Header Ads


Guru BardAI


Oleh: Sunarwan Asuhadi*)


Prolog

Pada Sabtu pekan lalu, tanggal 25 November diperingati sebagai Hari Guru. Peringatan ini bertepatan dengan hari lahirnya Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) yang didirikan pada tanggal 25 November 1945 (78 tahun yang lalu). 

Guru merupakan pekerjaan penting bagi suatu negeri yang ingin memajukan peradabannya. Ketika Jepang mengalami kekalahan setelah pengeboman Nagasaki dan Hiroshima pada Perang Dunia II tahun 1945, gurulah yang diidentifikasi sebagai kekuatan utama.

Kaisar Hirohito, pemimpin tertinggi Jepang pada saat itu, segera mengumpulkan para Jenderal yang tersisa. Ketika para Jenderal terkumpul, Kaisar Hirohito justru menanyakan berapa jumlah guru yang masih tersisa. 

Kaisar Hirohito kemudian mengatakan bahwa, Jepang tidak akan bisa mengejar Amerika jika tidak belajar. Karenanya, ia kemudian mengimbau pada para Jenderalnya untuk mengumpulkan seluruh guru yang tersisa di seluruh pelosok Jepang. Sebab, kepada para guru-lah seluruh rakyat Jepang kini harus bertumpu, bukan pada kekuatan pasukan militer.

Atas kebijakan tersebut, hanya dalam kurun 20 tahun kemudian, Jepang telah bangkit kembali dan bahkan menjadi negara maju, lebih cepat dari apa yang diperkirakan banyak pihak. Sejarah ini menjadi bukti bahwa kemajuan sebuah bangsa, mutlak memerlukan peran guru.


Para Nabi adalah Guru Manusia

Atas jasa-jasa guru tersebut, tidak berlebihan kiranya jika kita mengatakan bahwa guru sesungguhnya adalah pembangun peradaban, persis sebagaimana para Nabi dan Rasul Allah SWT. 

Kenapa demikian? 

Karena para Nabi dan Rasul Allah SWT, hakekatnya-lah yang menerangi dunia ini dengan cahaya ilmu dan kebenaran. Bahkan mereka tidak hanya mengajarkan ilmu tapi juga mereka mengajarkan keteladanan. Allah SWT berfirman dalam QS Al-Jumuah [62]: 2,

هُوَ الَّذِي بَعَثَ فِي الْأُمِّيِّينَ رَسُولًا مِنْهُمْ يَتْلُو عَلَيْهِمْ آيَاتِهِ وَيُزَكِّيهِمْ وَيُعَلِّمُهُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَإِنْ كَانُوا مِنْ قَبْلُ لَفِي ضَلَالٍ مُبِينٍ

Dialah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan mereka Kitab dan Hikmah. Dan sesungguhnya mereka sebelumnya benar-benar dalam kesesatan yang nyata.

Ayat tersebut menunjukkan bahwa Nabi Muhammad SAW merupakan mu’alliman, yakni sebagai guru bagi seluruh manusia. Sebagaimana diabadikan dalam puisi Al-Burdah, yang ditulis oleh Imam Al-Bushiri, seorang penyair dan Sufi dari Mesir, 

...Wa innamaa bu'itstu mu'alliman lil-khaliqi...

..dan sesungguhnya engkau diutus sebagai pengajar bagi makhluk...


Para Nabi sebagai Mata Air Ilmu

Allah SWT tidak hanya menganugerahi para Nabi dan Rasul Allah SWT tentang ilmu akhirat semata, tetapi juga Allah SWT menganugerahi pengetahuan tentang ilmu mengelola bumi ini. Tercatat bahwa Nabi Adam as, Allah bekali dengan pengetahuan mengenai nama-nama benda yang ada di muka bumi ini, selain ilmu untuk bercocok tanam. Kemudian Nabi Nuh as., Allah SWT anugerahi dengan kemampuan teknologi pembuatan kapal.

Selanjutnya Nabi Idris as, Allah SWT anugerahi banyak ilmu. Beliau-lah penemu tulisan dan pengguna alat tulisnya seperti pena. 

Beliau juga manusia pertama yang memiliki ilmu memintal benang dan menjahit pakaian, serta beliau juga orang pertama yang Allah SWT anugerahi ilmu perbintangan yang sampai hari ini kita nikmati, sehingga beliau disebut sebagai Harmasu al-Haramisah atau ahlinya perbintangan. 

Begitupun pula Nabi Daud as., beliau-lah manusia pertama yang dianugerahi kemampuan menempa besi untuk berbagai kebutuhan manusia, mulai untuk keperluan perang seperti baju besi hingga peralatan rumah tangga. 

Bahkan ada kemampuan yang ia miliki, yang kemudian diikuti juga oleh putranya yang bernama Nabi Sulaiman as., yang tidak dimiliki oleh kita hingga hari ini, yakni kemampuan mereka untuk mengetahui bahasa binatang. 

