Klaim Ekonomi Tumbuh Pesat, Rakyat Tetap Melarat
Oleh : Siti Komariah ( Freelance Writer)
Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan pertumbuhan ekonomi
Indonesia di kuartal II-2021 melejit hingga 7,07 persen secara tahunan (year on
year/yoy). Dengan demikian, Indonesia berhasil kembali ke zona positif
pertumbuhan ekonomi, setelah beberapa triwulan terakhir berada dalam tekanan
resesi akibat dampak pandemi Covid-19. Capaian ini merupakan pertumbuhan
tertinggi sejak 17 tahun yang lalu.
Pertumbuhan ini juga lebih tinggi dari beberapa negara
lain. Pertumbuhan ekonomi India tercatat tumbuh 1,6 persen di kuartal II-2021.
Sementara Korea Selatan hanya tumbuh 5,69 persen dan Jepang -1,6 persen.
Pemerintah menyebut, pertumbuhan ekonomi sebesar 7,07
persen pada kuartal II 2021 menandakan strategi yang disusun cukup berhasil.
Bahkan realisasi ini mendekati prediksi Kementerian Keuangan sebesar 7,1
persen. Capaian ini menggambarkan arah dan strategi pemulihan ekonomi sudah
benar dan mulai menunjukkan hasil (nasional.tempo.co, 7/8/2021).
Seyogianya, pertumbuhan ekonomi Indonesia tersebut mampu
memberikan sedikit harapan terhadap berbagai problem ekonomi yang membelit
rakyat negeri ini. Namun, faktanya pertumbuhan ekonomi tersebut tidak sesuai
dengan kondisi riil di lapangan. Bahkan, sebagian elit politik dan lembaga
mengatakan jika pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II-2021 yang melijit
hingga 7.07 hanya pertumbuhan semu. Sebagaimana yang dikatakan oleh Ekonom
Institute for Development of Economics and Finance (INDEF).
Lembaga tersebut menilai pertumbuhan ini adalah
"pertumbuhan ekonomi semu". Karena menggunakan base rendah di tahun
2020. Menurut INDEF di Q2 2020 pemerintah melakukan PSBB. Sementara di di Q2
2021 pelonggaran PPKM terjadi.
"Hal ini menyebabkan pertumbuhan tinggi melebihi rata-
rata pertumbuhan kuartalan Indonesia sebesar 5%," kata lembaga itu dalam
pernyataan yang diterima CNBC Indonesia, Sabtu (7/8/2021).
Lembaga itu juga menegaskan bahwa pertumbuhan ekonomi belum
kembali ke kondisi normal. Jika dibandingkan dengan rerata pertumbuhan sebelum
pandemi (2018-2019), Q2 2021 hanya tumbuh 3,87%.
Hal senada dikatakan oleh anggota DPR RI Fraksi PDIP ,
Darmadi Durianto pada keterangan tertulisnya. Dia mengatakan jika pengumuman
pertumbuhan ekonomi tersebut dianggapnya akan membuat publik bertanya-tanya.
Sebab, antara fakta dan kondisi riil jauh berbeda dengan klaim pertumbuhan
ekonomi.
Atas alasan tersebut, perbaikan ekonomi yang hanya dilihat
dari besaran growth di kuartal II itu hanya sekadar klaim pemerintah
(fajar.co.id, 8/8/2021).
Ya, pengumuman pertumbuhan ekonomi Indonesia yang meningkat
pesat memang menjadi pertanyaan besar bagi publik. Semua mempertanyakan apakah
memang benar adanya jika negeri ini telah mengalami pertumbuhan ekonomi, apakah
klaim tersebut hanyalah kebohongan belaka yang diciptakan oleh pemerintah guna
menutupi kegagalan mereka dalam meriayah rakyatnya?
Sebab, masyarakat mengindra jika kondiri riil di lapangan
tak sesuai dengan klaim yang disebutkan oleh pemerintah. Tidak bisa dipungkiri,
jika kelesuan ekonomi memang telah dirasakan oleh rakyat negeri ini, bahkan
dampaknya kian terasa disaat pandemi covid-19 menghampiri. Dimana tingkat
penganguran di masa pandemi ini meningkat cukup drastis.
Badan Pusat Statistik BPS) mencatat, jumlah pengangguran
pada bulan Februari 2021 sebanyak 8,75 juta orang. Bila dibandingkan dengan
Februari 2020 yang sebanyak 6,93 juta, jumlah ini meningkat 1,82 juta orang
(kontan.co.id, 5/5/2021).
Disisi lain penurunan tingkat kesejahteraan pun kian
terlihat, ditambah harga kebutuhan pokok yang kian melejit, kelaparan
dimana-mana dan sebagaianya. Maka, tidak heran jika banyak publik mengatakan
jika klaim pertumbuhan ekonomi Indonesia tersebut merupakan pertumbuhan semu.
Ya, sistem ekonomi kapitalisme memang hanya bisa
mencatatkan data administrasi yang berupa nilai kemajuan maupun pertumbuhan.
Namun, semua data tersebut minim pengaruhnya terhadap kesejahteraan rakyat.
Sebab, standar sistem kapitalisme adalah materialistik.
Hal ini juga semakin membuktikan jika sistem ekonomi
kapitalis tidak mampu mewujudkan sebuah kesejahteraan bagi rakyatnya. Mereka
hanya akan mewujudkan kesejahteraan bagi para kapital atau pemilik modal. Semua
kebijakan ekonomi akan senantiasa didasari pada meraup keuntungan untuk para
korporat. Maka tidak heran jika pertumbuhan ekonomi yang fantastik tidak
berdampak pada kesejahteraan rakyat. Ekonomi tumbuh pesat, rakyat masih tetap
saja melarat. Sungguh miris.
Sehingga tidak ada alasan lagi untuk tetap mempertahankan
sistem yang rusak ini. Jalan satu-satunya untuk mendapatkan pertumbuhan ekonomi
yang berdampak pada kesejahteraan rakyat yaitu dengan mengambil Islam sebagai
solusi utamanya. Sebagaimana kita ketahui, Islam dengan sistem ekonominya mampu
memberikan kesejahteraan rakyat selama beberapa abad silam.
Islam memiliki pengaturan ekonomi yang khas, mulai dari
pemenuhan kebutuhan rakyat, mengaturan distribusi pasar, hingga penggelolaan
harta (harta individu, umum, dan negara). Negara juga memiliki pos-pos pemasukan
yang mengatur seluruh pemasukan dan pengeluaran negara secara terpisah sesuai
dengan syariah Allah.
Ditambah lagi, seorang pemimpin meriayah rakyatnya dengan
sebaik-baik riayah. Sebab, mereka menyadari jika amanah yang mereka emban akan
dimintai pertangungjawaban. Sehingga, seorang khalifah tidak akan membiarkan
satu individu rakyat hingga kelaparan. Dengan adanya sebuah pengaturan dari
Allah dan besarnya tangungjawab penguasa, maka dapat dipastikan jika rakyat
akan sejahtera. Wallahu A’alam Bisshawab(**)
Post a Comment