Header Ads


Dilema Indonesia: Produsen Nikel Terbesar Namun Rentan Ekspor Ilegal

Ilustrasi produksi nikel


IndonesiaNeo.com --- Dikutip dari opini yang ditulis oleh Salamuddin Daeng (Ketua Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia) di Tinta Siyasi (25/07/2023), menyatakan bahwa Filipina dikenal sebagai negara eksportir nikel terbesar di dunia dengan jumlah ekspor sebesar 350 ribu ton. Hal ini menjadikan Filipina sebagai negara yang sangat hebat dan menempatkannya sebagai negara eksportir nikel terbesar nomor satu di dunia.

Namun, data global menunjukkan bahwa sebenarnya Indonesia adalah produsen nikel terbesar di dunia dengan total produksi mencapai 1,6 juta ton. Jumlah ini jauh lebih besar, yakni lima kali lipat dari ekspor Filipina yang merupakan negara eksportir terbesar sebelumnya.

Meski demikian, perlu dicatat bahwa dari 15 negara terbesar yang melakukan ekspor nikel, tidak ada nama Indonesia yang tercantum. Fenomena ini cukup mengejutkan. Meskipun Indonesia adalah produsen nikel terbesar di dunia, namun tidak masuk dalam daftar 15 negara yang menjadi negara eksportir nikel terbesar.

Tiba-tiba, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengumumkan temuan adanya ekspor nikel ilegal sebesar 5 juta ton dari Indonesia. Hal ini sungguh mengkhawatirkan dan mengejutkan. Jumlah tersebut bahkan melebihi gabungan seluruh negara eksportir nikel terbesar di dunia, termasuk Filipina.

Bagaimana nilai dari ekspor sebesar 5 juta ton tersebut? Dengan harga nikel sekitar 21 ribu dolar per ton, maka jumlah total ekspor ilegal ini mencapai 105 miliar dolar. Jika dihitung dalam rupiah, nilai ekspor ilegal ini mencapai Rp1600 triliun. Jumlah ini sangat fantastis dan mampu membangun banyak proyek strategis di Indonesia, seperti 5 ibu kota baru, 100 pembangkit listrik energi baru dan terbarukan (EBT), 50 kilang minyak, dan lain sebagainya.

Dengan adanya temuan ekspor ilegal nikel sebesar ini, Indonesia menghadapi masalah serius. Selain berdampak pada reputasi dan citra negara, uang hasil ekspor ilegal ini kemungkinan akan dianggap ilegal pula. Uang tersebut menjadi sulit diterima oleh negara lain dan semacam "hantu" yang menghantui perekonomian Indonesia. Pertanyaannya, bagaimana Menteri Keuangan Sri Mulyani (SMI) akan menangani situasi ini? Mungkin diperlukan program tax amnesty lanjutan, seperti tax amnesty jilid tiga di Indonesia, untuk membersihkan dan mengatasi masalah ini. Apa pendapat Anda, setuju atau tidak? [IDN]

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.