Header Ads


Tagihan Listrik Bengkak Dimasa Pandemi, Wajarkah?


Oleh: Khusnawaroh 
(Pemerhati Umat)

Masih dalam hitungan hari masyarakat agak sedikit lega dengan bantuan yang diberikan pemerintah berupa BLT, sebagai bentuk kepedulian  pemerintah terhadap penanganan penanggulangan wabah virus Covid-19 yang sedang melanda. Walaupun tidak semua masyarakat merasakan bantuan itu, namun kini  rakyat terhentak dengan kenaikan listrik yang datang tiba- tiba, bak siluman yang hadir tiada sangka. 

Seperti dilansir  Detik.com. Jakarta - Keluhan masyarakat soal tagihan listrik yang membengkak kembali merebak. Masyarakat memperkirakan ada kenaikan tarif listrik secara diam-diam atau ada subsidi silang yang diterapkan untuk pengguna daya 450 VA dan 900 VA.

Merespon keluhan-keluhan tersebut, PT PLN (Persero) angkat suara. Direktur Niaga dan Manajemen Pelanggan PLN Bob Saril memastikan seluruh anggapan itu tidak benar. PLN tidak pernah menaikkan tarif listrik karena bukan kewenangan BUMN.

"Pada intinya bahwa PLN itu tidak melakukan kenaikan tarif karena tarif itu adalah domain pemerintah. Kan sudah ada UU yang diterbitkan pemerintah melalui Kementerian ESDM. Jadi PLN tidak akan berani karena itu melanggar UU dan melanggar peraturan dan bisa dipidana bila menaikkan tarif," ujar Bob dalam konferensi pers bertajuk 'Tagihan Rekening Listrik Pascabayar', Sabtu (6/6/2020).

Hati rakyat seakan terenyuh disaat  musibah wabah yang melanda belum mereda, PHK dan kesulitan mencari nafkah menerpa, setelah terjadi kenaikan iuran BPJS, kini  kenaikan pembayaran listrik juga terjadi. 

Meskipun PLN mengelak telah menaikkan listrik selama masa pandemi, kenaikan listrik dianggap wajar, karena penggunaan yang meningkat karena WFH dan BDR. 

PLN menjelaskan, bahwa kenaikan tarif disebabkan oleh penggunaan konsumsi listrik rumah tangga yang meningkat dikarenakan aktivitas di rumah semakin banyak dalam memakai listrik. Selain itu, pada Maret, PLN tidak melakukan pencatatan meter, namun menggunakan kebijakan rata-rata pemakaian pada tiga bulan sebelumnya (Desember, Januari dan Februari).

Sebelumnya, Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi meminta masyarakat untuk melaporkan kenaikan tarif dasar listrik (TDL) dikalangan pelanggan rumah tangga. Menurutya, pelanggan wajib melaporkan hal tersebut jika kenaikan mencapai diatas 50 persen.

Meski demikian, Tulus menilai wajar kenaikan TDL yang terjadi saat ini. Dia mengatakan, hal tersebut mengingat masyarakat saat ini lebih banyak menghabiskan waktu di tempat tinggal masing-masing menyusul peneparan kebijakan kerja dari rumah (KDR) dan PSBB. Republika dijakarta , senin (4/5) 

Itulah alasan yang diberikan oleh pihak PLN terkait kenaikan listrik yang terjadi, namun jika kenaikan tagihan lebih disebabkan ada selisih dan kenaikan konsumsi listrik saat work from home ( WFH ) dan BDR. Namun sayang apa yang dialami oleh sebagian warga terlepas dari alasan itu pun mengalami kenaikan biaya listrik.

Hal ini diutarakan oleh masyarakat disosial media. Dimana, lonjakan tersebut dinilai tidak sebanding dengan pemakaiannya. Sebut saja N. Dirinya memposting unggahan tagihannya dengan mempertanyakan besarannya.

 Selama tiga bulan sejak Covid-19 muncul ditinggal pulkam, kok masih saja kena tarif normal layaknya dipakai seperti biasa. Mohon jangan menindas rakyat terus menerus, ujarnya di Grup Facebook Info. HEADLINES TODAY.  Depok, Jakarta, Sabtu (6/6/2020). 

