Header Ads


Timpang dan Melebar: Kesenjangan Ekonomi RI Pasca Pandemi

Ilustrasi ketimpangan masyarakat


IndonesiaNeo.com --- Kondisi ekonomi Indonesia setelah mengalami pandemi diperkirakan semakin timpang dan melebar, menurut penilaian Kepala Riset CNBC Indonesia, Muhammad Ma’ruf. Diskusi Virtual Forum Guru Besar dan Doktor Insan Cita & Universitas Paramadina membahas masalah ini dengan fokus pada "Kesenjangan Kaya-Miskin Semakin Melebar; Evaluasi Kebijakan dan Pekerjaan Rumah Bagi Capres 2024," yang berlangsung pada Ahad (23/7/2023).

Muhammad Ma’ruf melihat bahwa kesenjangan ekonomi di Indonesia berakar dari kawasan metropolitan, sub-urban, dan pusat industri yang menjadi sumber utama ketimpangan tersebut.

Menurutnya, salah satu penyebab kesenjangan ekonomi adalah karena pemulihan perekonomian pascapandemi belum sepenuhnya dirasakan oleh masyarakat kelas bawah. Ketimpangan ini juga terlihat pada sektor usaha, upah pasar lapangan kerja, dan upah pekerja berdasarkan jenis kelamin.

Lebih lanjut, Muhammad Ma’ruf juga menyebutkan bahwa ketimpangan ekonomi semakin diperparah oleh fakta bahwa hanya 0,02 persen populasi yang memiliki setengah dari total simpanan bank di Indonesia. Sebuah estimasi dari Dewan Nasional Keuangan Inklusif mencatat bahwa pada tahun 2019, hanya 55,7 persen penduduk Indonesia yang memiliki rekening bank, dengan beberapa individu memiliki hingga tiga rekening dan mayoritas rekening bernilai besar dimiliki oleh korporasi, bukan perorangan.

Masalah ini semakin kompleks dengan penguasaan tambang oleh perusahaan swasta yang kontribusinya terhadap negara sangat minim. Sementara harga batu bara meroket dari US$50 per ton pada pertengahan 2020 menjadi sekitar US$400 per ton tahun sebelumnya, negara tidak mendapatkan pemasukan yang signifikan dari tambang tersebut.

Upaya pemerintah dalam menangani warga miskin dan hampir miskin dengan bantuan sosial Program Keluarga Harapan (PKH) dianggap kurang efektif dan tidak berkelanjutan oleh Muhammad Ma’ruf. Menurutnya, tanpa bantuan PKH, tingkat kemiskinan bisa meningkat hingga 35 persen. Saat ini, sekitar 14,1 juta warga bergantung pada bantuan pangan pemerintah untuk menghindari kemiskinan, dengan standar garis kemiskinan sebesar Rp550.458,- per kapita per bulan.

Untuk mengatasi permasalahan kesenjangan ekonomi di Indonesia, Muhammad Ma’ruf menawarkan pendekatan "jihad" dalam politik, hukum, dan ekonomi. Salah satunya adalah dengan menegakkan hukum yang memiliki target Indeks Pembangunan Manusia (IPK) yang terukur untuk menekan angka Incremental Capital Output Ratio (ICOR) yang saat ini mencapai sekitar 6-7 persen, agar berada di bawah 100 persen.

Selain itu, langkah strategis dalam pengembangan dan peningkatan inovasi Sumber Daya Manusia (SDM) juga dianggap penting, begitu pula dengan fokus pada empat sektor ekonomi PDB yaitu pertanian, perdagangan, manufaktur, dan makanan serta minuman. Selain itu, beberapa undang-undang terkait perlu direvisi guna mengatasi ketimpangan ekonomi ini.

Kesimpulannya, ketimpangan ekonomi di Indonesia pasca pandemi semakin menjadi perhatian utama, dan diperlukan usaha serius dan koordinasi dari berbagai sektor untuk mengatasi masalah ini agar negara dapat mencapai pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan. [IDN]

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.