Nasib Buruh dalam Sistem Kapitalisme
Oleh: Mirnawati AR*)
IndonesiaNeo, OPINI - Dikutip dari CNBC Indonesia (16/11/2024) Pembahasan kenaikan upah minimum sedang booming belakangan ini. Ketua Komite Ketenagakerjaan Asosiasi Pengusaha Indonesia Subchan Gatot menjelaskan bahwa mulai dari Sabtu-Minggu hingga Senin Dewan Pengupahan Nasional telah melakukan sidang, bahkan di hari Minggu menteri ada rapat khusus dimana semua membahas persoalan pengupahan.
Tahun ini jika mengikuti PP51/2023, Apindo ingin membuat skala upah. Pekerja dengan masa kerja lebih dari 1 tahun akan mendapat kenaikan gaji yang besarnya tergantung kemampuan perusahaan, antara 1-3%. Disebutkan, upah minimum yang tidak terlalu tinggi memberikan ruang bagi perusahaan untuk berkembang. Pasalnya, kenaikan upah yang tinggi sebelum pandemi di kisaran 8% per tahun membuat banyak perusahaan melemah bahkan gulung tikar.
Namun, kenaikan upah buruh tahun 2025 ternyata sangat kecil, dan tidak sepadan dengan kenaikan pajak tahun mendatang. Upah Buruh masih terhitung rendah untuk mencukupi kebutuhan hidup yang serba mahal saat ini.
Dengan adanya ujuk rasa yang kerap terjadi setiap tahunnya meminta kenaikan gaji buruh membuktikan bahwa negara sangat abai terhadap nasib kaum buruh. Ditengah gencaran naiknya harga kebutuhan pangan di pasaran hingga kebutuhan sekunder. Namun upah buruh tidak mampu mengimbangi kenaikan harga. Terlebih lagi, kondisi perekonomian Indonesia kini telah mencapai level menengah atas yang berarti penduduk Indonesia lebih sejahtera secara ekonomi dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
Perjuangan mereka dari 137 tahun lamanya sepertinya tidak membuahkan hasil signifikan. Berbagai regulasi dikeluarkan namun berpihak pada pengusaha, seperti munculnya UU Cipta Kerja dan RUU Kesehatan. Sehingga, mereka meminta adanya aturan yang dianggap bisa melindungi nasib buruh, seperti RUU PPTT.
Meskipun beragam aturan lahir untuk mengimbangi nasib kaum buruh, tetapi pada kenyataannya negara hanya berperan sebagai regulator. Negara membuat regulasi untuk melancarkan kepentingan para kapitalis. Terlihat jelas bahwa negara berada dalam kendali korporasi dengan artian uang dapat “membeli” penguasa dan aturan yang dibuat sesuai dengan apa yang mereka inginkan. Jadi, selama sistem kapitalis masih diterapkan, maka nasib buruh akan tetap keruh. Karena buruh didalam sistem kapitalis hanya dianggap sebagai faktor produksi saja sehingga upah yang diberikan sangat rendah demi mendapat keuntungan yang lebih besar.
Konsep upah yang diberikan dalam kapitalisme membuat kehidupan kaum buruh dalam keadaan pas-pasan karena upah yang mereka terima disesuaikan dengan standar hidup minimum. Seharusnya penentuan upah tidak didasarkan pada kebutuhan minimum saja, Tetapi juga perlu mendorong agar kaum buruh bisa sejahtera, kebutuhannya bisa tercukupi dengan layak. Toh, jika kaum buruh sejahtera, pasti akan ada perputaran uang kembali yang menghidupkan bisnis.
Dalam Sistem kapitalisme hak-hak buruh tidak mampu terpenuhi dan kesejahteraan kaum buruh hanya angan belaka. Karena hal itu sangat bertentangan dengan prinsip sistem kapitalisme. Maka, yang terjadi malah kesengsaraan dan eksploitasi. Sehingga dampak yang terjadi adalah buruh semakin terhimpit dalam kondisi tidak berdaya. Walaupun para pekerja berusaha semampunya, tetap saja mereka tidak mampu mensejahterakan hidupnya karena upah yang didapat sangat rendah.
Bagaimana Islam Mengatasi Masalah Buruh?
Permasalahan buruh/pekerja yang terjadi pada sistem hari ini tidak akan muncul dalam sistem Islam, karena sistem Islam menjamin kesejahteraan para pekerja. Sehingga dengan adanya peraturan ini, para pekerja akan memiliki taraf hidup yang sejahtera dan layak. Inilah kesempurnaan sistem Islam yang telah terbukti selama puluhan abad, yaitu mensejahterakan umat tanpa memandang kaya, miskin, ras, bahkan agama. Semua hidup berdampingan dibawah naungan sistem IsIam.
Dalam Islam Buruh/pekerja dibayar sesuai dengan pekerjaan yang diberikan berdasarkan kesepakatan bersama. Jika terjadi ketidaksesuaian, ada khubara yang menentukan besarnya upah. Islam juga menaruh posisi Buruh dan pengusaha itu sama, karena keduanya juga berhak hidup layak. Selain itu, Islam menjamin terpenuhinya kebutuhan primer umat, seperti sandang, pangan, dan papan serta hak-hak dasar komunal seperti pendidikan, kesehatan, dan keamanan secara gratis. Jadi, para pekerja tidak perlu lagi khawatir dengan biaya pendidikan dan kesehatan yang bisa menghabiskan hampir seluruh gajinya. Pekerja hanya perlu memikirkan kebutuhan pokok keluarga sehari-hari.
Islam mengatur kaum buruh bukan seperti perbudakan. Islam melihat permasalahan ini dengan akad ijarah atau bekerja. Dari Abdullah bin Umar ia berkata bahwa Rasulullah saw. bersabda. “Berikanlah upah kepada pekerja sebelum kering keringatnya.” (HR Ibnu Majah dan Ath-Thabrani). Islam juga mempunyai aturan tersendiri dalam menentukan besarnya upah pekerja, standar gaji yang digunakan adalah manfaat tenaga (manfa’at al-juhd) yang diberikan oleh buruh. Sehingga eksploitasi buruh tidak akan terjadi.
Peran negara yang seperti inilah yang dapat menjamin kebutuhan umatnya terpenuhi. Apabila ada pekerja yang tidak mampu memenuhi kebutuhannya karena suatu permasalahan tertentu, seperti sakit, cacat dan lain-lain, maka negara wajib memberikan bantuan berupa zakat atau bantuan lainnya. Intinya, negara dapat menjamin terpenuhinya seluruh kebutuhan individu. Wallahu a'lam bissowab.[]
Post a Comment