Header Ads


Anak Menelantarkan Emak: Ketika Cinta Tak Berpihak

 

Oleh: Hasni Tagili, M.Pd. (Aktivis Perempuan Konawe)

 

"Kasih ibu sepanjang jalan, kasih anak sepanjang penggalan." Peribahasa ini benar adanya, cinta kasih anak kepada ibu tidak sebesar cinta kasih ibu kepada anaknya. Satu ibu bisa membesarkan sepuluh anak, tapi sepuluh anak belum tentu bisa merawat satu orang ibu.

Itulah yang terjadi pada Ibu Trimah, seorang ibu yang dititipkan tiga anaknya ke Panti Jompo Malang karena mereka tidak mampu membiayai orang tuanya.

Menurut penuturan Ibu Trimah, awalnya ia tidak diberitahu bahwa dirinya akan dititipkan ke panti jompo. Ia diantarkan oleh anak-anaknya ke panti khusus lansia. Saat tiba di sana dan tahu faktanya, Ibu Trimah mengaku hanya bisa pasrah meski mengaku kecewa (Kompas.com, 2/11/2021).

Menanggapi hal ini, Sosiolog Fisipol UGM Wahyu Kustiningsih, S.Sos., M.A. mengatakan bahwa tidak bisa dipungkiri kasus yang dialami Ibu Trimah adalah salah satu implikasi dari adanya perubahan struktur demografi masyarakat. Diantaranya alasan mobilitas, orang -orang mencari kerja di luar kota bahkan ke luar negeri sehingga harus meninggalkan orang tuanya, atau ada yang beralasan  keterbatasan ekonomi  sehingga tidak sanggup untuk untuk membiayai, maka dicarilah panti yang gratis (Kompas.com, 2/11/2021).

Miris sekali, lagi-lagi pemberitaan seperti ini pada zaman sekarang sudah dianggap biasa. Tidak ada rasa bersalah atau takut dengan dosa. Padahal, segala kesusahan dirasakan oleh seorang ibu, mulai dari mengandung, melahirkan, merawat, bahkan sampai membesarkan seorang anak tanpa keluh kesah. Semua dijalani dengan bahagia dan ikhlas.

Beda dengan anak, pada saat dia sudah dewasa, orang tua mulai menua dan terserang penyakit, selalu ada alasan dan syarat untuk merawat mereka.

Tak dipungkiri, kerasnya tekanan hidup menjadi pembenaran bagi anggota keluarga mengalihkan pengurusan orang tua pada panti jompo. Tidak hanya sampai di situ, penelantaran pun kerap terjadi.

Sistem kapitalisme tidak henti memproduksi kemiskinan massal. Pemimpin dalam sistem ini pun telah menunjukkan pada publik ketakbecusan mengurus rakyat, melepaskan tanggung jawab memenuhi kebutuhan rakyat.

Sistem ini juga yang telah mematikan fitrah manusia untuk memuliakan orang tua. Anak tidak lagi menjadi penyejuk mata bagi orang tua, berubah menjadi sosok yang tidak berbelas kasih. Pemicunya karena materi, ketakadilan ekonomi, dan lemahnya penanaman nilai agama menjadikan hilangnya fitrah sebagai manusia.

Luar biasa sistem kapitalisme menghancurkan hubungan orang tua dan anak. Kapitalisme sumber utama malapetaka dalam keluarga. Sistem ini menghilangkan pemahaman tentang kewajiban dan hak antaranggota keluarga karena nilai-nilai Islam telah ditinggalkan dalam ranah keluarga.

Sistem ini juga mematikan fitrah anak memuliakan dan menghormati orang tua. Anak durhaka pun terus lahir dari sistem ini, apalagi sistem ini menjamin setiap orang bebas berbuat, bebas berpendapat, dan negara melindungi kebebasan ini.

Ini memang sungguh ironi. Lahirlah pribadi-pribadi yang egois dan individualis, mereka jauh dari nilai-nilai keislaman dan adab-adab untuk memuliakan orangtua. Segala sesuatu hanya memandang dari sisi manfaat dan materi.

 Berbeda pada saat keimanan dan ketakwaan dijadikan sebagai landasan hidup. Memuliakan orang tua adalah tingkatan kedua setelah Allah Swt. Dikisahkan dari seorang sahabat, Uwais al Qarni. Dia seorang yatim dan hanya tinggal bersama ibunya yang sudah tua dan lumpuh di Yaman.

Uwais adalah sosok pemuda yang saleh dan sangat memuliakan ibunya. Uwais senantiasa merawat dan memenuhi semua permintaan ibunya. Sang ibu yang sudah tua sangat ingin sekali pergi haji. Padahal, dengan kondisi ketika itu yang tak ada uang. Uwais merasa berat untuk memenuhi keinginan sang Ibu.

Singkat cerita, dengan penuh perjuangan akhirnya tiba di tanah suci. Uwais al Qarni dengan tegap menggendong ibunya wukuf di Arafah dan tawaf di Kabah. Di depan Kabah air mata sang ibu tumpah. Uwais pun berdoa, "Ya Allah, ampuni semua dosa ibu."

Kisah ini menjadikan pembelajaran bahwa begitu dimuliakannya seorang ibu di dalam Islam. Ya, pendidikan dalam Islam sangat mengutamakan penguatan akidah serta pembentukan pribadi tangguh yang memiliki pola pikir dan pola sikap sempurna sehingga menghasilkan generasi yang dapat menghormati orangtua, menyayangi yang lebih muda, menghargai sesama manusia.

Memahami wajibnya berbuat baik dan memuliakan orangtua. Sesuai dengan firman Allah, "Sembahlah Allah dan jangan kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun, dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua Ibu Bapak” (TQS. An Nisa: 35).

Kemudian, dijelaskan bahwa “...dan Rabbmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan 'ah' dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia dan rendahkanlah diri." (TQS. Al-Isra: 23-24).

Selain itu, cara mendidik serta perlakuan orang tua kepada anak juga sangat penting. Hal ini akan memberi kesan kuat dalam membentuk karakter atau kepribadian anak ketika dewasa. Didikan yang buruk dari orang tua tentu akan memperburuk kepribadian anak saat dewasa.

Dalam hal ini, Islam memiliki konsep utuh dalam mendidik generasi. Dalam Islam, akan terbentuk generasi yang menghormati orang tua, menyayangi orang yang lebih muda, serta menghargai sesama manusia.

Seorang anak wajib melakukan birul walidain dan memuliakan orang tuanya. Kewajiban tersebut Allah posisikan setelah beribadah dan menauhidkan-Nya. Dosa besar bagi siapa pun yang memperlakukan orang tuanya dengan buruk. Rasulullah saw. bersabda, “Dosa besar yaitu menyekutukan Allah dan durhaka pada orang tua.” (HR Bukhari, Muslim, dan Tirmidzi).

Adapun perilaku buruk orang tua pada anaknya, Allah segerakan balasannya di dunia. Hadis Rasul saw., “Ada dua pintu petaka yang disegerakan akibatnya di dunia, yaitu orang yang zalim dan durhaka kepada orang tua.” (HR Al-Hakim). Wallahu‘alam.(*)

 

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.