Sekolah Kena pajak, Ada Apa Denganmu Negeriku?
Sri Maulia Ningsih,S.Pd
(Guru Pesantren di Kabupaten konawe)
Pademi
belum berakhir namun wacana kebijakan pemerintah tentang pajak pertambahan
nilai (PPN) atas jasa pendidikan sudah diwacanakan, pemerintah berencana
mengenakan pajak pertambahan nilai (PPN) atas jasa pendidikan sebesar 7% dalam
Rancangan Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP). Jika
tidak ada aral melintang, rencana ini akan diterapkan usai pandemi korona,
(kontan.co.id,8/09/2021).
Meskipun
demikian, Anggota Panja RUU KUP dari Fraksi PDIP Said Abdullah membeberkan
sejauh ini, pembahasan dengan pemerintah, bahwa PPN akan dikenakan kepada
sekolah yang tidak menjalankan Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) atau
tidak berorientasi nirlaba.
Misalnya,
sekolah internasional yang umumnya menelan biaya ratusan juta per tahun.
Sehingga, asas ability to pay dalam perpajakan Indonesia bisa dirasakan antara
sekolah negeri dengan sekolah swasta internasional dengan dalih keadilan dalam
perpajakan, (Kontan.co.id, 08/09/2021).
Jika
kita mendengar sejenak pernyataan atas kebijakan-kebijakan saat ini sepertinya
tak ada masalah dan terkesan adil namun jika kita lebih jeli maka akan kita
dapati bahwa kebijakan-kebijakan pemerintah atas kesejahteraan rakyat
sepertinya jauh panggangan dari api.
Betapa
tidak, Fakta kebijakan ini menyempurnakan gambaran lepasnya tanggung jawab
negara untuk melayani pendidikan secara berkualitas dan gratis, Lebih dari
itu negara sibuk mencari celah
memperbanyak pungutan dari rakyat. Bahkan Pendidikan anak negeri yg sudah
sekarat tak luput menjadi incaran pajak.
Ditambah
lagi dengan data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), jumlah anak yang
putus sekolah meningkat drastis terhitung sejak Januari-tahun 2021 dengan
alasan yang berbeda-beda dan umumnya tidak mampu secara finansial (yoursay.com,
07/03/2021)
Lain
halnya dengan sistem islam yang mengurusi urusan masyarakat secara menyeluruh
tak terkecuali urusan pendidikan.
Dalam
Islam, negaralah yang berkewajiban untuk mengatur segala aspek yang berkenaan
dengan sistem pendidikan yang diterapkan. Bukan hanya persoalan yang berkaitan
dengan kurikulum, akreditasi sekolah/PT, metode pengajaran, dan bahan-bahan
ajarnya, tetapi juga mengupayakan agar pendidikan dapat diperoleh rakyat secara
mudah dan gratis. Rasulullah saw. bersabda,
«الإِمَامُ رَاعٍ
وَهُوَ مَسْؤُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ»
“Seorang
imam (khalifah/kepala negara) adalah pemelihara dan pengatur urusan rakyat dan
ia akan dimintai pertanggungjawaban atas urusan rakyatnya.” (HR al-Bukhari dan
Muslim)
Dalam
islam, setiap kegiatan pendidikan harus dilengkapi dengan sarana-sarana fisik
yang mendorong terlaksananya program dan kegiatan tersebut sesuai dengan
kreativitas, daya cipta, dan kebutuhan.
Sarana
itu dapat berupa buku-buku pelajaran, sekolah/kampus, asrama siswa,
perpustakaan, laboratorium, toko-toko buku, ruang seminar-audiotorium tempat
dilakukan aktivitas diskusi, majalah, surat kabar, radio, televisi, kaset,
komputer, internet, dan lain sebagainya.
Dengan
demikian, majunya sarana-sarana pendidikan dalam kerangka untuk mencerdaskan
umat menjadi kewajiban negara untuk menyediakannya bukan malah mencari peluang
pajak untuk memajaki pendidikan seperti sistem pendidikan yang ada sekarang ini.
Berdasarkan
sirah Nabi saw. dan tarikh Daulah Khilafah Islam (Al-Baghdadi, 1996), negara
memberikan jaminan pendidikan secara gratis dan kesempatan seluas-luasnya bagi
seluruh warga negara untuk melanjutkan pendidikan ke tahapan yang lebih tinggi
dengan fasilitas (sarana dan prasarana) yang disediakan negara.
Kesejahteraan
dan gaji para pendidik sangat diperhatikan dan merupakan beban negara yang
diambil dari kas baitulmal. Sistem pendidikan bebas biaya tersebut didasarkan
pada ijmak Sahabat yang memberikan gaji kepada para pendidik dari baitulmal
dengan jumlah tertentu.
Contoh
praktisnya adalah Madrasah al-Muntashiriah yang didirikan Khalifah al-Muntahsir
Billah di kota Baghdad. Di sekolah ini, setiap siswa menerima beasiswa berupa
emas seharga satu dinar (4,25 gram emas). Kehidupan keseharian mereka dijamin
sepenuhnya oleh negara. Fasilitas sekolah disediakan seperti perpustakaan
beserta isinya, rumah sakit, dan pemandian.
Begitu
pula dengan Madrasah an-Nuriah di Damaskus yang didirikan pada abad 6 H oleh
Khalifah Sultan Nuruddin Muhammad Zanky. Di sekolah ini terdapat fasilitas lain
seperti asrama siswa, perumahan staf pengajar, tempat peristirahatan, para
pelayan, serta ruangan besar untuk ceramah dan diskusi.
Bahkan
dalam sistem islam jika seseorang memiliki karya berupa buku karya sendiri maka
hasil karya tersebut di bayar sesuai berat karya buku yang ditulis tersebut
sangat berbanding terbalik dengan sistem yang ada hari ini yang syarat akan
kapitalisasi dunia pendidikan dan pengabaian terhadap pengurusan rakyat.
Maka,
jika ada sistem yang lebih memperhatikan urusan pendidikan seperti sejarah yang
dikemukakan di atas maka tidakkah kita rindu untuk diatur dengan sistem
tersebut? Yakni sistem yang menerapkan
islam kaffah. Dengan demikian tidak ada lagi wacana sekolah kena pajak,
bahkan sekolah gratis untuk semua rakyatnya. wallahua'lam bishawab.
Post a Comment