Header Ads


Salma binti Khashafah: Teladan Wanita Setia di Sisi Sang Panglima Perang

Ilustrasi Panglima Perang


IndonesiaNeo.com -- Dikutip dari Muslimah News (05/07/2023), sebuah kisah inspiratif tentang teladan dari seorang muslimah. Kaum perempuan pada awal masa Islam bukanlah kaum yang berpangku tangan di rumah, mereka turut aktif berpartisipasi dalam menyemangati para mujahid yang berperang dan berkorban. Mereka memiliki peran yang tidak kalah penting dalam mengobati para pejuang yang terluka, menyiapkan urusan logistik dalam peperangan, dan berbagai tugas lainnya. Bahkan, beberapa di antara mereka terjun langsung ke medan perang dengan kekuatan dan kesiapan yang luar biasa, mampu membuat musuh terguncang di depan mereka. Beberapa wanita mulia pada masa tersebut adalah Nusaibah binti Ka’ab, Asma binti Yazid al-Anshariyyah, dan Asma binti Abu Bakar.

Namun, salah satu sosok perempuan hebat pada masa tabiin, istri dari seorang panglima perang ahli strategi, menjadi sorotan dalam sejarah perjuangan Islam. Nama wanita berani itu adalah Salma binti Khashafah, yang merupakan istri dari seorang sahabat terkenal, Al-Mutsanna bin Haritsah asy-Syaibani, salah satu panglima muslim yang berhasil menaklukkan Persia, salah satu imperium terbesar pada masa itu.

Kehidupan pernikahan Salma dan Sa’ad dimulai ketika Al-Mutsanna bin Haritsah memerintahkan pasukannya untuk melanjutkan perjalanan ke Qadisiyyah. Ia juga menitipkan Salma kepada Panglima Sa’ad bin Abi Waqqash. Ketika pesan-pesan Al-Mutsanna sampai pada Sa’ad, Sa’ad mendoakan rahmat Allah untuk almarhum suaminya dan berpesan pada keluarganya agar selalu berkomitmen pada kebaikan.

Setelah masa idah Salma berakhir, Sa’ad pun meminang dan menikahinya. Saat perjalanan menuju Qadisiyyah, Salma turut serta dalam perang Qadisiyyah dan berperan aktif dalam berbagai aksi militer lainnya. Peranannya dalam peperangan ini sangat menonjol dan langkah strategis yang diambilnya menunjukkan firasat dan kecerdasannya saat pasukan kaum muslim tengah menghadapi kesulitan.

Salah satu momen menarik adalah ketika Salma berinteraksi dengan seorang penyair pemberani bernama Abu Mihjan, yang juga memiliki kecanduan minuman keras dan sebelumnya telah dihukum. Abu Mihjan ingin terlibat dalam peperangan, dan ia meminta Salma untuk membebaskannya dan meminjamkan kuda milik Sa’ad yang disebut "al-Balga" untuk berperang. Dalam pertemuan itu, Abu Mihjan mengutarakan rasa penyesalan dan bertekad untuk berubah jika diberi kesempatan.

Meskipun Salma sebenarnya tidak memiliki kuasa untuk membebaskannya sepenuhnya dan memberikan kudanya, ia tetap melihat kejujuran dan kesungguhan dalam permohonan Abu Mihjan. Akhirnya, Salma melepaskan belenggu Abu Mihjan dan memberinya kesempatan untuk berpartisipasi dalam peperangan. Terbukti, aksi keberaniannya dalam medan perang memberikan dampak signifikan pada kemenangan kaum muslim dalam Pertempuran Qadisiyyah.

Salma tidak hanya berperan dalam medan perang, tetapi juga sebagai wanita penyayang dan subur yang melahirkan banyak putra dan putri dari pernikahannya dengan Sa’ad. Dia adalah sosok wanita teladan yang setia mendampingi suaminya dalam perjuangan dan membantu mengubah hidup orang lain, seperti yang terjadi pada Abu Mihjan.

Kehidupan Salma penuh dengan ketangguhan, kecerdasan, kebijaksanaan, dan keberanian. Dia tidak hanya menjadi inspirasi bagi wanita muslim pada zamannya, tetapi juga bagi generasi selanjutnya. Melalui kisahnya, kita dapat mengambil pelajaran tentang pentingnya berperan aktif dalam masyarakat dan berjuang untuk kebenaran dan kemenangan Islam.

Kisah Salma binti Khashafah mengajarkan kita untuk senantiasa berani berbuat baik, membuka pintu maaf dan pertobatan bagi orang lain, serta berusaha berperan aktif dalam mencapai kemenangan bagi kebenaran dan keadilan. Semoga perjalanan hidupnya menjadi inspirasi bagi kita semua dalam menghadapi tantangan zaman ini dan memperjuangkan kebaikan bagi umat dan agama kita. [IDN]

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.