Header Ads


Intelektual Muslimah Bersuara: Demokrasi Bukan Solusi untuk Dunia Lebih Baik

Ilustrasi diskusi muslimah


IndonesiaNeo.com --- Hebat! Itulah komentar yang pertama kali terdengar dari salah satu peserta MNews pada sebuah acara yang dihadiri oleh lebih dari 600 intelektual muslimah dari berbagai provinsi di Indonesia. Acara tersebut berlangsung pada pertengahan Juli 2023 dan terlihat istimewa bukan hanya karena jumlah pesertanya yang besar, tetapi juga karena mengangkat isu strategis politis yang berjudul "Suara Pakar untuk Perubahan: Demokrasi Bukan Jalan Perubahan Dunia yang Lebih Baik." Isu tersebut tentu saja menantang dan melawan arus besar yang sedang berjalan.

Acara ini secara jelas dan lugas mengungkapkan berbagai masalah di segala bidang sebagai akibat dari sistem demokrasi sekuler yang rusak. Para narasumber menjelaskan bahwa demokrasi masih memikat dan menipu banyak orang dengan gagasan-gagasan yang berasal dari dunia politik Eropa yang gelap.

Dalam pidato pembukaan, dengan tegas dinyatakan bahwa demokrasi adalah penyebab kerusakan dan mengambil jalan demokrasi merupakan ketidakpatuhan terbesar karena mengambil aturan lain selain aturan Allah Swt.. Menurut narasumber pidato pembukaan, tetap memilih dan mendukung demokrasi adalah bentuk ketidakjujuran dan pengkhianatan terhadap umat.

Berikutnya, dalam sesi pemaparan panelis, mereka membahas masalah-masalah yang terjadi pada dua bidang utama, yaitu politik dan ekonomi. Pada bidang politik, seorang panelis yang merupakan guru besar bidang kebijakan publik menyoroti kondisi negara selama 78 tahun terakhir.

Dia bertanya, "Apakah kebijakan publiknya benar-benar selalu mengutamakan kepentingan publik?"

Ia menjelaskan bahwa kondisi ini adalah hasil dari penerapan demokrasi sekuler yang menempatkan manusia untuk diatur oleh hukum yang mereka buat sendiri, bukan oleh hukum Allah Swt. yang menciptakan manusia.

Dalam sesi diskusi tentang politik, juga ditegaskan bahwa narasi politik identitas yang sering dikritik dalam demokrasi sebenarnya adalah paradigma yang keliru. Setiap politik pasti memiliki identitasnya sendiri, dan perubahan yang hakiki tergantung pada identitas ideologi politik yang dianut.

Kemudian, panelis yang menguasai bidang ekonomi menyampaikan kata kunci "toxic economy" untuk menggambarkan masalah ekonomi kapitalisme yang ada dalam sistem demokrasi. Dia menyatakan bahwa kekayaan nasional hanya dikendalikan oleh segelintir orang elit. Hal ini menyebabkan ketidakseimbangan global karena konsentrasi modal pada segelintir orang menyebabkan ketimpangan ekonomi, distribusi kekayaan yang tidak merata, dan resesi. Jutaan pengangguran dan masalah stunting pada anak-anak juga menjadi bukti dari kondisi ini.

Panelis yang merupakan ekonom dan akademisi menyerukan untuk meninggalkan sistem ekonomi yang merugikan tersebut dan menerapkan sistem Islam sebagai solusi. Dia menyatakan bahwa pengaturan kepemilikan dan penggunaan baitulmal akan memastikan distribusi kekayaan yang lebih adil di tengah masyarakat. Menggunakan standar emas dan perak sebagai uang akan menghindari pencetakan uang yang tidak terkontrol seperti pada sistem uang kertas. Semua ini akan menghilangkan spekulasi dan resesi, menciptakan stabilitas ekonomi dan kesejahteraan yang merata.

