Header Ads


JEJAK KHILAFAH DI TIMUR NUSANTARA (Catatan Seminar Jejak Khilafah di Nusantara)


Oleh: Wahyudi al Maroky
(Dir. PAMONG Institute)

Pada awal Mei ini (1/5) penulis hadiri diskusi tentang Jejak Khilafah di Nusantara. Diskusi ini dilaksanakan ditengah suasana wabah Corona sehingga dilaksanakan secara online.
Diantara pertanyaan peserta adalah, kesultanan mana yang paling berpengaruh di Timur Nusantara. Juga muncul pertanyaan, apa ada hubungan kesultanan dengan kekhilafahan? Dan kenapa kesultanan saat ini tidak begitu nampak berperan?
Untuk menjawab pertanyaan tersebut, bisa kita telusuri jejak Khilafah di berbagai daerah timur nusantara ini.
PERTAMA; Kesultanan yang tertua dan paling berpengaruh di Timur Nusantara adalah Tidore dan Ternate. Kini masuk dalam wilayah administrasi Provinsi Maluku Utara.
Jika kita telusuri jejak islam di Timur Nusantara menggunakan transportasi Udara, maka akan mendarat di Ternate. Begitu mendarat maka suasana kesultanan islam sudah terasa di bandara Sultan Babullah. Ya, setidaknya dari Namanya sudah menunjukkan kita sampai di negeri kesultanan, bukan negeri Kerajaan atau kekaisaran.
Selanjutnya kita menemukan Tidore sebagai kesultanan tertua. Tidore yang terletak di sebelah selatan Ternate itu sudah berdiri sejak tahun 1108. Hal ini dikuatkan dengan Perda Kota Tidore Nomor 15 Tahun 2008, yang menetapkan tanggal 12 April 11O8 sebagai Hari Jadi Tidore
Sejarah panjang perjalanan Kesultanan Tidore dimulai sejak tahun 502 Hijriyah atau 1108 Miladiyah, beberapa sumber bahkan menyebutkan tahun 1036 Miladiyah sebagai tahun awal terbentuknya pemerintahan dipimpin oleh Kolano. Sistem ini dikenal dengan sebutan “Kolano se i rayat” (Penguasa bersama rakyat).
Tahun 1495 terjadi perubahan Sistem pemerintahan menjadi Pemerintahan Islam yang menerapkan hukum islam. Ini dimulai saat Raja ke-11, Kolano Ciriliyati. Ia yang pertama kali menggunakan gelar Sultan pada tahun 1495.
Dimasa Sultan Djamaluddin Ciriliyati (1495-1512) dikembangkan sebuah sistem pemerintahan baru “Kolano se i bobato Dunya se Akhirat” (Sultan bersama menteri urusan dunia dan urusan akhirat/agama). Tokoh dakwah yang sangat mempengaruhi perubahan itu; Syekh Mansur dari Arab.
Pengaruh Sultan Tidore sangat kuat dan luas. Bahkan termasuk mengangkat empat raja kepulauan di Papua. Kini dikenal dengan kepulauan Raja Ampat. Bahkan Sultan Tidore Zainal Abidin Syah tercatat menjadi Gubernur Pertama Papua.
Jika Tidore sudah berdiri sejak tahun 1108, Ternate baru hadir pada tahun 1257 dengan pemimpinnya Momole Ciko yang menyandang gelar Baab Mashur Malamo (1257-1272). Ternate atau yang sebelumnya bernama Kerajaan Gapi merupakan salah satu dari empat kerajaan Islam tertua di Maluku Utara selain Tidore, Jailolo, dan Bacan.
Untuk menggalang persatuan, pemimpin Ternate ke-7, Kolano Sida Arif Malamo (1322-1331), berinisiatif mengundang penguasa Tidore, Jailolo, dan Bacan untuk bertemu. Disepakati bahwa dibentuklah persekutuan bernama Moloku Kie Raha (Empat Gunung Maluku).
Jika Kesultanan Tidore baru melaksanakan sistem pemerintahan kesultanan tahun 1495, ternyata Ternate lebih dahulu melakukannya. Sultan Ternate pertama Kolano Marhum (1465-1486). Tokoh yang sangat mempengaruhi perubahan itu adalah Datu Maulana Hussein yang berdakwah di ternate.
Ada perbedaan waktu antara masuknya islam dan perubahan sistem pemerintahan. Beberapa catatan sejarah, islam telah masuk ke Ternate dan Tidore sekitar abad ke-12 atau abad ke-13. Namun baru terjadi perubahan sistem pemerintahan dari kerajaan menjadi Kesultanan. Biasanya islam telah masuk lebih dahulu barulah diikuti perubahan sistem pemerintahannya.
KEDUA; hubungan Kesultanan dengan Kekhilafahan sangatlah erat. Ini dapat kita saksikan dari peralatan Perang seperti meriam, pedang, benteng dan alat alat lainnya yang kebanyakan berasal dari Kekhilafahan Utsmani. Demikian juga adat dan Budaya banyak diwarnai budaya dan tradisi para khalifah. Termasuk dalam cara berpakaian.
Bagunan fisik pun nampak sekali pengaruh dari kekhilafahan, seperti bentuk bangunan istana, benteng, masjid, dll. Dari bentuk, warna dan ornamen nampak ada pengaruh kehilafahan. Termasuk ada beberapa ceramah maupun ketika jumat sering disebut nama Sang Khalifah. Bahkan ada gelar yg diberikan sebagai Sultan ...Khalifatul khamis. Ada juga yang diberi gelar Khalifatullah Tanah Jawa, dll.
