Dilema Sanksi Hukuman Mati Dalam Sistem Demokrasi
Oleh: Imroatus Sholeha (Relawan Opini)
SuaraJabar.id - Tuntutan hukuman mati dan kebiri kimia yang diajukan Kejaksaan Tinggi Jawa Barat terhadap terdakwa kasus pemerkosaan santriwati di Bandung mendapat sorotan dari banyak pihak. Beberapa politisi dan kepala daerah mendukung tuntutan jaksa atas Herry Wirawan itu dan berharap Majelis Hakim Pengadilan Negeri Bandung mengabulkan tuntutan jaksa tersebut.
Namun,
suara berbeda dilontarkan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM),
mereka secara tegas menolak tuntutan hukuman mati terhadap terdakwa Herry
Wirawan, pemerkosa 13 orang santri di Bandung. "Komnas HAM setuju pelaku
dihukum berat, tetapi bukan berarti harus hukuman mati," kata Komisioner
Komnas HAM Beka Ulung Hapsara saat dihubungi di Jakarta, Kamis (13/1/2022)
dikutip dari Antara.
Pernyataan
Komnas HAM tersebut merujuk kepada hak hidup yang merupakan salah satu hak
asasi manusia yang paling mendasar. Hak itu juga tidak dapat dikurangi dalam
situasi apapun."Jadi, karena alasan itulah Komnas HAM menentang hukuman
mati," ujar Koordinator Subkomisi Pemajuan HAM/Komisioner Pendidikan dan
Penyuluhan Komnas HAM tersebut.
Penolakan
hukuman mati tidak hanya bagi Herry Wirawan, tetapi juga terhadap kasus-kasus
kejahatan lainnya misal narkotika, korupsi hingga kasus tindak pidana
terorisme.Sementara ini Kejati Jabar Asep Mulyana usai sidang menuturkan, ada
tujuh alasan yang membuat JPU menuntut Herry Wirawan dengan mati, satunya
tindakan yang dilakukan Hery Wirawan dianggap kejahatan luar biasa.
Sebelumnya
diberitakan, terdapat sembilan bayi yang dilahirkan akibat perbuatan Herry.
Bahkan, tercatat ada seorang santri yang melahirkan sebanyak dua kali. Bunda
Forum Anak Daerah (FAD) Provinsi Jawa Barat Atalia Praratya mengatakan bahwa
jumlah korban ini memang masih simpang siur, pihaknya kemudian melakukan
pengecekan.
"Jumlah
korban, memang ini agak simpang siur tapi kalau dari kami jumlahnya 20 orang,
ada satu yang usianya 10 tahun jadi tetap jumlahnya 20, karena yang usia 10 itu
setelah dicek bukan korban. 20 pun itu tidak semua korban, 13 di antaranya
korban dan 7 saksi," ucapnya di Kantor Kejaksaan Tinggi Jawa Barat,
Bandung, Selasa (14/12/2021). Meskipun begitu, katanya, tak menutup kemungkinan
korban bisa lebih dari itu. "Tadi Kajati menyampaikan jumlahnya bisa lebih
dari itu," ucapnya.
Publik
tentu sepakat dan mendesak agar pemerintah memberlakukan hukuman berat bagi
pelaku pemerkosaan. Beberapa opsi seperti hukuman kebiri dan hukuman mati pun
sudah disampaikan. Jika hukum positif sudah mengatur ketentuan sanksi bagi
pemerkosa, lalu bagaimana dalam tinjauan fikih?
Orang
yang melakukan pemerkosaan berarti melakukan tindak pemaksaan untuk melakukan
hubungan seksual. Ulama mengategorikan pemerkosaan sebagai tindakan zina.
Hukumannya adalah had yang sudah
ditetapkan dalam kasus perbuatan zina. Jika pelaku belum menikah,
hukumannya cambuk 100 kali dan diasingkan selama satu tahun. Jika pelakunya sudah menikah maka hukuman rajam
bisa dilaksanakan. Dalam kasus pemerkosaan ada pengecualian bagi korban.
Korban
pemerkosaan tidak dikenakan hukuman zina. Jika tindakan zina, maka dua
pelakunya sama-sama mendapatkan hukuman
had. Namun dalam pemerkosaan, sang korban terbebas dari hukuman. Dalilnya adalah Alquran surah al-An'am ayat 145.
"Barang siapa yang dalam keadaan terpaksa sedang dia tidak menginginkan dan tidak (pula) melampaui
batas, maka sesungguhnya Tuhanmu Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."
Imam
Malik dalam Al-Muwatha' berpendapat, orang yang memperkosa wanita selain
dijatuhi hukuman had zina juga mendapat sanksi tambahan. Sang pelaku diharuskan
membayar mahar kepada wanita. Sementara Imam Abu Hanifah berpendapat, pemerkosa
hanya mendapatkan had zina saja tanpa kewajiban membayar mahar.
Jika
tindakan pemerkosaan dibarengi dengan tindakan penyiksaan atau perampasan harta,
maka hukumannya bisa ditambah. Beberapa ulama berpendapat, tambahan hukuman
bagi pemerkosa yang menyiksa atau merampas harta sesuai dengan Alquran surah
al-Maidah ayat 33.
Allah
SWT berfirman, "Sesungguhnya, hukuman terhadap orang-orang yang memerangi
Allah dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi, adalah mereka dibunuh
atau disalib, dipotong tangan dan kaki mereka dengan bersilang, atau dibuang
(keluar daerah). Yang demikian itu, (sebagai) suatu penghinaan untuk mereka di
dunia, dan di akhirat mereka mendapat siksaan yang besar."