Sesi berikutnya membahas tentang dunia pendidikan, yang menjadi perhatian utama bagi para intelektual. Dalam pemaparan mereka, diungkapkan bahwa generasi yang diharapkan oleh umat bukanlah generasi yang hanya fokus pada pekerjaan seperti yang dihasilkan oleh sistem pendidikan sekuler saat ini, tetapi generasi yang berfokus untuk bertakwa dan mendedikasikan keahlian dan risetnya untuk kemuliaan Islam.

Pendidikan sekuler juga dikritisi karena tidak memberikan perhatian yang cukup pada hak-hak perempuan dan generasi. Di bawah sistem ini, perempuan kehilangan hak-haknya, termasuk hak jaminan ekonomi dan hak kemuliaan. Berbeda dengan Islam yang menjamin nafkah bagi perempuan sejak lahir hingga meninggal, serta melindungi hak-hak perempuan termasuk kesempatan mereka untuk mendidik generasi yang luar biasa dan bahkan menjadi guru bagi para ulama besar.

Bidang lain yang dibahas dalam acara ini adalah pembangunan. Dua panelis dari Medan dan Makassar menyimpulkan bahwa demokrasi sekuler tidak mampu mencapai esensi dari pembangunan yang bertujuan menciptakan kehidupan yang nyaman bagi rakyat dalam menjalankan perannya sebagai manusia.

Mereka menegaskan bahwa dasar dari pembangunan saat ini adalah kepentingan korporasi, bukan kepentingan rakyat. Kebijakan pembiayaan mengikuti sistem kapitalistik sekuler. Pembangunan saat ini memfokuskan pada pembangunan fisik, tetapi hakikatnya merusak dan bahkan menindas. Pembangunan berlandaskan Islam dianggap sebagai solusi pengganti yang lebih berorientasi pada untung dan rugi, serta didasarkan pada wahyu dan berkontribusi pada kebutuhan dan kemuliaan umat.

Selanjutnya, para panelis berbicara tentang perubahan, yang merupakan topik utama dalam acara ini. Mereka menegaskan bahwa tata dunia politik saat ini didominasi oleh demokrasi dan tata ekonomi yang didasarkan pada kapitalisme di skala global.

Perubahan yang diinginkan adalah perubahan dari tata dunia ini agar diatur oleh Islam kafah sebagai tawaran terbaik untuk perubahan. Metode perubahan ini melibatkan perubahan dari sistem hukum dan sistem pemerintahan yang saat ini tidak menggunakan Islam menjadi sistem yang berbasis pada Islam. Proses perubahan ini tidak hanya berfokus pada pembenahan individu-individu, tetapi juga mempersiapkan umat untuk menjalankan kekuasaan dengan prinsip-prinsip ideologi Islam.

Pada akhir acara, forum ini menghasilkan Piagam Intelektual Muslimah yang merekomendasikan solusi atas semua masalah untuk menciptakan dunia yang lebih baik:

Pertama, menolak mempertahankan demokrasi yang terbukti gagal mewujudkan dunia yang lebih baik.

Kedua, menjadikan Islam sebagai identitas, rujukan, dan solusi dalam pengelolaan semua urusan termasuk politik.

Ketiga, menggantikan sistem politik demokrasi dengan sistem politik Islam.

Keempat, menyerukan kepada intelektual muslim untuk berkontribusi aktif dengan ilmu yang dimiliki dalam memperjuangkan sistem Islam kafah.

Kelima, meneladani metode perjuangan Rasulullah saw. yang melibatkan pemikiran, politik, dan perubahan yang substansial dalam mewujudkan sistem Islam kafah untuk menciptakan dunia yang lebih baik.

Acara ditutup dengan penegasan agar para intelektual memahami posisi mereka dan aktif berperan dalam proses perubahan. Mereka juga diharapkan tidak ragu menyatakan bahwa demokrasi bukanlah sistem yang akan membawa dunia ke arah yang lebih baik, melainkan sistem Islam kafah dan Khilafah yang akan membawa perubahan positif bagi dunia. [IDN]

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.