Header Ads


Vatikan dan OKI

Sunarwan Asuhadi

(Ketua ICMI Orda Wakatobi)

Dalam dua hari ini (28 - 29 Juni 2023), kita kaum muslimin kembali saling menyaksikan dan disaksikan dunia berada dalam perbedaan. Perbedaan serupa memang telah seringkali terulang, bagaimana kita berbeda dalam merayakan hari raya Idul Adha, termasuk juga hari Raya Idul Fitri.

Dalam dua hari tersebut, ada negara-negara yang melaksanakan Hari Raya Idul Adha 1444 H pada 28 Juni 2023, seperti Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Afghanistan, Libya, Mesir, Kenya, Yaman, dan yang lainnya. Sementara itu Indonesia, Jepang, dan Singapura melaksanakannya pada 29 Juni 2023. 

Kendati demikian, tidak semua kaum muslimin mengikuti keputusan pemerintah di negara masing-masing. Di Indonesia, tidak hanya warga Organisasi massa Muhammadiyah --dengan metode hisabnya--, tetapi warga yang mengadopsi rukyatul hilal global atau kesatuan rukyat secara internasional juga melakukan perayaan Idul Adha pada 28 Juni 2023.  

Perbedaan ini pun menyeret netizen beradu postingan di berbagai platform media sosial tentang dalil masing-masing.  

Sebetulnya perbedaan seperti ini lumrah di masa teknologi informasi belum secanggih sekarang, di mana saat itu satu berita di suatu tempat tidak bisa langsung terhantarkan seketika ke tempat lainnya. Maka wajar di masa lalu kaum muslimin cenderung menerapkan pendapat Madzhab Imam Syafi'i, yang berbasis mathla.

Oleh karena hambatan komunikasi yang demikian itulah, maka di masa lalu hampir semua penganut madzhab rukyatul hilal global mengalami kesulitan untuk menerapkan pendapat tiga Imam Madzhab Fiqh: Hanafi, Maliki, dan Hambali dengan prinsip kesatuan kaum muslimin. 

Tetapi di era informasi seperti sekarang, pendapat fiqh tiga Imam Madzhab tersebut, mestinya tak lagi mengalami kendala. Apatah lagi kita merujuk kepada dalil kekhususan penentuan hari Raya Idul Adha yang merupakan otoritas penuh Amir Makkah, maka kebersatuan kaum muslimin dalam ibadah Idul Adha ini harusnya bisa diwujudkan.

Dalam sebuah Hadits Riwayat Abu Dawud dan ad-Daraquthni, menyebutkan bahwa Amir Makkah, al-Harits bin Hatib, menyampaikan khutbah,

عَهِدَ إِلَيْنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وسَلَّمَ أَنْ ‌نَنْسُكَ ‌لِرُؤْيَتِهِ، فَإِنْ لَمْ نَرَهُ، وَشَهِدَ شَاهِدَا عَدْلٍ نَسَكْنَا بِشَهَادَتِهِمَا

Kami telah diperintahkan oleh Rasulullah Saw untuk mengerjakan ibadah haji karena melihat hilal. Jika kami tidak melihat hilal, lalu ada dua orang saksi yang adil melihatnya, maka kami pun akan mengerjakan manasik berdasarkan kesaksian mereka berdua.

Satu-satunya kendala adalah alasan nasionalisme, di mana masing-masing negara memiliki kewenangan untuk menentukan kebijakan sendiri-sendiri. Namun, dalam konteks nation state sekarang ini pun, mestinya alasan seperti ini tak perlu ada lagi, meningingat sejak 1978, telah ada kesepakatan bersama negara-negara yang tergabung di Organisasi Konferensi Islam (OKI) tentang penetapan Hari Wukuf dan Idul Adha.

Organisasi Konferensi Islam Internasional (OKI), yang sekarang menaungi 57 negara tersebut, termasuk Indonesia, dalam sidang tahunannya di Istambul Turki pada tahun itu, telah menghasilkan sebuah kesepakatan, yakni: ditetapkannya Makkah Al-Mukarramah sebagai Pusat Penentuan Hari Wukuf dan Idul Adha.

Kaum muslimin harusnya tergelitik pada realitas seperti ini. Oleh karena faktanya, perbedaan utamanya saat ini bukan masalah perbedaan fiqh Imam Madzhab, tetapi karena kaum muslimin terbagi-bagi dalam banyak negara bangsa serta tak tersatukan secara politik dan spiritual secara global.

Islam dalam kesatuan politik dan spiritual dulu pernah diterapkan dalam bentuk kepemimpinan global sebagaimana pada masa kekhilafahan Islam. 

Saat ini, pihak katolik masih mewariskan satu kepemimpinan spiritual, dengan memposisikan Paus di Vatikan sebagai pemimpin tertinggi agama Katolik dan merupakan pimpinan seluruh gereja Katolik di dunia, sehingga dalam perayaan hari besarnya dapat dipersatukan. 

Tugas Paus termasuk mengarahkan seluruh tugas gereja Katolik di dunia, sesuai fungsi, kesepakatan, aturan, dan tata cara yang sudah ditetapkan Roma. Paus juga bertugas menyusun aturan gereja serta bertanggung jawab terhadap hukum gereja Katolik lainnya yang sudah disusun.

Paus juga berkewajiban dalam gereja Katolik mengemban amanat agung penginjilan, karena itu peranan Paus adalah mengatur keuskupan dan seluruh ordo dalam pelayananan kekristenan. Baik dalam pemuridan ataupun pelayanan pengabaran Injil ke berbagai daerah.

Walapun Paus hanya memimpin secara spiritual, namun tak lepas dari konteks politik, dengan memanfaatkan posisi Vatikan sebagai negara otonom. Melalui Vatikan, Paus dapat memainkan peran dalam dunia internasional sebagai moral power. Vatikan melalui Paus dan para pejabatnya selalu aktif menyuarakan penegakan nilai-nilai kemanusiaan dan perdamaian ke seluruh dunia.

Oleh karena itu, kaum muslimin memerlukan kekuatan yang bisa menyatukan secara politik dan spiritual. Pilihannya apakah melalui organisasi baru atau cukup dengan mengamplifikasi OKI --yang daya tawar politik dan spiritualnya dianggap menurun saat ini--, ataukah mengembalikan persatuan melalui kepemimpinan global seumpama Kekhilafahan Islam, yang pernah menjayakan mereka di masa lalu. Wallahu 'alam bisshawab.

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.