Dilema Di Tengah Proses Penegakan Hukum
Oleh : Asmar, S.H.
(Praktisi Hukum/Konsultan Hukum)
Tumpang tindih proses penegakan hukum di negeri yang konon katanya hukum adalah panglima. Namun selalu menyeret orang-orang yang memiliki perbedaan politik. Bila itu terus dibudayakan demi kepentingan kekuasaan semata, maka penegakan hukum telah bernuansa politik.
Apa yang harus diharapkan, bila hukum telah ditunggangi oleh orang-orang yang berkepentingan. Disisi lain, tidak sedikit rakyat Indonesia sangat mengharapkan keadilan. Bila hukum hanya digunakan untuk menebas kaum yang lemah hanya karena berbeda politik, maka kepada siapakah berharap?
Selama rezim ini berkuasa, hukum tidak dijalankan sebagaimana mestinya. Acap kali selalu menyasar orang-orang yang tidak satu frekuensi dengan para penguasa. Sudah banyak rakyat Indonesia mendapatkan kekecewaan, bukan hanya kasus HRS tentang pelanggaran berkerumunan.
Mestinya banyak yang harus ditindak, bila mengacu pada asas persamaan di mata hukum (equality before the law). Akan tetapi hal itu tidak dilakukan, bila pelaku adalah yang dekat dengan penguasa atau yang seirama dengan kepentingan rezim. Hukum kini telah mengikuti politik, maka jadilah politisasi terhadap hukum.
Jargon hukum bahwa tegakan keadilan walaupun langit akan runtuh (fiat justitia ruat caelum), hanyalah hamparan kosong alias omong kosong. Kasus korupsi misalnya, Harun Masiku yang ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK pada dugaan suap terhadap mantan Komisioner KPU, Wahyu Setiawan.(CNN Indonesia).
Kasus tersebut hingga kini belum ada titik kejelasan dari lembaga anti rasuah yaitu KPK yang diketuai oleh Firli Bahuri. Mirisnya, muncul lagi isu-isu baru. Kasus-kasus yang seharusnya menjadi prioritas utama oleh KPK seolah-seolah kini sirna seketika. Maka dari itu, KPK tetap harus didukung dalam memberantas para koruptor.
Belum lagi menyikapi persoalan Covid-19. Melalui Perpres No. 14 Tahun 2021 tentang perubahan atas Peraturan Presiden No. 99 tahun 2020 tentang Pengadaan Vaksin dan Pelaksanaan Vaksinasi Dalam Rangka Penanggulangan Pandemi Corona Virus Desease 2019 (Covid-19).
Lahirnya peraturan tersebut, tentu sebagai warna negara yang baik patut diapresiasi. Apalagi saat ini, penyebaran Covid-19 terus meningkat. Terlepas dari benar dan tidaknya data yang disuguhkan. Meskipun demikian, pemutusan mata rantai penyebaran Covid-19 tetap harus diupayakan.
Sekalipun itu dilakukan vaksinasi terhadap masyarakat. Hanya saja, penguasa tidak boleh memaksa atau menakut-nakuti rakyatnya dengan kebijakan tersebut. Seperti disebutkan dalam Pasal 13 A ayat (2) Perpres No 14 Tahun 2021 mengenai pelaksanaan vaksinasi.
"Setiap orang yang telah ditetapkan sebagai sasaran penerima vaksinasi Covid-19 yang tidak mengikuti vaksinasi Covid-19 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dikenakan sanksi administrasi, berupa; a. Penundaan atau penghentian pemberian jaminan sosial atau bantuan sosial; b. Penundaan atau penghentian layanan administrasi pemerintahan; dan/atau c. Denda, " bunyi ketentuan Pasal 13 A ayat (4) Prespres 14/2021.
Sebenarnya, Vaksinasi terhadap seluruh masyarakat Indonesia adalah kebijakan sukarela, bukan paksaan. Apalagi masyarakat diancam akan diberi sanksi atau bahkan ditakut-takuti, bila tidak ikut program tersebut akan dikenai sanksi administratif, Pasal 13 A ayat (2). Disatu sisi, masyarakat terhantui oleh adanya orang yang meninggal usai divaksin.
Bayangkan, sebagian masyarakat kehilangan pekerjaannya akibat pandemi Covid-19, pembisnis gulung tikar karena omzetnya tiap bulan menurun, sebagian masyarakat tidak tersentuh bantuan dari pemerintah, terbit aturan vaksin dan bila tidak mengikuti anjuran tersebut maka akan dikenai sanksi administratif. Bukankah itu sebuah kezaliman?
Ancaman Allah Bagi Penguasa Zalim
Bila penguasa mengancam atau menakut-nakuti rakyatnya dengan sebuah aturan yang mereka buat sendiri, maka Allah SWT juga memberikan ancaman bagi penguasa yang zalim terhadap rakyatnya. Ancaman itu, bukan hanya akan dirasakan di dunia, tetapi juga di akhirat kelak.
