Predator Anak Kian Ramai, Negara Abai?
Oleh: Wa Ode Sukmawati, S.E
IndonesiaNeo, OPINI - Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Arifah Choiri Fauzi mengecam tindakan pembunuhan dan pemerkosaan terhadap anak berinisial DCN (7) di Banyuwangi, Jawa Timur. Ia memastikan bahwa Kementerian PPPA akan mengawal proses hukum kasus tersebut, sekaligus memberikan pendampingan terhadap keluarga korban (Kompas.com, 17/11/24).
Tidak hanya di Banyuwangi, hal serupa juga terjadi di Kabupaten Ende. MJA (40), petani di Kabupaten Ende, NTT, ditangkap polisi atas dugaan kasus pemerkosaan terhadap seorang anak dibawah umur berinisial Z (Kompas.com, 16/11/24).
Keberadaan anak makin hari kian terancam. Anak yang harusnya dilindungi malah dilecehkan hingga dibunuh demi memuaskan nafsu bejat para pelaku. Tak ada rasa aman, anak-anak telah menjadi target utama para predator seksual. Maraknya kasus pelecehan seksual terhadap anak tak bisa diabaikan. Ditambah lagi, yang menjadi pelaku pelecehan seksual pada anak bukan hanya orang asing. Namun, siapa sangka, keluarga sendiri bisa menjadi pelaku pelecehan seksual. Sungguh miris, saat orang tua berhati-hati terhadap orang asing dan lingkungan diluar rumah yang rusak. Justru kejahatan itu muncul dari dalam rumah sendiri. Keluarga sudah tidak lagi menjadi tempat teraman bagi anak.
Tentu mustahil jika jaminan keamanan hanya diharapkan didalam rumah. Lingkungan juga harus mendukung keamanan dan perlindungan untuk anak. Dan negara selaku pemangku kebijakan memiliki peran besar akan terwujudnya hal tersebut. Negara harus menangkap dan menghukum para pelaku kejahatan dengan hukuman yang membuat mereka jera. Sehingga mereka tidak akan mengulangi kejahatannya. Namun, hari ini kita melihat bahwa hukum di negara kita seperti permen di warung, mudah untuk dibeli. Sebab, disistem demokrasi uang adalah segala-galanya.
Selain itu, penerapan sistem sekuler hari ini telah menormalkan terjadinya berbagai macam kejahatan. Sebab, masyarakat tidak menjadikan halal haram sebagai tolak ukur dalam bertindak. Liberalisme, buah dari penerapan sistem demokrasi sekularis, telah berhasil merasuki benak masyarakat. Kebebasan telah menjadi standar aturan dalam menjalani kehidupan. Sehingga tidak heran jika kemaksiatan tumbuh subur dimana-mana.
Mengharapkan sistem liberal memangkas pelechan seksual bagai pungguk merindukan bulan. Kita butuh sistem yang mampu melenyapkan segala tindakan bejat. Dia lah sistem Islam, sistem terbaik dan sistem yang shahih. Dalam Islam, yang menjadi tolak ukur perbuatan manusia adalah hukum syara', sehingga kecil kemungkinan pelecehan seksual terjadi karena hal tersebut adalah suatu keharaman yang wajib ditinggalkan. Hal ini akan terwujud dengan menanamkan aqidah yang kuat ditengah-tengah masyarakat. Sehingga kemaksiatan akan ditinggalkan dengan kesadaran penuh.
Negara akan bertanggung jawab menjaga aqidah rakyatnya tetap kokoh, dengan cara menerapkan regulasi berbasis Islam dalam seluruh kancah kehidupan, sehingga akan tercipta masyarakat yang Islami. Dimana pemikiran, perasaan dan aturannya ber-asaskan Islam. Selain itu, negara akan memberikan sanksi tegas, sanksi yang membuat jera para pelanggar aturan Islam sesuai ketentuan syara'.
Kemudian, segala sesuatu yang menjadi jalan menuju kemaksiatan akan dilenyapkan. Seluruh media informasi, termasuk media sosial akan dikontrol dengan baik oleh negara. Semua informasi yang sampai pada masyarakat hanya lah informasi kebaikan yang tidak akan merusak aqidah dan akhlak. Konten-konten pornografi dan pornoaksi akan musnah dari muka bumi.
Semua itu hanya akan menjadi hayalan jika Islam tidak diambil menjadi aturan seluruh aspek kehidupan. Karena selama aturan Islam ditinggalkan, selama itu juga manusia tidak akan merasakan ketentraman. Saatnya Islam kembali, saatnya rasa tentram menghiasi negeri.
Wallahu'alam.
Post a Comment