Header Ads


Menyingkap Proyek Milyaran di Koltim dalam Balutan Kepentingan atau Prioritas

 

Oleh : Rayani umma Aqila

 

Penanganan bencana pada kegiatan peningkatan infrastruktur menjadi polemik, tersebab pengelolaan yang dinilai banyak pihak kurang transparan. Ditemukan sejumlah titik di lokasi belum ditemukan perubahan. Terlebih lagi, anggaran senilai Rp.1,4 miliar maupun kegiatan tahun 2020 yang belum diketahui publik sumber anggarannya. Seperti anggaran APBD tahun 2019 untuk penanganan tanggap bencana pada kegiatan peningkatan infrastruktur jalan di Kecamatan Tinondo, Kabupaten Kolaka Timur, Provinsi Sulawesi Tenggara, yang belum  ditemukan perubahan berarti dan tak ada proses perbaikan. Portalterkini.com, (4/12/2021)

 

Selain itu berdasarkan data atau informasi yang ditemukan, anggaran sebesar Rp 1.400.000.000- satu miliar empat ratus juta rupiah, yang dialokasikan pada kegiatan tersebut, diduga dikelola oleh oknum pihak dinas PU kabupaten Kolaka Timur sebab menimbulkan kesan kurang profesional. Berlokasi Tawarombadaka – Solewatu Bundaran, hal inilah yang menjadi dugaan belum tersentuh peningkatan secara keseluruhanya, karena sejumlah titik di lokasi belum ditemukan perubahan wujud jalan, baik pada tahun anggaran 2019 yang sebesar Rp.1,4 miliar maupun kegiatan tahun 2020 yang sampai saat ini belum diketahui publik sumber anggarannya.

 

Menjadi perbincangan masyarakat, kegiatan proyek infrastruktur memiliki berbagai kejanggalan, sebab anggaran yang digunakan pada kegiatan 2029-2020 hingga saat ini belum diketahui darimana asal sumber anggarannya. bahwa pekerjaan peningkatan jalan hanya berfokus pada satu ruas jalan Tinegi-Tawarombadaka. Kemudian di tahun berikutnya tahun 2020 pekerjaan berlangsung menjelang pilbub tidak dilengkapi dengan papan informasi peroyek, maka secara terang-terangan volume kegiatan maupun jumlah anggaran tidak diketahui bersama secara umum. Selain itu, masyarakat pun menilai sendiri bahwa proyek tersebut kurang transparan, sebab material yang digunakan pada proyek diduga bersumber dari tambang yang belum diketahui jelas legalitasnya.

 

Mencermati penanganan bencana alam yang banyak terjadi di Indonesia beberapa tahun terakhir dapat diamati gejala menarik, yakni semakin besarnya peran serta perusahaan dalam tanggap darurat terhadap bencana. Saat ini begitu banyak perusahaan yang melakukan kegiatan sosial dengan label “peduli” pasca-bencana di beberapa daerah. Sejumlah institusi melakukan berbagai aktivitas sosial yang memberikan atau menyalurkan bantuan. Proyek pembangunan infrastruktur menjadi kesempatan besar bagi pengusaha untuk meraup keuntungan dan membuat ketergantungan akan hutang.

Adanya campur tangan pengelolaan pembangunan infrastruktur oleh pihak swasta sangat rentan, bisa membuat pengelolaannya setengah hati dan berpeluang tak terselesaikan sehingga rakyat tidak dapat menikmati aset publik. Tak mengherankan sebab dalam sistem kapitalisme tidak ada makan siang gratis. Apalagi jika itu berbalut CSR untuk penanganan bencana, pengusaha kapitalis tentu akan memperhitungkan keuntungan yang di dapatkan di balik adanya bencana yang sedang terjadi. Begitu tersiar kabar terjadinya bencana, berbondong-bondong perusahaan mengupayakan penggalangan bantuan finansial maupun nonfinansial dan disalurkan dengan mekanisme yang lebih cepat dengan menganggarkan dana-dana CSR, di mana sebagian dana tersebut disalurkan saat terjadinya bencana alam.