Terkait
hukum kebiri, ada perbedaan pendapat dikalangan ulama. Ulama golongan klasik
banyak yang melarang praktik kebiri. Pendapat ini dikeluarkan oleh Imam Ibnu
Abdil Bar dalam Al Istidzkar, Imam Ibnu
Hajar al Asqalani dalam Fathul Bari, Imam Badruddin al 'Aini dalam
'Umdatul Qari, Imam al Qurthubi dalam al Jami' li Ahkam Alquran dan Imam
Shan'ani dalam Subulus Salam.
Para
ulama yang mengharamkan kebiri berdalil dengan hadis Ibnu Mas'ud RA yang
mengatakan, "Dahulu kami pernah
berperang bersama Nabi SAW sedang kami tidak bersama istri-istri. Lalu, kami
bertanya kepada Nabi SAW, 'Bolehkah kami
melakukan pengebirian?'. Maka Nabi SAW melarangnya." (HR Bukhari, Muslim,
Ahmad, dan Ibnu Hibban).
Penegakan
hukum yang adil dan tegas bagi pelaku kriminal dalam sistem sekuler yang berlandaskan
Demokrasi nyatanya jauh panggang dari api. Bagaimana tidak sistem ini terlahir dari
akal manusia yang bersifat lemah, tak heran aturan yang diterapkan pun cacat di
segala sisi. Pemisahan agama dari kehidupan menghasilkan kerusakan tatanan kehidupan
di segala sisi, korupsi, pelecehan seksual, penistaan agama, dan lainya terus mengalir
deras tanpa henti. Pemberian sanksi tegas pun terhalang oleh HAM yang nyata-nyata
memberikan kebebasan termasuk bertingkah laku dan hak hidup. Alhasil kerusakan demi
kerusakan terus terjadi tanpa ada titik terang. Hal ini jauh berbeda dengan hukum
islam.
Syariat
Islam telah menjelaskan bahwa pelaku tindakan-tindakan kriminal akan mendapat
hukuman di dunia dan di akhirat. Hukuman di akhirat akan dijatuhkan oleh Allah
terhadap para pelakunya. Allah akan mengazab mereka pada hari kiamat,
sebagaimana dijelaskan dalam firman-firmannya:
“Orang-orang yang berbuat kejahatan dapat
dikenal dari tanda-tandanya. Maka direnggutlah mereka dari ubun-ubun dan
kaki-kaki mereka.” (QS Ar-Rahman: 41)
“Bagi
orang yang kafir disediakan neraka jahanam.” (QS Al Fathir: 36) “Begitulah
keadaan mereka, dan sesungguhnya bagi orang-orang durhaka, disediakan tempat
kembali yang buruk. Yaitu neraka jahanam yang mereka masuk ke dalamnya, maka
amat buruklah jahanam itu sebagai tempat tinggal.” (QS Shaad: 55—56)
“Sungguh kami sediakan bagi orang-orang kafir,
rantai-rantai/belenggu-belenggu dan neraka yang menyala-nyala.” (QS Al Insaan:
4)
Demikianlah,
banyak ayat yang menjelaskan azab Allah secara pasti. Jika manusia
mendengarnya, tentu mereka akan merasa ngeri dan takut. Mereka akan menganggap
ringan semua siksa di dunia dan seluruh kesulitan materil ketika membayangkan
bagaimana pedih dan ngerinya azab di akhirat. Mereka takkan berani melanggar
perintah dan larangan Allah, kecuali jika mereka melupakan pedihnya azab
akhirat.
Adapun
hukuman di dunia, Allah telah menerangkannya dalam Al-Qur’an dan hadis, baik
secara global maupun terperinci. Allah Swt. telah memberikan wewenang
pelaksanaan hukuman tersebut kepada negara. Jadi, hukuman dalam Islam yang
telah dijelaskan pelaksanaannya terhadap para penjahat di dunia ini, dilaksanakan
oleh kepala negara (khalifah) atau wakilnya (hakim), yaitu dengan menerapkan
sanksi-sanksi yang dilakukan oleh negara yang mengadopsi islam. Baik yang berupa had, ta’zir, dan atau
kafarat (denda).
Hukuman
yang dijatuhkan di dunia ini akan menggugurkan
siksaan di akhirat terhadap pelaku
kejahatan. Hukuman (uqubat) dalam islam bersifat sebagai pencegah dan penebus,
yaitu akan mencegah manusia dari perbuatan dosa atau melakukan tindak kriminal,
sekaligus sebagai penebus siksaan di akhirat kelak, sehingga gugurlah siksaan
itu bagi orang yang melakukannya.
Jadi
jelas bahwa hukuman di dunia yang dijatuhkan Khalifah atau wakilnya (Hakim)
terhadap dosa tertentu, akan menggugurkan siksaan di akhirat. Karena itulah,
banyak kaum muslimin yang datang kepada Rasulullah saw. untuk mengakui
kejahatan-kejahatan yang mereka lakukan, agar beliau menjatuhkan hukuman atas
mereka di dunia, sehingga mereka terbebas dari azab Allah pada hari kiamat
nanti. Mereka menahan sakitnya hukuman had dan qisas di dunia, karen semua itu
jauh lebih ringan dibandingkan azab di akhirat kelak.
Jika
ingin pelaku kriminal mendapat sanksi yang tegas dan hukum berjalan secara adil
maka hanya kembali pada hukum Allah SWT solusinya. Tak hanya keadilan namun
kesejahteraan juga akan terwujud jika menyertakan Allah SWT dalam seluruh lini kehidupan.
Wallahu Alam
Post a Comment