Sungguh berat beban yang ditanggung oleh seorang pemimpin. Amanah yang dipegang seorang pemimpin bukan hanya di dunia dipertanggung jawabkan, akan tetapi juga diakhirat. Allah SWT akan meminta pertanggung jawaban para pemimpin atas apa yang dimpimpinnya selama memegang amanah di dunia.
Andai kata, para pemimpin atau penguasa hari ini tidak dapat mempertanggung jawabkan atas apa yang dipimpinnya dihadapan Allah SWT, maka sesungguhnya azab Allah sangatlah pedih. Rasulullah SAW bersabda yang artinya,
"Siapapun pemimpin yang menipu rakyatnya, maka tempatnya di neraka,"(HR. Ahmad).
Demikian pula, Allah SWT mengancam orang-orang yang semena-mena berbuat zalim.
اِنَّمَا السَّبِيْلُ عَلَى الَّذِيْنَ يَظْلِمُوْنَ النَّاسَ وَيَبْغُوْنَ فِى الْاَرْضِ بِغَيْرِ الْحَقِّۗ اُولٰۤىِٕكَ لَهُمْ عَذَابٌ اَلِيْمٌ
“Sesungguhnya dosa itu atas orang-orang yang berbuat zalim kepada sesama manusia dan melampaui batas di bumi tanpa (mengindahkan) kebenaran. Mereka itu mendapatkan siksa yang pedih” (QS asy-Syura: 42).
Doa Rasulullah Saw Bagi Orang Yang Berbuat Zalim
Rasulullah SAW, selain mengancam para penguasa yang berbuat zalim, juga mendoakan tentang kesukaran bagi para penguasa yang berbuat zalim terhadap umatnya.
“Ya Allah, siapa yang mengemban tugas mengurusi umatku kemudian dia menyusahkan mereka, maka susahkanlah dia. Siapa yang mengemban tugas mengurusi umatku dan memudahkan mereka, maka mudahkanlah dia," Berikut doa Rasulullah SAW.
Para penguasa sudah semestinya berbuat keadilan selama memgang amanah sebagai pemimpin, bila tidak maka akan dijauhkan dari Syurga di hari kemudian kelak. Demikian sabda Rasulullah SAW:
"Tidaklah seseorang diamanahi memimpin suatu kaum kemudian ia meninggal dalam keadaan curang terhadap rakyatnya, maka diharamkan baginya surga” (HR Bukhari-Muslim).
Seorang pemimpin yang zalim akan merasakan akibatnya pada Hari Pembalasan. “Sungguh, manusia yang paling dicintai Allah pada Hari Kiamat dan paling dekat kedudukannya di sisi Allah ialah pemimpin yang adil. Orang yang paling dibenci Allah dan paling jauh kedudukannya dari Allah adalah pemimpin yang zalim” (HR Tirmidzi).
Berpalingnya Ketaatan Rakyat Dari Penguasa
Rasulullah SAW berpesan agar kaum Muslimin mematuhi pemimpin (ulil amri) dari kalangan mereka, selama pemimpin itu tidak menyuruh bermaksiat kepada Allah. Jika rakyat diperintahkan untuk maksiat, maka hilanglah kewajiban untuk taat. Berikut firman Allas SWT dalam Al-quran;
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اَطِيْعُوا اللّٰهَ وَاَطِيْعُوا
الرَّسُوْلَ وَاُولِى الْاَمْرِ مِنْكُمْۚ فَاِنْ تَنَازَعْتُمْ فِيْ
شَيْءٍ فَرُدُّوْهُ اِلَى اللّٰهِ وَالرَّسُوْلِ اِنْ كُنْتُمْ
تُؤْمِنُوْنَ بِاللّٰهِ وَالْيَوْمِ الْاٰخِرِۗ ذٰلِكَ خَيْرٌ وَّاَحْسَنُ
تَأْوِيْلًا
"Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad), dan Ulil Amri (pemegang kekuasaan) di antara kamu. Kemudian, jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (Al-Qur'an) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya."(QS. An-Nisa:59)
"Ketaatan hanyalah dalam perkara yang ma’ruf,” sabda beliau, seperti diriwayatkan Imam Bukhari. Maka, pemimpin yang zalim akan cenderung dijauhi orang-orang yang masih berpegang teguh pada kebenaran.
Wallahu A'lam Bishawab.
Sumber: Republika.Co.id
“Payouts on slots are statistically calculated,” says Ambrose. Pressing spin prompts the random number generator, which is an algorithm that determines whether 바카라사이트 or not each spin is a win or a loss, and the way big a win is. Each recreation, Ambrose says, has a set maintain percentage and a pay desk that details how typically and the way a lot games will pay again. Always hold this in thoughts, especially if you love taking part in} slots with progressive jackpots.
BalasHapus