Header Ads


Teluk Kendari Terancam Hilang, Potret Buram Pembangunan di Era Kapitalisme?

 


Oleh: Rosmiati, S.Si.

 

Kendari Sulawesi Tenggara merupakan salah satu wilayah di Bumi Anoa yang memiliki banyak lokasi destinasi wisata. Satu diantaranya Teluk Kendari yang berpusat di Ibu Kota. Menurut tulisan dari salah satu media lokal di Sultra (23/11/2021), sejak lama Teluk Kendari ini telah menarik mata para pelancong lokal maupun mancanegara.

 

Nasib Malang Menimpanya Kini

Sayangnya, semua tak seindah dulu lagi. Begitulah tepatnya menyebut Teluk Kendari kini. Kualitas lingkungannya mengalami degradasi. Sedimentasi menghantui, pendangkalan pun terjadi.

 

Sekarang bila melewati kawasan ini, panoramanya tak lagi seindah dulu. Kita akan menyaksikan permukaan air yang berwarna kuning kecoklatan akibat dari banyaknya pengendapan material yang dibawa oleh air, angin juga gletser. Yang cukup merusak pemandangan dan kenyamanan.

 

Menurut pemerhati lingkungan dari staf pengajar Fakultas Kehutanan dan Ilmu Lingkungan Universitas Haluoleo (UHO) Dr. La Baco Sudia, sedimentasi massif ini berasal dari muara 10 sungai yang tersebar di beberapa daerah diantaranya, Sungai Wanggu dan Sungai Kambu. Yang keduanya membentuk Daerah Aliran Sungai (DAS). Yangmana seluruh komponen material yang berasal darinya terkumpul di kawasan Teluk dan terus mengalami peningkatan dari hari ke hari.

 

Tidak hanya itu, menurutnya, Teluk Kendari yang berposisi sebagai ikon Sultra dan kota Kendari berpotensi hilang jika tidak segera diambil tindakan preventif. Baik itu dari segi fungsi ekonomi, ekologi maupun sosial.

 

Potret Buram Pembangunan di Era Kapitalisme

Menyambung pernyataan dari Dr. La Baco Sudia, Ketua Forum DAS Sulawesi Tenggara ini juga menyebutkan, bahwa fenomena sedimentasi di kawasan Teluk Kendari baik secara langsung maupun tidak dipicu oleh lantaran besarnya geliat pembangunan infrastruktur salah satunya reklamasi di sekitaran Teluk Kendari termasuk di dalamnya pembangunan Masjid Al-Alam.

 

Walau belum ada hitungan akademik berapa jumlah timbunan material di sana. Tetapi besar kemungkinan pendangkalan yang terjadi di Teluk Kendari adalah akibat pengaruh pembangunan fasilitas umum sebesar luas kawasan yang terbangun.

 

Disamping itu, lanjut Ketua DAS, aktivitas pertanian juga turut mempengaruhi laju sedimentasi di sekitaran kawasan Teluk Kendari. Utamanya, pada titik-titik lahan kering yang tidak menerapkan konservasi tanah dan air. Serta pesatnya tutupan vegetasi hutan akibat dari alih fungsi lahan. Dan ini terjadi di DAS Wanggu yang muaranya sampai ke Teluk Kendari.

 

Begitupula dengan maraknya proses cut gunung/bukit dan lembah untuk kepentingan infrastruktur termasuk di dalamnya pembangunan perumahan.

Juga turut mempengaruhi pendangkalan di sekitaran teluk (23/11/2021).

 

Betapa semua ini tak lepas dari campur tangan manusia. Buah dari bentukan sistem yang telah menuntun mereka untuk berbuat mengikut hawa nafsu tanpa lagi menimbang dampak buruk bagi lingkungan sekitar.

 

Paradigma pembangunan di sistem kapitalisme memang mengutamakan pencapaian materi dengan tidak memperhatikan keseimbangan ekosistem alami.

 

Pembangunan terus dipacu demi sebuah keuntungan capital. Mudharat dan maslahat tak lagi diperhitungkan, asal hasrat kapitalistik pada pemodal terpenuhi.

 

Tak ayal, bila kerusakan alam muncul bersama pesatnya geliat pembangunan. Sehingga tidak keliru untuk mengatakan bahwa megah dan mewahnya pembangunan di era ini mengorbankan banyak vegetasi alami yang telah lama terbentuk.

 

Oleh karena itu menurut La Baco, perlu dilakukan langkah nyata dan serius guna menyelamatkan ikon kota dan provinsi. Hal utama yang perlu dilakukan ialah dengan menerapkan peraturan ketat dan pengawasan yang serius terhadap setiap pembangunan sarana prasara, fasilitas umum, perumahan, serta pengawasan ketat terhadap penambangan tanah urug.

 

Disamping itupula, mempertahankan atau menambah jumlah vegetasi mangrove di sekitaran sungai. Khususnya sungai-sungai yang bermuara ke Teluk Kendari sebagai penangkap atau penyerap sedimen alami yang cukup efektif.

 

Terakhir, beliau menyampaikan bahwa penyelesaian persoalan sedimentasi di Teluk Kendari membutuhkan dukungan besar dari pemerintah provinsi mengingat kompleksnya faktor pemicu dari hilangnya pesona ikon Sulawesi Tenggara ini.

 

Pembangunan di Dalam Islam Menjaga Keseimbangan Lingkungan

Apa yang terjadi di sekitar kawasan Teluk Kendari adalah satu dari sekian banyak dampak kerusakan pembangunan di sistem kapitalisme yang tidak ramah lingkungan. Dan ini bila ditimbang dalam kacamata syariah adalah hal yang tidak dibenarkan terjadi.

 

Pasalnya, Islam amat memuliakan mahluk ciptaan-Nya. Jangankan merusak lingkungan ekosistem, seekor semut pun amat dijaga keselamatannya oleh Sulaiman as. Nabi SAW pun telah mencanangkan bahwa tidak boleh melakukan sesuatu yang dapat membahayakan orang lain.

 

 

Adapun dalam urusan industri dan pembangunan, kaum muslimin diseru agar tampil sebagai negara yang digdaya yang mampu menggetarkan musuh. Maka geliat mesin industri dan pembangunannya tidak boleh padam.

 

Ini artinya, Islam tidak melarang adanya pembangunan dan industri hanya saja dalam prinsip pengelolaannya ada hal-hal yang harus dijaga dan diperhatikan agar tidak berujung pada tindakan eksploitasif yang dapat merusak alam.

 

Diantara hal yang dilakukan ialah dengan memetakan sektor-sektor SDA yang pengelolannya harus ditangani negara. Agar tidak dilakukan sesuka hati. Karena ketika sektor publik dikelola oleh negara maka negara melalui pemimpij akan berpegang pada prinsip dasar bahwa pemimpin adalah raa'in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya (HR. Bukhari dam Muslim).

 

Maka sudah barang tentu ia akan mengawasi jalannya mesin industri dan pembangunan dengan sungguh-sungguh agar tidak menimbulkan kerugian atau petaka bagi komponen makhluk lainnya. Sehingga meski industri dan pembangunan menggeliat alam tetap terawat. Inilah bentuk pengurusan Islam terhadap lingkungan.(*)

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.