Header Ads


Tolak Pajak, Demokrasi Rusak, Tegakkan Realitas Pengganti

 Oleh: Jusmin Juan (KASTRA GEMA Pembebasan Daerah Kolaka)


Ironi dunia kapitalistik menggeliat, tak henti-hentinya dihebohkan anomali kekuasaan yang tidak sesuai harapan rakyat. Lantaran kezaliman terhadap kaum kecil dibiarkan bebas bersistemik di atas panggung politik Kapitalis-Demokrasi. Pajak tak berdosa menjadi ladang kapitalisasi.

Penguasa membenarkan adanya penarikan pajak sebagai pemasukan APBN. Fungsi pajak sebagai anggaran, stabilitas, kebijakan ekonomi, dan retribusi pendapatan atau balas jasa penarikan pajak telah diatur konstitusi. Dengan demikian, rakyat diwajibkan pajak.

Mirisnya, kian hari kewajiban pajak tersebut bermutasi menjadi beban rakyat. Balas jasa pungutan uang oleh pemerintah seolah kamuflase, pemerintahan yang berjalan sangat represif menekan kepercayaan rakyat terhadap penguasa. Adanya korupsi, Pungli, diskriminasi aktivis bahkan omnibus law menyebabkan sumbangsih pajak dipertanyakan.

Hilangnya kesadaran spiritual terhadap hubungan manusia dengan Allah menyebabkan kezaliman bertumbuh subur. Indonesia berada diambang kehancurannya oleh sebab kebijakan zalim penguasa itu sendiri.

Apalagi mengenai pungutan pajak penguasa pada Rakyat. Apabila ia berbuat zalim maka akan menjadi kegelapan di hari kiamat.

عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الظُّلْمُ ظُلُمَاتٌ يَوْمَ الْقِيَامَةِ  

"Kezaliman adalah kegelapan pada hari kiamat." (HR. Bukhari dan Muslim)


Tolak Pajak Zalim

Secara Syar'i Islam tak sepenuhnya mengharamkan pajak. Dikatakan bahwa, "Syara' melarang penguasa mewajibkan pajak terhadap kaum muslim berdasarkan perintah yang berasal darinya, sesuka dia. Khalifah tidak boleh mewajibkan pajak agar bisa dibelanjakan, akan tetapi ia membelanjakan dari Baitul Mal." (Syaikh Atha' bin Khalil Abu Rasytah)

Adapun dalam kondisi-kondisi tertentu yang dikecualikan oleh syara' dari larangan secara umum menarik pajak, bila diperlukan pembelanjaan darurat oleh Baitul Mal maka diwajibkan pajak terhadap orang-orang yang kaya sesuai ukuran pembelanjaan wajib  untuk kondisi-kondisi itu. Pajak yang ditetapkan oleh penguasa pada kondisi paceklik dan sebagainya harus sesuai perintah Allah Swt, bukan menurut hawa nafsunya atau sesuka hatinya.

Agar supaya boleh mewajibkan pajak untuk pembelanjaan pada kondisi itu, maka wajib terpenuhi syarat-syarat berikut:

  • Tidak adanya harta yang cukup dalam persediaan di Baitul Mal.
  • Telah ada Nas Syar'i menyatakan bahwa pembelanjaan pada kondisi itu adalah wajib bagi Baitul Mal dan kaum muslim.
  • Penarikan pajak tidak boleh melampaui kadar pembelanjaan yang wajib atas kondisi itu.
  • Kewajiban menarik pajak itu hanya dikhususkan terhadap orang-orang kaya saja yang mereka memiliki kelebihan dari kebutuhan pokoknya.

Hari ini, pajak seakan-akan dinilai menyulitkan rakyat kecil, sementara pendapatan terhitung sedikit akan tetapi pajak malah naik.

Di dalam Al-Qur'an al-Karim telah terdapat beberapa larangan merampas harta manusia tanpa dorongan hajat yang kuat. Firman Allah SWT:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلَّا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kalian saling memakan harta sesama kalian secara batil (tidak benar), kecuali dalam perdagangan yang berlaku atas dasar keridhaan di antara kalian (QS an-Nisa’ [4]: 29).

Abu Khair ra. berkata: Maslamah bin Makhlad (gubernur di negeri Mesir saat itu) menawarkan tugas penarikan pajak kepada Ruwafi bin Tsabit ra. Ia berkata: Sungguh aku pernah mendengar Rasulullah saw. bersabda:

إِنَّ صَاحِبَ الْمَكْسِ فِيْ النَّارِ

Sungguh para pemungut pajak (diazab) di neraka (HR Ahmad).

Begitulah kenyataan hidup umat hari ini. Mereka berhadapan dengan kondisi kehidupan yang sempit, sementara beban hidupnya semakin mengigit (berat). Akan tetapi penguasa justru memperberat beban hidup mereka dengan beragam pungutan pajak. Jelas hal itu adalah kezaliman.


