Prostitusi, Bisnis yang Tak Pernah Sepi
Oleh: Fitri Suryani (Freelance Writer)
Hidup dengan keterbatasan ekonomi di kota besar adalah sebuah tantangan.
Terlebih dengan penghasilan yang kecil ataupun pas-pasan. Sehingga banyak orang
harus memutar otak bagaimana agar memperoleh penghidupan yang layak, bahkan tak
jarang sumber penghasilannya tak melihat lagi apakah dari jalan benar atau
tidak.
Sebagaimana
seorang wanita nekat merantau demi mencari pekerjaan di Kota Kendari, kerasnya
kehidupan di kota membuat upah dari menjadi karyawan supermarket tidak cukup
untuk memenuhi kebutuhannya.
Karena
merasa tidak mampu memenuhi kebutuhannya, Sari (nama yang disamarkan) terpaksa
menjadi Pekerja Seks Komersial (PSK) di malam hari. Ia mengungkapkan, Rp 500
ribu sampai dengan Rp 1 juta bisa ia raup dalam permalamnya (Telisik.id, 09/01/2022).
Fakta tersebut tentu hanya secuil fakta dari banyaknya bisnis prostitusi
yang ada dan keberadaannya pun disebabkan oleh banyak hal. Apalagi jika ada
yang mencari dan membutuhkan, maka jasa peyedianya pun akan ada. Karenanya
prostitusi merupakan bisnis yang tak pernah sepi.
Selain itu, jelas banyak faktor yang dapat menyebabkan seseorang terjun
dalam dunia prostitusi, faktor tersebut di antaranya: Pertama, faktor ekonomi. Alasan
ini tentu tidak sedikit menjadikan seseorang untuk terjun dalam bisnis
prostitusi. Apalagi jika kebutuhan tersebut merupakan sesuatu yang harus
dipenuhi, karena merupakan kebutuhan pokok, terlebih jika menyangkut kebutuhan
perut.
Kedua,
tuntutan gaya hidup. Salah satu pendorong sebagian perempuan melacur,
yakni disebabkan oleh tuntutan gaya hidup yang serba wah, sehingga semua
barang-barang yang dimilikinya harus yang branded dan keluaran terbaru.
Ketiga, permisif yaitu menganggap boleh perilaku dan bisnis apapun tanpa
memperhatikan lagi halal dan haram. Hal itu tak sedikit dianggap sebagai sesuatu
yang biasa, apalagi jika tujuan tertinggi atau tolok ukur kebahagian hanyalah
kepuasan materi atau jasadiah semata.
Di samping itu, minimnya sanksi dalam masalah pelacuran. Hal itu karena
banyak dari para tunasusila yang tertangkap hanya diberi peringatan, dibina
lalu dilepaskan kembali. Apalagi lelaki hidung belang, mereka minim bahkan tak
memperoleh sanksi. Para muncikari yang telah nyata menjalankan tempat
prostitusi pun hanya diberi sanksi yang
tidak seberapa.
Padahal prostitusi adalah perilaku terlarang menurut pandangan agama dan
norma manapun dan siapa pun yang masih memiliki akal yang sehat pastinya
melaknat tindakan pelacuran. Karena sudah jelas perbuatan tersebut diharamkan
dan pastinya mengancam keutuhan keluarga, merusak generasi bangsa, moral
masyarakat dan beresiko menularkan penyakit kelamin.
Tak hanya itu, perbuatan zina dalam sistem yang meminimalkan peran agama
dalam kehidupan sulit diberantas hingga tuntas, karena perbuatan tersebut tidak
dikategorikan sebagai tindakan kriminal. Sehingga sulit pelakunya dikenai
sanksi.
Lebih dari itu, paham liberal yang telah banyak bercokol di benak
masyarakat sungguh telah menjauhkan peran agama dari kehidupan. Dari itu
akhirnya menghasilkan kebebasan bertingkah laku. Sehingga dengan pandangan
seperti itu seseorang bebas melakukan sesuatu dengan dalih hak asasi manusia.
Sementara dalam Islam telah sangat jelas bahwa perzinahan baik dalam
bentuk pelacuran atau perzinahan non komersil adalah dosa besar dan merupakan
perbuatan keji serta tidak dibenarkan dalam agama dan norma manapun. Perbuatan
tersebut juga merupakan tindakan kriminal.
Seperti layaknya seorang kriminal, maka pelakunya mesti dihukum. Dalam
hal ini, Islam menetapkan hukuman yang keras bagi pelakunya. Jika pelaku
berstatus belum menikah maka dihukum cambuk sebanyak 100 kali. Sedangkan jika
telah menikah, maka akan dirajam.
Sistem Islam juga memiliki tanggung jawab dalam mengurusi masalah
rakyatnya. Adapun tindakan dalam hal meminimalisir bahkan memberantas maraknya
pelacuran diantarnya: Pertama, penegakan
sanksi yang tegas
kepada semua pelaku prostitusi/zina. Tidak hanya mucikari, pekerja
seks komersial (PSK) dan pemakai jasanya yang merupakan subyek dalam lingkaran
prostitusi harus mendapatkan sanksi tegas. Karena dalam Islam tujuan diterapkan
sanksi, yakni untuk menimbulkan efek jera sehingga mencegah orang lain
melakukan hal yang serupa dan sebagai penebus dosa di akhirat kelak bagi
pelakunya.
Kedua, jalur politik. Penyelesaian prostitusi membutuhkan
diterapkannya kebijakan yang didasari syariat Islam. Karenanya harus dibuat
peraturan yang tegas mengatur keharaman bisnis apapun yang terkait pelacuran.
Tak kalah penting bahwasanya terdapat tiga
pilar dalam sistem Islam yang mana akan menjadi pondasi dasar bagi
keberlangsungan masyarakat yang beradab. Tiga pilar tersebut, yakni: Pertama, ketakwaan
individu. Dengan adanya ketakwaan individu, maka seseorang akan terdorong untuk
melakukan segala perbuatan yang berstandarkan hukum syara.
Kedua, adanya kontrol masyarakat. Kontrol masyarakat
merupakan hal penting, karena sebagai manusia terkadang tidak lepas dari
khilaf, sehingga perlu adanya amar makruf nahi mungkar di tengah-tengah
masyarakat.
Ketiga, peran negara. Peran negara tentu tak kalah
penting, sebab negara dapat membuat kebijakan yang dapat mengatur rakyatnya
agar senantiasa terkondisikan dengan suasana ketaatan. Selain itu negara pun
memiliki peran dalam memberikan sanksi bagi mereka yang melanggar aturan.
Dengan demikian, tidak mudah menghilangkan bisnis haram seperti
prostitusi, jika kondisi yang ada masih memberikan peluang hal itu terjadi. Olehnya
itu, perlu adanya kerja sama antara individu, masyarakat dan negara dalam
membabat tuntas bisnis tersebut. Wallahu
a’lam bi ash-shawab.
Post a Comment