Header Ads


Penurunan Kemiskinan, Hanya di Atas Kertas?

Oleh: Putri Ayu Wulandari*) 


IndonesiaNeo, OPINI - Angka kemiskinan diklaim oleh pemerintah telah mengalami penurunan per Maret 2025. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS),  persentase penduduk miskin pada Maret 2025 menurun 0,10 persen terhadap September 2024, menjadi 8,47 persen.

Jumlah penduduk miskin diklaim berkurang 210.000 orang pada periode yang sama atau mencapai 23,85 juta orang.

Data Kemiskinan BPS ini diragukan oleh sejumlah pengamat sebab dianggap tidak sesuai dengan realitas yang ada di lapangan.   

Menurut Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Esther Sri Astuti, data kemiskinan yang dirilis BPS sangat diragukan sebab indikator penilaian garis kemiskinan tidak sesuai, apalagi saat ini tengah terjadi pemutusan hubungan kerja (PKH) besar-besaran. 

Esther pun menyebutkan bahwa menurut survei sosial ekonomi nasional (Susenas) garis kemiskinan pada Maret 2025 yaitu Rp609.160 per kapita per bulan, atau sekira Rp20.305 per hari. Kondisi ini kerap kali tidak sesuai dengan apa yang terjadi di lapangan. Oleh karenanya, butuh perubahan standar pengukuran kemiskinan yang sesuai (Tirto.id, 26–07–2025).


Hanya Di Atas Kertas

Bagaimana bisa pemerintah mengatakan bahwa angka kemiskinan di negeri ini menurun sedangkan kondisi di lapangan dangat berbanding terbalik. Lihat saja, masyarakat mendapatkan kado pahit di awal tahun 2025 bahwa Indonesia telah menghadapi gelombang besar PHK dengan jumlah pekerja yang terdampak mencapai sekitar 60.000 orang pada dua bulan pertama tahun ini. 

Data ini diperoleh dari Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) yang mencatat ada 26.455 pekerja terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) hingga 20 Mei 2025. Angka tersebut bertambah 2.419 orang dibandingkan per akhir April 2025. Angka ini bisa bertambah jika dihitung hingga akhir Mei 2025. Dengan data yang ada bisa dilihat bahwa jumlah pengangguran mengalami peningkatan khususnya di daerah perkotaan yang mengakibatkan meningkatnya jumlah kemiskinan. 

Ditambah lagi harga bahan pokok yang makin hari makin mahal dan sulit dijangkau oleh seluruh masyarakat. Masih banyak masyarakat yang harus mengais rezeki untuk makan hari ini saja, sedangkan untuk makan  besok mereka baru mulai berpikir. Oleh karenanya, bagaimana bisa kondisi ini dinyatakan garis kemiskinan berkurang? 

Penurunan garis kemiskinan sejatinya hanya di atas kertas saja. Apalagi standar garis kemiskinan nasional yang ditentukan oleh BPS pada Maret 2025 sebesar Rp609.160 per kapita per bulan atau setara sekitar Rp20.305 per hari. besaran pendapatan Rp20.305 per hari apakah cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga? Jika diaplikasikan dalam kondisi hari ini jelas tidak akan cukup, apalagi jika anggota keluarga lebih dari 3 orang. 

Penurunan kemiskinan hanyalah manipulasi statistik belaka yang dilakukan penguasa untuk menciptakan kesan palsu guna untuk mendapatkan keuntungan pribadi. Faktanya kenyataan di lapangan justru sangat jauh berbanding terbalik dengan pernyataan para penguasa. Nasib rakyat seolah hanya dijadikan sebagai pencitraan ekonomi belaka. Masalah kemiskinan di Indonesia sejatinya terjadi bukan karena seberapa besar pengeluaran tiap-tiap keluarga dalam mencukupi kebutuhan rumah tangga. Namun, dikarenakan semakin tingginya biaya hidup di setiap tahunnya yang harus rakyat keluarkan untuk bisa memenuhi kebutuhan keluarga, termasuk biaya pendidikan, kesehatan, bahan pangan, dan lainnya. 

Belum lagi rakyat saat ini dibebani dengan iuran pajak dari berbagai sisi, tanpa pandang bulu. Tidak lupa kurangnya lapangan pekerjaan yang semakin membuat nasip rakyat miskin menderita. Hal ini terjadi dikarenakan buah dari diterapkannya sistem yang kufur yang menyulitkan rakyat, yakni sistem kapitalisme yang menjadikan jurang kemiskinan semakin dalam. Sedangkan kesejahteraan hanya dirasakan oleh mereka yang mempunyai kedudukan dan kekuasaan yang justru bergaya hidup elit tanpa memikirkan nasib buruk yang terus dialami rakyatnya. 

