Anti Narkoba, Wajib Anti Liberalisme!
Oleh: Siombiwishin (Aktivis Dakwah)
Problematika narkoba
seolah tiada matinya. Padahal, pemerintah mengklaim sudah berusaha keras
menumpasnya. Sayangnya, usaha tersebut seolah menemui jalan buntu. Apa yang menyebabkan
langkah yang ditempuh oleh pemerintah tidak mampu menumpas peredaran narkoba?
Survei nasional pada
2021 mendapati bahwa prevalensi penyalahgunaan narkotika di Indonesia meningkat
0,15%. Survei tersebut dilakukan BNN, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN),
dan Badan Pusat Statistik (BPS). Data tersebut menunjukkan kondisi penduduk
Indonesia yang terpapar narkotika terdiri atas dua kelompok. Pertama, kelompok
yang pernah mengonsumsi narkotika, sebanyak 4.534.744 pada 2019. Angka ini naik
menjadi 4.827.619 pada 2021. Kedua, kelompok setahun pemakai, yakni 3.419.188
pada 2019, meningkat menjadi 3.662.646 pada 2021. (Berita Satu, 15/12/2021)
Ditilik dari sisi
pemuda, pada tahun 2019-2022 terdapat public
figure yang diidolakan banyak remaja seperti Jefri Nicole, Renald Ramadhan,
Risky Nazar dan Ardhito Pramono terjerat kasus Narkoba. Selain itu, beberapa
waktu lalu publik juga dikejutkan dengan temuan 136 anggota polisi yang menjadi
pecandu narkoba.
Maraknya para public figure muda yang tertangkap kasus
narkoba seolah membuat narkoba menjadi hal yang biasa bagi kalangan muda,
mereka sudah tidak terkejut jika ada kasus yang serupa kembali terjadi, tentu
saja pemikiran seperti ini akan semakin merusak generasi. Khususnya idola para
remaja yang seringkali dijadikan acuan dalam kehidupan mereka, para pemuda yang
kita ketahui bahwa mereka adalah penerus bangsa, dimana ditangan merekalah
nasib bangsa ini akan ditentukan.
Mirisnya, para penegak
hukumpun ikut terlibat dalam mengkonsumsi obat terlarang ini. Upaya menumpas
barang haram tersebut seakan tiada ujung. Hal ini diperparah dengan penegakkan
hukum yang tumpul ke atas dan tajam kebawah, bagi selebriti, anggota
kepolisisan ataupun politisi mereka sangat mudah mendapatkan rehabilitasi,
tetapi tidak bagi masyarakat biasa yang terancam mendekam dibalik jeruji besi
ataupun memperoleh hukuman mati.
Meskipun pemerintah
telah menyatakan penolakan keras terhadap narkoba, penanaman ganja dan
aktivitas jual beli obat terlarang karena besarnya efek berbahaya yang akan
ditimbulkan bagi generasi bangsa. Tetapi, mereka tak kunjung sadar bahwa induk
dari seluruh permasalahan ini adalah tumbuh suburnya liberalisme.
Dengan dalih kebebasan,
liberalisme diagung-agungkan. Sistem sekulerpun diterima bahkan dipeluk erat
oleh berbagai kalangan. Sistem yang memisahkan agama dari kehidupan, sistem
yang merupakan akar dari segala permasalahan. Kebebasan yang ditawarkan
menghancurkan semua batasan dan aturan yang sudah dibuat sempurna oleh Sang
Khalik melalui agama islam. Mereka seakan bebas melakukan apapun yang mereka
inginkan, untuk memperoleh kepuasan individual. Kebahagiaan diukur dari segi
materi, bukan dari ridho Allah.
Kalangan pemuda yang
ingin belajar ilmu agama secara mendalam di anggap tabu, masyarakat di hantui
dengan label radikal, intoleran, maupun teroris yang merupakan buah dari
gencarnya islamofobia yang telah digaungkan. Hasilnya pergaulan bebas, seks
bebas, dan narkoba merajalela diberbagai kalangan, terkhususnya kalangan
pemuda. Masyarakat telah dibuat takut kepada agama mereka sendiri, takut untuk
taat syariat yang justru akan menyelesaikan segala problematika hidup manusia,
termasuk narkoba.
Sebagai contoh,
Khalifah Al-Muqtadir Billah yang mencopot Kepala Kepolisian Baghdad Muhammad
bin Yaqut dan tidak membolehkannya menduduki jabatan di pemerintahan karena
perangai buruk dan kezalimannya. Khalifah akan memaksa kepala kepolisian yang
lalai menjalankan tugasnya untuk segera memperbaiki kesalahannya. Hal ini agar
bisa segera dikendalikan dan mencegah terjadinya bahaya tersebarnya kesalahan
tersebut di tengah masyarakat. (Muslimah news.net, 24/05/2022)
Kemudian, Allah Swt.
berfirman dalam QS Al-Maidah: 90, “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya
khamar, judi, berhala-berhala, panah-panah (yang digunakan untuk mengundi
nasib) adalah kekejian yang termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah ia agar
kamu mendapat keberuntungan.”
Ibnu Umar meriwayatkan
bahwa Rasulullah saw. bersabda, “Setiap yang muskir (memabukkan) adalah khamar,
dan setiap yang muskir adalah haram.” (HR Muslim)
Berbeda dengan sistem
pemerintahan liberal. Dalam sistem pemerintahan islam, takwa individu menjadi
hal mendasar dalam menjalani kehidupan. Hal inilah yang akan menumbuhsuburkan
masyarakat yang taat syariat, membuat setiap orang akan berusaha menjauhi
maksiat, termasuk menjauhi pergaulan bebas, mabuk-mabukkan, dan penggunaan
narkoba sehingga masyarakatpun bisa saling mengontrol antar sesama mereka,
serta membatasi diri dengan yang halal dan yang haram.
Peran negarapun difungsikan
untuk menetapkan aturan syariat yang tegas dan menerapkan sanksi dengan efek
jera, sehingga kejadian yang serupa tidak terulang kembali. Islam memandang
bahwa kebahagiaan yang hakiki hanya akan di rasakan dengan diperolehnya ridho
dari Allah SWT, tidak bersifat materi. Oleh sebab itu, segala bentuk kebijakan
dalam pemerintahan islam dibuat demi kemaslahatan ummat manusia, tidak
dipengaruhi oleh gemerlap dunia yang menipu. Wallahu’alam
Post a Comment