Header Ads


Ketika Tontonan Menjadi Tuntunan?

 

Hasriyana, S.Pd. 

(Pemerhati Sosial Asal Konawe)

 

Belum lama ini artis, penyanyi dangdut Saipul Jamil dinyatakan bebas dari hukuman penjara selama kurang lebih 5 tahun masa kurungan. Kasus penyuapan dan tindak kekerasan seksual anak di bawah umur merupakan kasus yang dilakukan tersangka. Sungguh ironis! Kasus kekerasan seksual yang banyak terjadi ibarat fenomena gunung es yang mana masih banyak lagi kasus yang terjadi, namun tak terekspos oleh media.

 

Seperti yang dikutip dari media Riau24.com (2/09/2021). Saipul Jamil dikabarkan bebas pada 2 September 2021. Mantan suami Dewi Persik itu telah menyelesaikan hukuman penjara selama 5 tahun usai tersandung kasus pelecehan seksual. Sebelumnya, santer dikabarkan sudah banyak job yang menanti penyanyi dangdut tersebut. Kabarnya, ia juga akan kembali ke panggung hiburan Tanah Air. Namun di samping itu, banyak pula pihak yang tak setuju bila pria yang akrab disapa Bang Ipul itu kembali ke dunia entertain. Seruan boikot pun ramai ditujukan untuk Saipul Jamil.

 

Hal ini pun terjadi pada lingkungan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) yang justru baru terkuak di depan publik. Padahal selama kurung waktu dari tahun 2011-2021 korban dilecehkan oleh beberapa teman kantornya. Namun kasus ini baru akan diproses dalam ranah hukum setelah sekian tahun tak kunjung diproses hukum, itu pun setelah korban membuat laporan tertulis. Miris

 

Kasus kekerasan seksual merupakan satu dari sekian banyak kasus yang terjadi di negeri ini, alih-alih negara dapat menyelesaikannya, namun faktanya di lapangan justru semakin hari berbagai persoalan semakin meningkat.

 

Ada beberapa faktor penyebab banyaknya kekerasan seksual semakin meningkat: Pertama, tontonan yang tidak mengedukasi. Tidak dipungkiri banyaknya kekerasan seksual yang terjadi hari ini, yang menjadi salah satu faktor penyebabnya adalah tontonan yang banyak mengumbar aurat, bahkan hal demikian sudah menjadi biasa di tengah masyarakat. Sehingga tak heran jika siaran yang ada banyak mempertontonkan bagian aurat wanita yang seharusnya ditutup. Terlebih wanita selalu jadi model yang banyak diekspos kemolekan tubuhnya.

 

Pun, banyaknya siaran yang mempertontonkan adegan vulgar yang minim sensor dari pihak penyiaran. Hal itu menjadi semakin banyak tontonan yang mendorong naluri seksual untuk di penuhi, terlebih jika pemenuhannya tidak sesuai tuntunan agama. Bahkan hingga tontonan yang ditonton banyak menjadi inspirasi dari pelaku seksual untuk melakukan hal yang sama. Nauzubillah.

 

Sungguh miris, semakin majunya dunia teknologi hari ini, justru semakin mudahnya orang mengakses berbagai macam informasi yang berbau negatif hingga akses video dan gambar porno pun sangat mudah. Bahkan untuk gambar porno, kita tidak akses pun kadang jadi iklan lewat di beranda dan full mempertontonkan aurat. Maka wajar saja pelaku seksual makin marak terjadi.

 

Kedua, kebebasan yang kebablasan. Sistem tatanan kehidupan kita yang serba bebas hari ini karena dipisahkannya aturan agama dengan kehidupan, justru semakin menambah suburnya berbagai penyakit sosial. Negara memberi jaminan kepada setiap warga negara untuk berekspresi sesuai dengan keinginannya tanpa melihat apakah hal tersebut melanggar aturan agama. Sehingga tidak heran dengan dasar kebebasan tersebut orang bisa saja melakukan perzinahan atas dasar suka sama suka, mempertontonkan aurat, bahkan foto telanjang yang tak jarang menganggapnya bagian dari seni.

 

Ironis, Indonesia dengan penduduk mayoritas umat Islam tidak menjadikan Islam sebagai tuntunan kehidupan padahal Islam dengan seperangkat aturan telah menjelaskan berbagai macam solusi dari setiap persoalan kehidupan.

 

Islam pun telah menjelaskan bahwa batasan aurat bagi wanita yang bisa dilihat hanya muka dan telapak tangan sehingga selain dari itu, maka aurat wanita wajib ditutup. Sebagaimana firman Allah Swt dalam surah Al-Ahzab ayat 59, "Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: “Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka”. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."

 

Dari itu, kita tidak akan dapatkan dalam negara yang menerapkan aturan-Nya, seorang muslimah tidak menutup auratnya, karena hal itu menjadi kewajiban wanita untuk menutup auratnya dan ketika ada wanita muslimah yang tidak mau menutup auratnya maka negara wajib memberikan hukuman tergantung keputusan seorang pemimpin.

 

Selain itu, terhadap tayangan TV yang tidak mendidik, dalam sistem Islam ada departemen penerangan yang akan memfilter berbagai macam tontonan yang akan ditayangkan diberbagai stasiun TV. Semua tayangan yang ditonton hanya yang bersifat edukasi terhadap masyarakat dan menambah tsaqofah islam. Begitu pun dengan berita yang diakses, semua hanya berita yang menambah wawasan pengetahuan, sehingga tidak akan didapatkan akses yang berbau negatif.

 

Oleh karena itu, sulit menciptkan media yang bersih dari tontonan yang tidak mendidik, jika sistem yang ada masih kurang mendukung hal tersebut. Karenanya, semua itu hanya bisa kita harapkan jika negara menerapkan sistem yang membuat ketakwaan dan ketakutan terhadap pencipta semakin tinggi, sehingga menciptakan masyarakat yang beriman dan bertakwa. Wallahu alam[].

 

 

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.