Bagaimana mungkin negara akan bisa mensejahterakan rakyat jika kekuasaannya hanya sebatas sebagai fasilitator saja dan bukan sebagai pengelola, dalam sistem kapitalisme negara hanyalah wadah bagi para penguasa untuk mengumpulkan kekayaan dengan menarik perhatian dunia dengan membuat laporan palsu seakan-akan negeri ini begitu makmur dari segala sisi. Namun, pada kenyataannya negara justru merenggut kemerdekaan rakyatnya dengan segala kebijakan-kebijakan yang mereka buat yang sangat menyulitkan bahkan menindas. 

Dengan segala permasalahan yang ada, negara bahkan tidak mampu menyelesaikan masalah negeri ini. Solusi yang ditawarkan pun tidak pernah bisa menyelesaikan permasalahan sampai  tuntas sebab solusi yang mereka buat berasal dari pemikiran manusia yang menganut paham yang keliru dan bahkan menyesatkan yakni paham kapitalisme. 


Islam Solusinya 

Allah SWT adalah satu-satunya zat yang maha adil lagi maha bijaksana yang sangat mampu menyelesaikan seluruh permasalahan dalam kehidupan melalui wahyu-NYA yang diturunkan kepada Nabi Muhammad swt. yakni kitab suci Al-Qur'an. Al-Qur'an bukan hanya sebagai pedoman hidup bagi manusia agar selamat dari dunia dan akhirat yang menjelaskan bagaimana cara beribadah kepada sang Pencipta, tetapi di dalamnya juga mengajarkan bagaimana seorang pemimpin negara berkewajiban penuh atas segala pengurusan umatNya. Seperti dalam firman Allah SWT. 

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَخُونُوا اللَّهَ وَالرَّسُولَ وَتَخُونُوا أَمَانَاتِكُمْ

وَأَنْتُمْ تَعْلَمُونَ

“Wahai orang-orang yang beriman janganlah kalian mengkhianati Allah dan Rosul, dan (juga) janganlah kalian mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan kepada kalian sedang kalian mengetahui.” (QS. Al-Anfal: 27).

Dari ayat ini menjelaskan bagaimana seharusnya pemimpin negara menjaga amanah yang diberikan dalam mengurus kepentingan umat termasuk dalam memenuhi kebutuhan dasar setiap rakyat nya seperti sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan, keamanan, bahkan lapangan pekerjaan bagi para kepala keluarga. Semua ini dipenuhi oleh negara tanpa meminta imbalan apapun dari rakyatnya termasuk membebani rakyat dengan pajak. Pemenuhan kebutuhan ini diberikan semata-mata karena kewajiban yang harus dijalankan dengan memastikan seluruh lapisan masyarakat tercukupi dengan baik kebutuhannya sehingga dalam upaya memenuhi kebutuhan masyarakat selalu tercukupi. 

Negara sendirilah yang berperan dalam pengolahan sumber daya alam sebagai salah satu sumber pendapatan negara, dimulai dari proses penambangan negara wajib memantau secara langsung agar proses penambangan ini tidak melewati batas, sehingga masih ada lahan terbuka yang dapat digunakan untuk area pertanian dan perkebunan, juga tempat bagi mahluk hidup lainnya berkembang biak. Kemudian dalam proses produksi juga tak luput dari pengawasan negara yang memastikan hasil produksi tetap terjaga, baik kualitas dan kuantitasnya. 

Kemudian, dalam proses distribusi pun negara juga wajib turut serta agar seluruh lapisan masyarakat mendapatkan pasokan bahan pangan maupun bahan bakar sehingga dengan demikian hasil dari SDA dapat disalurkan dengan baik untuk kepentingan umat. Bukan justru menjadikan SDA sebagai bahan perdagangan kepada pihak asing. Selain itu, negara tidak boleh mengukur kemiskinan hanya dengan melihat nilai PPP yang dibuat oleh lembaga internasional, tetapi yang harus dilakukan oleh kepala negara adalah dengan meninju langsung bagaimana kondisi rakyatnya, apakah kebutuhan pokok seluruh masyarakat sudah terpenuhi dengan baik ataukah belum. Hal inilah yang seharusnya menjadi perhatian utama bagi kepala negara beserta jajarannya, yakni memastikan rakyatnya makmur dan sejahtera. Wallahu alam Bisshawab.[]


*) Freelance Writer

Tidak ada komentar

Diberdayakan oleh Blogger.