemerintah berupaya untuk memulihkan ekonomi dengan berbagai cara. Namun sayang, berbagai kebijakan justru menuai kerancuan dengan upaya pemerintah menyelamatkan nyawa rakyat. Di satu sisi, berupaya untuk mengenjot pemulihan ekonomi, namun disisi lain justru terjadi penyebaran Covid-19 yang tak terhelakkan. Alhasil, alih-alih ekonomi bangkit, yang ada justru nyawa rakyat kembali dikorbankan. Sungguh ironis bukan?
Kebijakan PPKM Darurat ini nyatanya menuai kritikan dari berbagai pakar. Mereka menganggap jika kebijakan ini tidak efektif untuk mengatasi ledakan Covid-19. Sebab, PPKM Mikro atau Darurat cenderung berganti nama dari kebijakan yang sebelumnya. Sebagaimana, Anggota Komisi IX DPR RI Saleh Partaonan Daulay mengatakan, ada banyak kalangan yang menilai kebijakan yang diambil pemerintah cenderung hanya berganti nama dan istilah namun pada tataran praktis, kebijakan itu tidak mampu menjawab persoalan yang ada (merdeka.com, 1/7/2021).
Senada, Epidemiolog Tri Yunis pun mengatakan sebenarnya dalam kondisi seperti sekarang ini, penguncian wilayah menjadi solusi paling baik. Tetapi jikapun itu tidak memungkinkan, harus ada pembatasan besar-besaran.
"Jadi bukan PPKM. Kalau PPKM adalah pembatasan kegiatan masyarakat, kalau mau cakupannya besar jangan PPKM mikro dan darurat."
Walaupun banyak pakar yang mengklaim bahwa kebijakan ini tidak efektif dan dibutuhkan kebijakan yang serius dalam menangani ledakan covid-19, misalnya lockdown/penguncian wilayah. Namun tetap saja pemerintah mengangap jika PPKM Darurat adalah solusi yang tepat. Ya, lagi-lagi jelas berhubungan dengan masalah ekonomi.
Demikianlah tabiat kepemimpinan kapitalistik. Solusi-solusi yang diberikan hanya sekadar ilusi belaka. Kebijakan yang dibuat selalunya akan berorientasi pada materi atau memperoleh keuntungan walaupun harus mengorbankan nyawa rakyatnya sendiri. Padahal, seharusnya penguasa memiliki kewajiban untuk menjaga nyawa rakyatnya diatas kepentingan apapun, termaksud kepentingan ekonomi. Namun apalah daya, inilah pengurusan urusan rakyat ala kapitalisme. Rakyat akan senantiasa menjadi tumbal kepentingan-kepentingan penguasa atau pemilik modal.
Periayahan rakyat yang sempurna hanya akan diwujudkan dalam Sistem Islam. Sebab, Islam akan melahirkan pemimpin-pemimpin yang amanah dalam kepemimpinannya. Menjadikan syariat Allah sebagai standar perbuatannya.
Pemimpin Islam akan fokus dalam menangani pandemi. Para pemimpin bertangungjawab guna memenuhi kebutuhan dasar rakyatnya, mulai dari kesehatan, pendidikan dan lainnya. Tidak dibiarkan rakyat menderita kelaparan, ataupun hingga kehilangan nyawa akibat tidak terpenuhinya kebutuhannya. Pun setiap kebijakan yang dikeluarkannya akan senantiasa memprioritaskan nyawa rakyat. Sebab, mereka paham jika kepemimpinan mereka akan dimintai pertangungjawab kelak di akhirat. "Imam /Khalifah adalah raa'in (pengurus rakyat) dan ia akan dimintai pertangungjawab atas pengurusan rakyatnya." (HR. Bukhari).
Tak hanya itu, Sistem Islam juga memiliki sistem ekonomi yang kokoh dalam membiayai kebutuhan dasar rakyatnya. Semuanya teratur rapi oleh sistem ekonomi Islam. Ia memiliki pos-pos pemasukan yang tersimpan di Baitul maal. Seperti, hasil pengelolaan sumber daya alam yang sepenuhnya hasilnya digunakan untuk membiayai kebutuhan dasar rakyatnya. Sehingga, Islam memastikan jika pendidikan, kesehatan bisa diperoleh dengan murah, bahkan gratis.
Dalam penanganan pandemi pun Islam tak pernah bermain-main. Islam telah mengambarkan secara gamblang solusi terbaik mengatasi pandemi, yaitu dengan penguncian wilayah/lockdown. Hal tersebut tergambar jelas dalam sebuah hadis Rasulullah bersabda,"Janganlah Unta yang sakit dicampur dengan Unta yang sehat" (H.R. Bukhari dan Muslim). Dipertegas kembali dengan sabda Rasulullah yang lain, "Apabila kamu mendengar penyakit berjangkit di suatu negeri, janganlah kamu masuk ke negeri itu. Dan apabila berjangkit di negeri kamu berada, maka jangalah kamu lari darinya (H.R. Muslim dari Usamah bin Zaid).
Dengan menerapkan lockdown, mencari pengobatan dan mengharap ridho Allah, maka insyaallah wabah dapat diatasi dengan segara. Namun, semua itu hanya bisa tercipta dalam sistem Islam. Wallahuaalam bissawab.(**)
Post a Comment