Dengan demikian, Allah SWT tidak hanya menurunkan ilmu tentang akhirat kepada para Nabi dan Rasul-Nya, tetapi juga Ia menganugerahkan kemampuan kepada Nabi dan Rasulnya berbagai kemampuan dasar manusia untuk mengelola bumi ini, sehingga manusia selamat di dunia dan selamat di akhirat kelak. Kenapa demikian? Oleh karena manusia adalah Khalifatul fil ardh, yakni makhluk yang diamanahi mengelola bumi ini.

Ilmu pengetahuan yang kita miliki hari ini: pertanian, peternakan, pertukangan, perkapalan, tekstil, dan sebagainya, hakekatnya adalah warisan dan pengembangan dari apa yang diturunkan oleh Allah SWT kepada para Nabi dan Rasul-Nya. Maka tak pantas bagi kita, hanya mengambil ilmu dunia yang remeh temeh saja, hanya mengambil ilmu dunia yang nilainya rendah saja, tetapi mengabaikan ilmu agama yang bernilai tinggi di hadapan Allah SWT. 

Sesungguhnya, Allah SWT telah menentukan tahapan pengajaran kepada manusia, sebagaimana firman-Nya dalam QS. Al-Baqarah[2]:151,

كَمَآ اَرْسَلْنَا فِيْكُمْ رَسُوْلًا مِّنْكُمْ يَتْلُوْا عَلَيْكُمْ اٰيٰتِنَا وَيُزَكِّيْكُمْ وَيُعَلِّمُكُمُ الْكِتٰبَ وَالْحِكْمَةَ وَيُعَلِّمُكُمْ مَّا لَمْ تَكُوْنُوْا تَعْلَمُوْنَۗ

Sebagaimana Kami telah mengutus kepadamu seorang Rasul (Muhammad) dari (kalangan) kamu yang membacakan ayat-ayat Kami, menyucikan kamu, dan mengajarkan kepadamu Kitab (Al-Qur'an) dan Hikmah (Sunnah), serta mengajarkan apa yang belum kamu ketahui.

Ayat di atas, menunjukkan secara gamblang mengenai urutan-urutan ilmu dan pembelajaran yang seharusnya diajarkan kepada manusia menurut al-Quranul Karim, yakni: pertama adalah memperkenalkan ayat-ayat al-Qur’an dengan cara memperdengarkannya, kemudian melakukan tazkiyatun nafs, membersihkan pemahaman manusia melalui aqidah, lalu mengajarkan al-Qur’an dan hadits, dan terakhir adalah pengetahuan lain, berupa ilmu-ilmu dunia.

Dengan demikian, ilmu dunia semisal fisika, kimia, biologi, geografi, ataupun ilmu Teknik dan semacamnya adalah pengetahuan-pengetahuan cabang yang tidak utama untuk diketahui oleh seluruh manusia. Dan, ilmu-ilmu dunia semacam itu hendaknya tegak di atas ilmu agama.  

Apa yang menjadi tradisi para Nabi dan Rasul Allah SWT, hendaknya dapat menjadi teladan bagi semua manusia, khususnya kaum muslimin, yakni: apapun pekerjaannnya: petani, pedagang, tukang kayu, dan lain sebagainya, tetapi pekerjaan utamamu adalah sebagai guru yang mengajarkan ilmu agama.


Para Pewaris Nabi dan Eksistensi Guru

Oleh karena wajibnya ilmu agama inilah, yakni: aqidah, ilmu al-qur’an dan al-hadits, maka para pendahulu kaum muslimin, selalu memiliki guru yang dapat menuntun mereka untuk mengetahui dan menerapkan ilmu-ilmu akhirat. Misalnya Abu Abdillah bin Mandah memiliki 1.700 guru, Imam Bukhari memiliki 1.080 guru, Imam Muslim sebanyak 120 guru, begitupun mereka yang pada akhirnya menjadi ulama, mereka selalu memiliki banyak guru.

Lalu bagaimana dengan kita? Tentu, seyogyanya setiap kaum muslimin yang masih hidup, hendaknya memiliki guru akhirat. Rasulullah SAW bersabda dalam HR. Muslim,

وَمَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ بِهِ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّةِ

Siapa yang menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan mudahkan baginya jalan menuju surga.

Saat ini, para pembelajar telah dimanjakan dengan berbagai teknologi. Salah satu piranti yang telah ramai digunakan untuk belajar (mandiri) adalah melalui mesin google. Bahkan dalam dua tahun ini telah berpindah 'nama gurunya' melalui openAI ChatGPT, Bing, BardAI dan sebagainya yang dibangun dari Artificial Intellegency (AI). 

Banyak netizen yang hari ini bergeser dari  'Guru Google' ke 'Guru BardAI', Bing, ChatGPT, serta platform AI lainnya.

Walaupun platform AI ini memiliki jutaan informasi yang dapat secara gratis dan diakses mandiri, namun, instrumen demikian tidak bisa mentransfer keteladanan kepada para pembelajar seperti halnya didikan para ulama.[]


*) Pengurus ICMI Orda Wakatobi

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.