Tanah Terlantar Diambil Alih Negara Demi Kepentingan Siapa?
Oleh: Siti Nur Hadijah*)
IndonesiaNeo, OPINI - Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) menegaskan bahwa tanah yang dibiarkan tidak digunakan atau tanah terlantar selama dua tahun berpotensi diambil alih negara. Ketentuan ini diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 20 Tahun 2021 tentang Penertiban Kawasan dan Tanah Telantar.
“Tanah-tanah telantar itu jika dengan sengaja tidak diusahakan, tidak dipergunakan, tidak dimanfaatkan, tidak dipelihara, terhitung mulai 2 tahun sejak diterbitkannya hak, nah itu akan diidentifikasi oleh negara,” kata Kepala Biro Humas dan Protokol Kementerian ATR/BPN, Harison Mocodompis, Rabu (kompas.com, 16/07/2025).
Sistem kapitalisme yang diterapkan di negeri ini telah mengubah tanah sebagai objek komersial yang bisa diperjualbelikan dan dapat memberi keuntungan bagi segelintir pihak. Tanah yang seharusnya menjadi amanah publik untuk kesejahteraan rakyat, namun justru rakyat menjadi kesulitan mendapatkan lahan untuk kebutuhan dasar, seperti lahan untuk membangun tempat tinggal, bertani ataupun berdagang. Negara yang lebih berpihak dengan korporasi, sehingga rela membiarkan rakyatnya jadi korban atas kebijakan-kebijakan yang zalim itu.
Negara semestinya berperan sebagai pelindung dan pengatur distribusi lahan yang adil demi keberlangsungan hidup masyarakat. Namun alih-alih berperan melindungi hak rakyat, pemerintah sering kali membebaskan praktik kesenjangan ini terus berlanjut. Negara dengan sistem kapitalisme sekuler yang cenderung mengambil peran sebagai pendukung atas kepentingan para pemilik modal, serta ikut andil dalam proses melegalisasi penguasaan tanah, hingga semakin menguatkan peluang oligarki dalam menguasai sumber daya agraria.
Harapan yang semu bagi masyarakat untuk mendapatkan perlindungan atas keberlangsungan hidup, masih banyak lahan negara yang dibiarkan terbengkalai dan tidak dimanfaatkan. Padahal lahan tersebut bisa digunakan untuk kesejahteraan umum, berupa lahan untuk tempat tinggal, pertanian rakyat, berdagang atau usaha lainnya. Pemerintah yang lebih condong kepada hal-hal yang dianggap bernilai jika menghasilkan keuntungan finansial, oleh karenanya pihak korporasi dapat dengan mudah menguasai lahan-lahan tersebut.
Negara kapitalisme yang menjadikan asas materi sebagai tujuan yang seolah hanya memandang pengelolaan tanah dari aspek anggaran dan memperoleh keuntungan semata, sehingga mungkin akan mengalami kerugian apabila memberikan tanah secara cuma-cuma dan seakan-akan tanah hanya pantas dikelola jika memberi pemasukan fiskal. Tanah yang merupakan sumber krusial bagi kehidupan, bukan hanya bernilai secara ekonomi, tetapi juga sosial dan ekologis.
Sistem kapitalisme yang mengalami kegagalan dalam penerapannya, sehingga kesenjangan terlihat semakin nyata, rakyat menjadi korban atas kebijakan zalim dan negara yang kerap kali tidak netral dalam menjamin hak dan kemakmuran rakyat.
Dalam sistem Islam yang sepenuhnya mengatur pengelolaan tanah yang menjadi amanah atas kemaslahatan publik. Apabila ada tanah yang tidak dikelola selama tiga tahun, maka akan diambil alih oleh negara, yang kemudian akan didistribusikan kepada orang lain yang mampu mengelolanya, karena tanah harus dimanfaatkan sebaik-baiknya dan tidak boleh terlantar atau terbengkalai.
Berbeda dengan negara Khilafah yang bersistem Islam, menerapkan aturan yang sempurna dan adil dalam hal pengelolaan tanah. Islam memandang bahwa tanah merupakan amanah yang harus dimanfaatkan bagi kemaslahatan rakyat. Dalam Islam, tanah dibagi menjadi tiga bentuk kepemilikan: milik individu, milik negara dan milik umum. Tanah milik individu yang diperolah secara sah melalui berbagai cara, seperti pembelian, hibah atau warisan dan memiliki hak penuh atas tanah untuk mengelola dan memanfaatkan hasil dari tanah tersebut. Namun, kepemilikan secara individu ini tetap terikat pada hukum Islam dan tidak boleh digunakan untuk hal-hal yang dapat bertentangan dengan Syari’at.
Adapun tanah milik negara yang tidak boleh diserahkan atau diperjualbelikan kepada individu atau swasta. Tanah yang dikuasai oleh negara dan memiliki wewenang untuk memanfaatkan tanah ini untuk proyek strategis, seperti perumahan, pertanian rakyat, fasilitas dan kepentingan umum lainnya.
Tanah milik umum yang dimiliki seluruh umat Islam, seperti jalan umum, padang gembala, hutan dan sumber air. Tanah jenis ini harus dikelola oleh negara, tidak boleh dikuasai oleh individu atau kelompok tertentu dan harus dijaga serta dimanfaatkan hasilnya untuk kepentingan bersama.
Islam hadir sebagai peraturan yang mengatur sistem pertanahan dan menjaga hak-hak rakyat seluruhnya. Mewujudkan kesejahteraan dan melindungi bumi dari kerusakan negara yang menganut sistem zalim. Mengelola tanah bukan hanya bertujuan untuk meraih keuntungan materi, tetapi untuk menciptakan keberkahan hidup dan senantiasa mendatangkan kebaikan.
Sistem Islam memiliki solusi sistematis yang terbukti adil dan menyejahterakan rakyat, kepemimpinan Khilafah yang berfungsi sebagai raa’in (pengurus, pengatur, pemelihara, pelindung) bagi seluruh masyarakat. Menjadi satu-satunya sistem yang mampu menjamin terpenuhinya hak-hak rakyat atas tanah yang berorientasi pada kemaslahatan umat, sehingga keberkahan bisa dirasakan secara mutlak dibawah naungan Daulah Islamiyah dengan menerapkan Syari’at secara menyeluruh.
Wallahu A’lam Bishawwab.[]
*) Pegiat Literasi)
Post a Comment