 

Namun, terkadang bantuan yang diberikan hanya bersifat sementara atau sesaat setelah terjadinya bencana. Secara umum pelaksanaan CSR di Indonesia masih sangat konvensional, berjangka pendek dengan kata lain menyelesaikan masalah sesaat. CSR dipandang sebagai investasi. Jika ditelisik secara mendalam dengan diserahkannya pengelolaan pada pengusaha hal ini sangat mempertaruhkan hajat publik. Menjadi kewajaran, beralihnya pengelolaan kepada pihak swasta, maka maslahat rakyat dinomorduakan. Pasalnya, dalam sistem kapitalis, setiap individu atau para pengusaha diberikan kebebasan untuk memiliki sesuatu. Selain itu, negara hanya berfungsi sebagai regulator. Begitulah watak kapitalis, nilai humanism hanya sebagai kedok untuk menjalankan strategi untuk semakin menancapkan hegemoni di wilayah itu.

 

Islam hadir dengan konsep yang berbeda. Bencana bukan wasilah untuk meraih keuntungan materi. Bahkan sudah menjadi kewajiban Negara untuk memenuhi kebutuhan rakyat yang sedang dilanca bencana, tanpa mengambil hutang/bantuan dari luar. Kalaupun menerima bantuan, tentu berlandaskan kepada syariah, yang notabene sesuai dengan fitrah nilai humanism manusia itu, tidak mengambil keuntungan dibalik bencana. Cara pandang kebencanaan bukan hanya masalah preventif (pencegahan) namun juga tindakan praktis.

 

Tindakan praktis penanggulangan bencana terdapat beberapa tahapan yakni mitigasi dan kesiapsiagaan, tanggap darurat dan rehabilitasi rekonstruksi. Ketiga hal ini harus dilakukan dengan baik untuk mengurangi resiko bencana. Mitigasi dan Kesiapsiagaan tahapan ini dilakukan sebelum terjadinya bencana. Pada tahap ini terdapat kegiatan pengurangan resiko kerugian akibat bencana meliputi; penyadaran bahaya bencana, pemetaan resiko, pembentukan skema tanggap darurat, pembangunan fisik pendukung dan persiapan sumberdaya baik manusia maupun lainya. Upaya mitigasi dapat dilakukan dengan beberapa pendekatan.

Pertama, struktural yakni dengan pembangunan fisik penunjang penanggulangan bencana dan rekayasa teknis, seperti pembangunan kanal, bunker, dll. Kedua, non struktural, meliputi menghindari membangun di daerah rawan bencana, memiliki asuransi, memiliki pengetahuan kebencanaan,dll. Sementara untuk mitigasi bencana sosial dapat meliputi, pemerataan pembangunan, penjagaan stabilitas sosial ekonomi dan politik.

Mitigasi memiliki tiga unsur utama. Pertama, penilaian bahaya, dengan pembuatan peta bencana, dsb. Kedua, peringatan, dengan pengadaan sistem peringatan seperti oleh BMKG atau lemabaga terpercaya lainya. Ketiga, persiapan, dengan pembangunan fasilitas penanggulangan, dll. 2.Tanggap darurat bencana. Tahap ini berlaku saat terjadi bencana. Dilakukan dengan evakuasi manusia dan benda ke shelter/pengungsian dan distribusi pemenuhan kebutuhan darurat.

 

Tanggap darurat berupaya untuk penyelamatan, pengurangan kerugian, perlindungan, dan pemulihan segera. Allah berfirman, Artinya: “ dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia seluruhnya. Dan sesungguhnya telah datang kepada mereka rasul-rasul Kami dengan membawa keterangan yang jelas, kemudian banyak diantara mereka itu sungguh telah melampaui batas dalam berbuat kerusakan di muka bumi” [QSAl-Maidah(5):32].

Selain itu, Islam mengukur bencana bukanlah wasilah melainkan menjadi kewajiban bagi negara yang hendaknya memenuhi kebutuhan rakyat yang ditimpa bencana tanpa harus mengambil bantuan dari luar yang akan menjadi beban negara atau bantuan yang mengharapkan imbalan sebab akan menambah persoalan baru. Wallahu A'lam Bisshowab(*)

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.