Header Ads


Liberalisasi Pendidikan Payungi Pergaulan Bebas

Zulhilda Nurwulan (Mahasiswi UGM)

Miris! Dunia pendidikan lagi-lagi tercoreng dengan kasus pergaulan bebas. Beredar kabar seorang siswi SMA di Jumapolo, Karanganyar mengalami kontraksi saat jam pelajaran dan melahirkan bayi akhirnya dinikahkan. Pasalnya, siswi tersebut dihamili oleh pacarnya dari SMA berbeda dan telah menempuh jalur kekeluargaan untuk menyelesaikan perkara tersebut.

“Kedua pihak menyepakati keduanya dinikahkan, usia keduanya belum genap 19 tahun sehingga harus menempuh dispensasi nikah dari PA Karanganyar,” kata AKP Hermawan, Kapolsek Jumapolo, seperti dikutip dari Tribun Solo, Jumat (9/9/2022).

Peristiwa di atas bukanlah satu-satunya yang terjadi melainkan banyak hal serupa namun tidak tersentuh media hingga tidak tersorot. Kemudian, peristiwa semacam ini bukanlah hal yang tabuh dalam sistem sekuler liberal seperti saat ini. Hal semacam ini sepatutnya menjadi peringatan bagi seluruh pihak baik dari pelaku, keluarga, masyarakat hingga negara. Olehnya, perlu menyoroti beberapa hal dari peristiwa semacam ini diantaranya; pergaulan, pendidikan keluarga hingga aturan yang ditetapkan terkait hukum bagi pelaku pergaulan bebas yang masih berstatus pelajar. Hal ini perlu dianalisis secara hukum, baik negara maupun secara agama. Sayangnya, sistem sekuler liberal tidak membolehkan urusan duniawi dikaitkan dengan agama karena dianggap sesuatu yang bertentangan.

Liberalisasi Pendidikan melalui Hak Anak

Menyoal aturan yang ditetapkan oleh SMA di Jumolo yang mengeluarkan siswi yang melahirkan bayi, seorang pemerhati anak pendidikan memberi argumen yang memprihatinkan.

Psikolog Anak dan Pendidikan Karina Adistiana, yang akrab disapa Anyi, mengungkapkan bahwa setiap sekolah hendaknya melihat kembali pasal 32 UUD 45 saat akan menjatuhkan sanksi kepada siswi hamil.

 "Sebetulnya kembali ke pendidikan sebagai hak semua orang, termasuk siswi hamil. Jadi hak mereka untuk ikut ujian, baik lulus atau tidak," kata Anyi, ketika berbincang dengan Okezone, Jumat (5/4/2013).

Merujuk pada UUD 1945 pasal 32, memang benar jika setiap warga negara berhak atas pendidikan yang layak. Namun, sangat cacat jika aturan ini diterapkan merata tanpa mempertimbangkan beberapa hal, diantaranya siswi yang hamil akibat pergaulan bebas namun tetap boleh menyelesaikan pendidikan. Terlepas dari stigma keadilan, membiarkan seorang siswi hamil tetap aktif bersekolah akan membawa pengaruh buruk bagi siswi lainnya. Walhasil, peristiwa semacam ini akan semakin masif dan kian berulang.

Kemudian, berlindung di balik payung HAM demi membenarkan perilaku menyimpang merupakan tindakan seorang pecundang. Terlebih, dalih pendidikan menjadi payung yang melindungi kesalahan seorang siswi yang telah melanggar norma budaya dan agama. Oleh karena itu, HAM sepatutnya tidak dijadikan sebagai tameng pelindung bagi perilaku menyimpang dalam berbagai aspek.

Pergaulan Bebas, Dampak Globalisasi Liberal

Globalisasi liberal yang berasal dari barat memang telah memberikan dampak buruk bagi negeri-negeri muslim tidak terkecuali di Indonesia. Bahkan, ide-ide liberalisme yang diusung barat pun kian diadopsi oleh negeri-negeri muslim yang ada di dunia. Walhasil, banyak nilai-nilai budaya maupun agama yang akhirnya saling bertabrakan. Contohnya, pergaulan bebas yang berujung pada hamil di luar nikah. Menurut Suparlan (2012), dampak negatif adanya globalisasi di antaranya adalah kemungkinan terjadinya pergeseran dan pertentangan nilai yang dapat menyebabkan perubahan gaya hidup.

Kampanye liberal melalui film, fun, fashion and food menyumbang sangat banyak masalah bagi generasi muda hari ini. Pergaulan bebas, adalah salah satu  dampak kampanye liberal yang masif di tengah masyarakat terkhusus generasi muda.

Masifnya penyebaran ide-ide liberal tentu tidak lepas dari eksistensi media global, sebagai pengendali media. Sehingga, berbagai ide liberal sangat mudah ditemukan di berbagai platform yang dengan mudah bisa diakses oleh siapa pun pengguna gawai, terlebih dengan perkembangan teknologi yang semakin canggih. Hal ini merupakan bagian dari keberhasilan globalisasi  yang merupakan racun bagi generasi muslim.

Solusi Jitu Perangi Globalisasi Liberal

Pergaulan bebas sebagai dampak dari globalisasi liberal membutuhkan penanganan yang solutif. Pergaulan bebas sebagai fenomena masyarakat yang menyimpang harus diselesaikan dengan cara yang tidak hanya bersifat duniawi.

Pada perkara kemaksiatan seperti zina, yang merupakan dampak dari pergaulan bebas ini tidak bisa terpisahkan dari aturan syariat Islam. Zina yang dilakukan secara sengaja tentu tidak boleh dihukumi hanya berdasarkan pandangan manusiawi. Sejatinya, pergaulan bebas ini terjadi secara sadar oleh pelakunya tanpa ada pemaksaan.

Islam, sebagai agama sekaligus ideologi yang memiliki aturan hidup yang kompleks, memandang perilaku zina sebagai sebuah kemaksiatan. Sehingga, menghukumi pelaku zina perlu dengan perspektif syariat.

Sebagaimana dijelaskan, di dunia, pelaku zina layak mendapat hukuman berupa hukum cambuk 100 kali (bagi yang belum pernah menikah) (QS an-Nur: 2) dan diasingkan selama setahun (HR al-Bukhari). Adapun pezina yang sudah menikah atau belum pernah menikah tetapi sering berzina dikenai hukum rajam (dilempari dengan batu) sampai mati.

Dalma perspektif sekuler, hukuman tersebut tentu merupakan hukumnya yang sangat keras lagi kejam. Namun, hal yang perlu diingat dari hukuman di atas, agar tidak terjadi peristiwa yang sama setelah diterapkannya aturan tersebut. Sejatinya, hukum Islam  bertujuan memberikan efek jera bagi pelaku dan mencegah agar kemaksiatan serupa tidak terulang lagi. Wallahu’alam.

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.