Fakta yang tak terbantahkan adalah terjadinya Perubahan Sistem Pemerintahan. Ada perubahan besar dalam pemerintahan yakni dari sistem KERAJAAN menjadi KESULTANAN.
Dalam sistem kerajaan, sumber hukum ada ditangan Raja. Raja sebagai satu-satunya yang berkuasa membuat hukum dan menjadi sumber kebenaran. Sementara sistem kesultanan menerapkan hukum alquran dan sunnah, yakni hukum syariah Islam. Sultan hanya menerapkan hukum syariah Islam. Ia tak boleh membuat hukum sendiri. Standar benar dan salah berdasarkan alquran dan sunnah.
Meski Kerajaan Tidore terbentuk lebih dahulu, namun dalam membentuk sistem pemerintahan Islam ternyata Ternate (1465) lebih awal 30 tahun dari Tidore (1495). Ini lebih tua dibandingkan dengan Buton baru menjadi kesultanan (khalifatul Khamis) pada tahun 1541.
KETIGA; Perubahan sistem kerajaan menjadi Kesultanan Ternate memberikan pengaruh besar di Wilayah Timur Nusantara. Pengaruhnya meliputi Kepulauan maluku dan sulawesi.
Kesultanan Gorontalo (Hulunthalu) terbentuk tahun 1523 dimasa Pemerintahan Sultan Amai yang menikah dengan Putri Raja Palasa yang masih keluarga Sultan Ternate.
Demikian pula islam masuk ke Makassar karena pengaruh dari Ternate. Tahun 1591 Sultan Alauddin (karaeng Matowaja Tumanagarana Ri Agamana) merubah sistem kerajaan menjadi kesultanan.
Sultan Alauddin memberikan pengaruh besar pada kerajaan Bima sehingga Putra Mahkota kerjaan Bima La Kai yang menjadi Raja ke-27 lalu masuk Islam. Ia menikahi adik Istri Sultan Alauddin dan selanjutnya dilantik menjadi Sultan Pertama Bima tahun 1620. Sistem pemerintahan pun berubah dari Kerajaan Hindu menjadi Kesultanan Islam dengan gelar Sutan Abdul Khair ke-1.
Jika islam masuk ke Ternate melalui ulama Datu Maulana Husen, maka ke Tidore melalui Syeikh Mansur dari Arab. Beda lagi dengan di Kerajaan Buton islam masuk dari Kesultanan Malaka, dibawa oleh syeikh Abdul Wahab.
Dari sumber-sumber diatas bisa disimpulkan bahwa masyarakat Ternate sendiri sudah mengenal Islam dari sejak abad ke-13 dari pedagang Arab. Islam kemudian berkembang pesat di Ternate dan wilayah Timur Nusantara.
Selanjutnya Sultan Baabullah dijuluki penguasa 72 pulau yang semuanya berpenghuni. Hal ini menjadikan Kesultanan Ternate sebagai yang terbesar di Timur Nusantara, di samping Aceh dan Demak yang menguasai wilayah barat dan tengah Nusantara kala itu.
Kejayaan dan pengaruh tiga kesultanan ini dalam membangun perdaban di nusantara sangatlah Besar. Bahkan para sultan ini yang sangat kuat melawan penjajahan dari bangsa Barat. Namun entah sengaja atau tidak, peran mereka seolah dikesampingkan dalam catatan sejarah bangsa ini. Padahal mereka adalah pilar pertama yang membendung kolonialisme Barat.
Upaya mengesampingkan catatan sejarah para sultan Nusantara ini dimulai dari penjajahan Belanda. Ia Mengganti daerah Kesultanan Menjadi Gubernuran. Dulu ada Sultan Yogya, kini menjadi Gubernur DIY. Dulu ada Sultan Taha di jambi, kini jadi Gubernur jambi. Dulu ada Sultan Ternate, kini ada Gubernur Maluku Utara. Dulu ada sultan Hasanuddin, kini ada Gubernur Makassar, dll.
Bahkan literatur dan dokumen kesultanan diangkut oleh Belanda. Tak heran jika dokumen sejarah negeri ini lebih banyak di Negeri Belanda.
Semestinya kita memberikan rasa hormat yang tinggi atas perjuangan para Sultan yang telah berjuang melawan penjajahan bangsa Barat; Portugis, sepanyol, Belanda, Inggris, dll. Tanpa mereka, yang memberikan inspirasi melawan penjajahan mungkin kita masih duduk manis dengan para penjajah dan ikut menindas bangsa sendiri.
Berbagai catatan sejarah tentang Perubahan sistem Pemerintahan Kerajaan menjadi Kesultanan Islam menandakan negeri ini pernah menerapkan sistem pemerintahan islam. Bahkan beberapa bukti sejarah, corak bangunan, tradisi dan alat Perang menjadi saksi adanya hubungan Kesultanan dengan keKhilafahan.
Adanya jejak khilafah di Nusantara itu menjadi bukti bahwa masayakat yang hidup dalam sistem pemerintahan Kerajaan (Otokrasi) bisa menerima sistem kesultanan yang merupakan bagian dari kehilafahan. Ini sangat berbeda dengan orang yang hidup dalam sistem Demokrasi kini. Masih banyak yang benci dan belum bisa menerima, bahkan sekedar gagasan khilafah? Tabiik.
NB; Penulis pernah belajar pemerintahan di STPDN angkatan ke-04 dan IIP Jakarta angkatan ke-29 serta MIP-IIP Jakarta angkatan ke-08.

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.