Perselingkuhan Penguasa Dan Kapitalis Menzalimi Harta Rakyat

Sungguh akan datang pada manusia suatu zaman, dimana yang ada atas kalian adalah pemimpin-pemimpin yang bodoh (umara sufaha) yang mengutamakan manusia-manusia yang jahat dan mengalahkan orang-orang yang baik di antara mereka, dan mereka suka menunda-nunda salat keluar dari waktu-waktunya. Maka barangsiapa di antara kamu yang mendapati pemimpin-pemimpin seperti itu, janganlah sekali-kali dia menjadi pejabat (’ariif), atau menjadi polisi, atau menjadi pemungut [harta], atau menjadi penyimpan [harta] (Musnad Abu Ya’la, 3/121; Ibnu Hibban no 4669; Kata Nashiruddin Al-Albani dalam As-Silsilah As-Shahihah hadis no 360,”Hadis ini isnadnya sahih dan para perawinya tsiqat.”)

“Yang dimaksud “ariif” adalah orang yang memegang tanggung jawab masyarakat umum [pejabat pemerintahan], sedang “jaabi” adalah orang yang bertugas memungut harta masyarakat seperti bea cukai dan yang semisalnya [petugas pajak].” (Muhammad Syakir Al-Syarif, Al-Musyarakah fi Al-Barlaman wa Al-Wizarah, hlm. 181)

Dalam panggung demokrasi, penguasa mengalami disfungsi sebagai pemimpin, pengatur dan pelayan rakyat. Dudukan kursi mereka merupakan sokongan pengusaha. Sehingga terjadilah politik balas jasa.

Kedekatan penguasa dan kapitalis sebagai investor Parpol menzalimi rakyat. Penguasa menerima tekanan dan intervensi Parpol asalnya, dan memungut balas jasa. Sekali lagi, rakyat adalah ladangnya.


Demokrasi Biang Kerusakan

Tabiat sistem demokrasi menyodorkan pemimpin dan kebijakan yang menggigit rakyat, tak dapat dihindari lagi. Padahal rakyat itulah pemilih pemimpin dan para legislatif untuk memangku jabatan sebagai amanah dari rakyat.

Mestinya tanggungjawab tersebut menghantarkan mereka berlaku adil sebab amanah yang melekat. Tetapi justru sebaliknya, adanya penaikan pajak baru-baru ini sangat menekan kebutuhan umum rakyat. Maknanya rakyat memilih untuk sekedar dibuat sengsara.

Sangat tepat perkataan Charles Bukowski, "The difference between a democracy you vote first and then oppressed later; In a dictatorship you don't have to waste your time voting."

Di sisi lain, kepentingan rakyat pun kian terpinggirkan. Rakyat sedemikian sengsara oleh sebab neraca keadilan berat ke kiri. Alhasil doktrin demokrasi dengan pemilihan langsung akan mencetak pemimpin dan politisi yang mementingkan aspirasi rakyat hanyalah ilusi khayalan. Politik 'saling sandera' dalam sistem demokrasi akan abadi. Biang kerusakannya adalah pemberlakuan sistem demokrasi di negeri ini.


Menegakkan Realitas Pengganti

Kekesalan atas problem umum rakyat di dunia kapitalis-demokrasi saja tak cukup menyudahi kesengsaraan terlebih kedzaliman penguasa. Perlu adanya aspek pendorong agar benar-benar tuntas. Tak perlu menghabiskan energi menambal kerusakan sistem.

Semenjak umat manusia meyakini sistem demokrasi sebagai solusi kezaliman penguasa, sejak itu pula kezaliman malah bertambah. Solusi yang ditawarkan demokrasi adalah kebebasan berpendapat, akan tetapi penyimpangan bisa terjadi karena asas demokrasi itu sendiri sejak dini telah cacat.

Manusia memiliki iman dan hawa nafsu. Bila urusan kaum muslimin diserahkan kepada seseorang lalu dikerjakan menurut hawa nafsu mereka, sungguh nyata kecelakaan tengah terjadi.

'Oleh rakyat' merupakan sumber hukum demokrasi, dewan legislatif mengambil alih keputusan rakyat sehingga berpotensi zalim karena tak jarang menuruti hawa nafsunya. Allah Swt berfirman:

أَفَحُكْمَ ٱلْجٰهِلِيَّةِ يَبْغُونَ ۚ وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ ٱللَّهِ حُكْمًا لِّقَوْمٍ يُوقِنُونَ

Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin? (QS.Al-Maidah: 50)

Mengenai hal ini, Syeikh Ahmad Athiyyah menegaskan, untuk terjadinya perubahan terarah, dari kapitalisme menuju Islam, diperlukan dua faktor penting. Pertama, adanya kesadaran atau pemahaman atas fakta yang rusak yang kita ada di dalamnya. Dan yang kedua adalah adanya kesadaran atau pemahaman atas fakta pengganti yang akan menggantikan fakta yang rusak tersebut. (As-Syeikh Ahmad Athiyyah, at-Taghyir, hal 21-22)

Olehnya, kesadaran umat terhadap fakta rusak sudah terpenuhi. Setiap orang yang teguh membuka mata menyaksikan terjadinya kerusakan akan terkejut dan tersadar betapa rusaknya penerapan sistem selain sistem Daulah Islam.

Perjuangan menegakkan realitas pengganti, yakni Daulah Khilafah satu-satunya perjuangan haq menuntaskan problematika umat, mulai dari persoalan pajak hingga mekanisme sistem akan diatur hukum Allah. Perjuangan menegakkan khilafah adalah jalan terang menuju perubahan.

Wallahualam bissawab.[**]

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.