Meraih Ketakwaan Hakiki di Bulan Mulia
Kata “takwa” berasal dari kata “waqa”.
Artinya, melindungi. Maknanya, melindungi diri dari murka dan azab Allah Swt.
Wujudnya dengan menjalankan semua perintah Allah Swt. dan menjauhi segala
larangan-Nya. Yang halal dilakukan, yang haram ditinggalkan. Dalam seluruh
aspek kehidupan. Tak ada rasa keberatan sedikit pun terhadap aturan Allah dan
keputusan Rasulullah Saw.
Di dalam ayat ini, Allah Swt. menjelaskan bahwa puasa disyariatkan bagi hamba-Nya untuk meningkatkan dan menyempurnakan ketakwaan. Takwa
mencakup seluruh kebaikan, melaksanakan perintah-Nya, menjauhi larangan-Nya dengan mengaharap keridaan-Nya.
Meskipun menjalani Ramadan kali ini
dengan suasana yang berbeda, kaum muslim tetap menjalankan rutinitas ibadah
dengan mengharap ampunan dari Allah Swt. Hal tersebut dilakukan sebagai bentuk
keseriusan mendapatkan limpahan pahala di bulan yang mulia ini dan juga meraih
derajat takwa.
Sungguh, keyakinan kita terhadap ujian
wabah yang mendera bumi ini, merupakan konsep tauhid yang harusnya semakin
membuat kita sadar bahwa manusia adalah makhluk yang lemah. Orang beriman
harusnya bisa mengambil pelajaran dengan semakin mendekatkan diri kepada Allah
dan taat sepenuhnya bertakwa kepada Allah Swt.
Adapun ciri orang
bertakwa adalah mengimani Al-Qur’an dan
kitab-kitab yang Allah turunkan sebelum Al-Qur’an,
mendirikan salat, meyakini yang gaib, meyakini akhirat, serta menginfakkan hartanya
baik dalam keadaan lapang maupun sempit, mampu menahan amarah, mudah memaafkan
kesalahan orang lain. Jika ia berbuat dosa, maka ia akan memohon ampun kepada
Allah serta tidak meneruskan perbuatan dosanya dan masih banyak lagi ciri orang
bertakwa lainnya.
Sikap ini akan menjadikan diri kita mampu mengerjakan
semua apa yang ada di dalam kitab Al-Qur'an dan Sunah. Ketika sikap ini telah kita miliki maka
ibadah puasa menahan lapar dan dahaga dari segala hal yang membatalkan mampu
kita laksanakan, dan sikap takwa ini juga diharapkan mampu menjadikan kita sebagai insan yang
taat secara kaffah baik dalam aspek individu,
sosial dan negara.
Setiap mukmin pun hendaknya
merealisasikan apa yang menjadi buah dari takwa ini, dengan berupaya menjalankan
semua perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya baik terkait dengan akidah, syariah, makan, minum dan
akhlak. Muamalah yaitu ekonomi, politik, pendidikan, pemerintah, sosial, budaya
maupun uqubat atau sanksi hukum
seperti hudud, jinayat, ta’zir, maupun
hukum lainnya.
Selain itu, ketakwaan ini harusnya tidak parsial seperti melakukan sebagian dan meninggalkan
sebagian hukum lainnya, karena terwujudnya takwa yang sesungguhnya adalah
dengan mewujudkan individu yang bertakwa, masyarakat
yang beramar makruf nahi mungkar dan negara yang menerapkan syariat-Nya.
Karenanya sudah
selayaknya kita berupaya untuk mewujudkan dalam kehidupan dan memaksimalkan
potensi dan kemampuan kita untuk mendapatkan limpahan kebaikan dan setiap
keharaman yang bisa dicegah melalui ketakwaan individu, amar makruf nahi
mungkar oleh umat dan penegakan syariah Islam
secara kaffah.
Oleh karena itu, sebagai manusia
yang insya Allah lulus dari medan Ramadan, tak layak mengabaikan dan
mencampakkan Al-Qur’an. Terlebih syariat Islam hendaknya diamalkan secara
sempurna tanpa pilih-pilih. Dengan itu, kaum muslim akan menjadi umat terbaik, khayru ummah dan terlepas dari segala
bentuk kezaliman, keterpurukan, dan ketertindasan. Wallahu
a’lam bi as-shawab.(***)
Post a Comment