Header Ads


Kebijakan Salah Arah Pendidikan Ditengah Covid-19

Oleh: Santi Zainuddin (Aktivis Dakwah Muslimah)


Pandemi Covid-19 membuat pembelajaran yang sedianya dilakukan secara tatap muka beralih menjadi belajar jarak jauh (BJJ) baik dalam jaringan (daring) maupun luar jaringan (luring). Namun, belajar jarak jauh yang diyakini sebagai sarana paling efektif efektif selama pandemi nyatanya jauh dari yang diharapkan titik banyak tenaga pengajar, siswa mahasiswa orang tua siswa kesulitan selama proses pembelajaran ini dilaksanakan. 


Kesulitan dialami pun beragam mulai dari beban tugas, penguasaan materi, kendala jaringan kuota internet dan lain sebagainya. Sekolah tatap muka hutan dan harapan banyak pihak agar tercapai target pembelajaran dan menghilangkan kendala BJJ.


Menanggapi keluhan para siswa dan orang siswa soal belajar jarak jauh Kemendikbud Nadiem Makarim menemukan bahwa SMK dan perguruan tinggi di seluruh zona baik hijau maupun kuning sudah diperbolehkan untuk melakukan sekolah secara tatap muka.

Namun Nadine tetap menegaskan bahwa protokol kesehatan harus tetap dilakukan secara ketat. hal tersebut diungkapkan dalam konferensi pers secara virtual pada Jumat (7/8/2020). Meskipun sekolah tatap muka tersebut diserahkan kepada pemerintah daerah sekolah dan orangtua murid.


Selain kebijakan tatap muka, pemerintah juga mengizinkan penggunaan dana BOS untuk keperluan kuota internet bagi guru dan peserta didik Selama belajar jarak jauh (BJJ). Hal ini digunakan demi meringankan orang tua siswa dan siswa yang terdampak akibat adanya wabah covid 19 ini namun sayangnya kendala tidak adanya jaringan tidak dicarikan solusi.

Sayangnya, kebijakan yang diambil oleh pemerintah ini khususnya Kemendikbud dalam rangka mempermudah proses pembelajaran selama pandemi ini tidak sepenuhnya mempertimbangkan dampak lanjutan, pemerintahan hanya merespon desakan publik tanpa diiringi persiapan memadai agar resiko bahaya bisa diminimalisir.


Salah Kelola Sistem Pendidikan


Semua fakta kebijakan diatas sebenarnya menunjukkan lemahnya pemerintah dalam menjamin terselenggaranya proses pendidikan. Pemerintah nampak tidak memiliki visi yang jelas, sehingga pendidikan pun tidak memiliki arah.


Realita ini wajar terjadi, pasalnya sebelum terjadi pandemi, institusi pendidikan sudah menjadi sektor yang dikomersialisasi. Sebagaimana ketetapan WTO, bahwa pendidikan sebagai salah satu industri sektor tersier karena kegiatan pokoknya adalah mentransformasi orang yang tidak berpengetahuan dan orang yang tidak punya keterampilan menjadi orang yang berpengetahuan dan orang yang mempunyai keterampilan.


Selain itu ketidakmampuan pemerintah memisahkan orang sehat dan orang yang sakit menjadi faktor utama semakin meluasnya penyebaran Covid-19 akibatnya kendala aktivitas kepentingan umum seperti pendidikan semakin luas.


Seharusnya sejak awal negara menyelusuri sumber penyakit dan berupaya untuk membatasi agar tidak meluas. Negara bertanggung jawab secara penuh atas kebutuhan wilayah terdampak baik kebutuhan medis maupun logistik dan perlengkapan protokol kesehatan.


Negara memberikan fasilitas pelayanan medis secara gratis dan kualitas terbaik untuk menyembuhkan korban yang terinfeksi penyakit, sehingga orang-orang sehat di tempat-tempat lainnya tetap belajar dan berproduksi seperti kegiatan belajar mengajar.


Namun, semua jaminan ini tidak dapat terwujud selama  kebutuhan rakyat diselenggarakan oleh rezim kapitalis. Rezim yang berorientasikan materi pada kebijakannya tanpa mengerti hajat kebutuhan rakyat yang sebenarnya menjadi tanggung jawabnya.


Pentingnya Penerapan Sistem Islam 


Tentu hal ini tidak akan terjadi dalam sistem Islam, sebab syariat Islam telah mendudukkan posisi pemimpin atau Khalifah. Dalam Islam pemimpin adalah sebagai ra'in (pengurus) kebutuhan rakyatnya artinya posisi pemimpin dalam Islam adalah sebagai penjamin agar hajat kehidupan rakyat dapat terlaksana secara sempurna dan amanah kekuasaan ini akan mereka pertanggungjawabkan baik di dunia maupun di akhirat. Mereka akan mengurus dan memenuhi kebutuhan umat sebagaimana hukum syariat telah menetapkan.


Dalam Islam negara berkewajiban menjamin tiga kebutuhan dasar publik yaitu pendidikan, dan keamanan secara langsung artinya jaminan pemenuhan ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab negara yang akan dinikmati oleh seluruh warga negara Khilafah baik  miskin maupun  kaya, muslim ataupun kafir secara murah bahkan gratis. Jaminan tersebut baik menyangkut gaji para guru dosen, para pegawai terkait beasiswa bulanan bagi setiap mahasiswa maupun yang menyangkut infrastruktur serta sarana dan prasarana pendidikan seperti perpustakaan, auditorium asrama mahasiswa juga perumahan dosen.


Jaminan pendidikan ini tidak hanya disediakan yang hanya di kota tetapi hingga pelosok negeri. Oleh karena itu di dalam Khilafah tidak akan ditemukan kesenjangan pendidikan antara kota maupun daerah sebab seluruh wilayah dalam Khilafah akan mendapatkan fasilitas dan pembangunan sarana dan prasarana pendidikan yang sama.


Sistem pendidikan formal yang diselenggarakan Islam memperoleh sumber pembiayaan sepenuhnya dari negara oleh baitul Mal. Terdapat dua pendapatan Baitul Mal yang dapat digunakan untuk membiayai pendidikan yaitu pertama pos Fa'i dan kharaj yang merupakan kepemilikan negara seperti, khumus, jizyah, dharibah (pajak). 


Kedua pos kepemilikan umum seperti tambang minyak dan gas, hutan, laut yakni milik umum yang penggunaannya telah dikhususkan. Jika sumber pendapatan itu ternyata tidak mencukupi dan dikhawatirkan akan timbul efek negatif, jika terjadi penundaan pembiayaannya maka negara wajib mencukupinya dengan segera dengan cara berhutang. Hutang ini kemudian akan dilunasi oleh negara dengan dana dari dharibah atau Pajak yang dipungut dari kaum muslimin.


Biaya pendidikan itu dari Baitul Mal secara garis besar dibelanjakan untuk dua kepentingan. Pertama, untuk membayar gaji semua pihak yang terkait penyelenggaraan pendidikan seperti guru, dosen, karyawan dan lain-lain. Kedua untuk membiayai segala macam sarana dan prasarana pendidikan seperti bangunan sekolah, asrama, perpustakaan, buku-buku pegangan dan sebagainya. Dengan demikian, beginilah kondisinya jika hidup dalam sistem sekuler. kebijakan yang dijalankan semata-mata untuk kepentingan pihak yang berkuasa. Masalah pendidikan kalah dengan kepentingan pemilik modal. Islamlah yang akan menjamin pemenuhan pendidikan dan melindungi kita semua dari berbagai ancaman terasuk ancaman wabah. 


Wallahualam bissawab.[*]

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.