Kenaikan tagihan listrik juga dialami  Ramlan warga Depok. Tak tanggung-tanggung, kenaikan membengkak hingga lima kali lipat dari pemakaian sebelumnya. Jika biasanya ia hanya membayar tagihan sebesar 180 ribu rupiah. Pada Juni ini, tagihan yang harus dibayar sebesar 1,5 juta rupiah. Tak heran warga curiga adanya kecurangan dalam hitungan kwh perjam dari meteran listrik, yang menyebabkan tagihan listrik membengkak. Hingga beramai-ramai melakukan protes ke kantor PLN, bersama warga Depok lainnya. (jabarnews.com 09/06/2020).

Selain contoh di atas, masih banyak keluhan  serupa yang dialami warga, sebab banyak pula warga yang saat wabah work from home  penggunaan listrik normal, namun tetap mengalami kenaikan.

Terkait dengan semua alasan yang telah diberikan oleh pihak PLN dan keluhan yang terjadi dimasyarakat, dimana tanggung jawab pemerintah? Bukankah sebagaimana yang telah diungkapkan oleh pihak PLN. Bahwa yang dominan melakukan kenaikan tarif adalah pemerintah sebab sudah ada Undang- Undangnya yang telah diterbitkan oleh pemerintah melalui kementrian ESDM.

Menanggapi hal itu, Anggota DPR Fraksi PKS Mardani Ali Sera pun mengungkit bahwa pemerintah sudah berjanji tidak ada kenaikan tarif. JPNN.com, Senin (8/6).

Legislator Dapil II DKI Jakarta (Jakarta Pusat, Jakarta Selatan, dan Luar Negeri), itu menambahkan pemerintah termasuk PLN perlu bicara atas keluhan warga tersebut.

Jika keluhannya massal maka ada sesuatu. Para akademisi dan peneliti bisa turut membantu menjelaskan fenomena ini hingga ada second opinion, ungkap Mardani.

Jelas ini merupakan bentuk kejahatan apalagi terjadi saat pandemi, rakyat sudah terlunta -lunta  dengan biaya hidup, dicekik pula dengan biaya listrik yang naik melejit. Terlebih ini bukanlah suatu kewajaran, namun tidaklah heran di sistem kapitalis sekuler hal semacam ini memang dianggap wajar. Kebijakan memeras rakyat sudah menjadi tujuannya. 

Dan kenaikan tagihan listrik yang terjadi, kembali menegaskan ketidakpedulian pemerintah ditengah kesulitan rakyat menghadapi wabah. Padahal semestinya rakyat diberi kemudahan dalam memperoleh layanan publik. Termasuk dalam memperoleh listrik yang menjadi kebutuhan vital warga dimasa pandemi.

Kelistrikan merupakan sektor strategis dan vital bagi sebuah negara, menjadi kewajiban negara untuk mengelola sektor ini semata-mata demi untuk kepentingan rakyat, sayangnya hal ini tidak ditemui dalam sistem kapitalisme, sebab dalam sistem kapitalis berdasar atas asas manfaat, membiarkan kepemilikan umum dikuasai oleh korporasi, negara hanya tidak lebih sebagai fasilitator bagi kepentingan kapitalis, mekanisme bisnis pun terjadi. Walhasil rakyat harus merasakan beban kehidupan yang semakin hari semakin berat. 

Sangat berbeda dengan Islam, dalam sistem Islam listrik merupakan kebutuhan dasar rakyat, yang wajib dipenuhi pemerintah secara gratis, sebab listrik bagian dari hak milik umum yang dikelola negara dan diprioritaskan untuk kepentingan, kesejahteraan rakyat,  sehingga individu maupun korporasi, dilarang untuk menguasainya. sebagaimana sabda Rasulullah Saw.
" Kaum muslim bersekutu (memiliki hak yang sama) dalam tiga hal air, padang rumput dan api.(HR. Abu dawud, Ahmad, dan Ibnu majah)  

Kepemimpinan dalam sistem Islam diakui sangat mampu untuk membawa rakyat kedalam kesejahteraan sebab berawal dari tata kelola negara yang baik  penuh amanah dan tanggung jawab sesuai syariat Allah Swt. 

Sehingga di masa pandemi seperti saat ini negara tidak merasa kesusahan untuk menanganinya. Untung dan rugi dari sisi ekonomi bukanlah ukuran. Keselamatan rakyat dan terpenuhinya kebutuhan mereka menjadi perhatian utama. 

Meskipun negara harus mengeluarkan dana yang tak sedikit, tak dapat dipungkiri bahwa  sesungguhnya benar- benar sistem Islamlah yang sangat kita butuhkan saat ini, bukan sistem kapitalis yang telah merusak seluruh sendi-sendi kehidupan.

 Wallahualam bissawab.(*)

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.